Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, September 27, 2009

Knowledge About Al-Istihalah

Assalamualaikum wbt...

Aku mendapat assignment
daripada lecturer subject "Halal Food Management", yang dalam kuliah agak 'panas' dgn persoalan-persoalan drpd student. Tajuk assignment: Forbidden Animal in Islam and Istihalah in this Products. Aku cukup takut membuat assignment ini sebab belum dapat maklumat-maklumat kukuh tntg Al-Istihalah, sejauh mana ia diterima oleh ulama-ulama muktabar dalam menentukan kehalalan sesuatu produk. Takut menyebarkan maklumat yang salah. Tapi alhamdulillah, mujur lecturer, Dr. Tajul adalah seorg yg open-minded dan sentiasa menerima soalan-soalan dan buka diskusi untuk student2 nya.

Cari punya cari, terjumpa satu forum diskusi daripada Indonesia, cerita bab bactosoytone dan istihalah... Alhamdulillah. Di sini aku pastekan untuk tambahan knowledge pembaca sekalian... Bukalah minda anda untuk berfikir. Jangan menjadi manusia yg terlalu 'rigid' dan t'aasub...


_____________________

assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Catatan: saya tinggal di NY dan sampai saat ini masih selalu memilih makanan yang ada logo halal dan/atau logo kosher (utk non meat). Dan artikel di bawah ini hanya saya gunakan sebagai wawasan pengetahuan tanpa membuat saya menjadi taqlid.
artikel di bawah ini menerangkan konsep istihalah, perubahan materi. seperti dari wine menjadi cuka, dll.


Artikel ini ditulis oleh ulama kaliber seperti Syeikh M. Bazmool dan Syeikh Nasiruddin Albaani (salah satu muhadist terbaik abad 20). Silakan di google.

Dalam masalah fiqih akan selalu ada perbedaan dan selama perbedaan itu dilandasi dalil dan argumentasi yang kuat, maka kita patut menghargainya.

Contoh: teman-teman saya yang bermazhab hanafi menajiskan alkohol apapun bentuknya. Sedangkan kita memiliki pengertian bahwa alkohol tidak najis, yang najis adalah khamr nya.

berikut ini artikelnya:


Sh Muhammad Bazmool is a well known Scholar of fiqh from Mecca and the translation is by Moosa Richardson also a well know Canadian student of knowledge studying at the university of Hadeeth in Mecca.

Bismillahi wa salaatu wa salaamu 'alaa rasulillah,

(Taken entirely from a dars given by Sh. Muhammad Bazmool, translated by Moosa Richardson and a fatwa given by Sh. Nasiruddin al-Albaani)

Istihala is when something becomes pure. It was najis (impure) but it is now taahir (pure). A good example would be maitah (animal carcass): it is najis, but should it be burned and become ashes, or decompose and become earth, then it is taahir, it is no longer
najis. This can happen with dung or feces or whatever. Whenever something changes from one property to another, then the ruling likewise changes.

Example: Let us say that someone uses the fat of a dead animal to make soap. That fat is najis, but the chemical change that it was put through makes it taahir.

Ibn Hazm put it concisely when he said,

"Ruling upon an object is upon what it is named (what it is), if the name (what it is) changes then so does the ruling."

He also mentioned in his book of fiqh, Al-Muhalla: "If the quality of the substance of naturally impure objects changes the name which was given to it so that it is no more applicable to it and it is given a new name which is given to a pure object, so it is no more an impure thing. It becomes a new object, with a new rule."

Meaning that if the natural composition of a substance changes to another substance of a different composition, so much so that you can no longer call the new substance by the name of what it was-- ruling upon that substance changes too.

Proof/Example 1:

The companions (radyallahu anhum) used to eat a cheese that came from the land of the disbelievers. In that cheese was a part of the calf which was slaughtered by the disbelievers in a way that is not in accordance with Islaam. The companions knew this, but they also
knew that the prohibition was upon the calf, what is directly from the calf, and what could be properly called part of the calf; the ruling is not upon that which you cannot identify as part of the calf nor is it called any longer such-and-such part of the calf. This is called istihala.

Proof/Example 2:

Another proof from the Sunnah: The Prophet (sallallahu 'alayhi wa sallam) forbade making vinegar out of wine, but he said that if you should come across vinegar that has been made from wine then it is halaal.

Why?

The ruling is upon what the object is, and not what it was. Wine is haraam; vinegar is not, and before the wine became an intoxicant, it was halaal. Why? Because it was fruit before that.

Proof/Example 3:

Allah says in the Qur'an:

"And surely there is a lesson for you in the cattle we give you to drink of what is in their bellies from between the feces and blood, pure milk, wholesome to those who drink it." (16:66)

Allah is putting forth an example for us of how something pure can come from something impure.

And we can also use as proof something that we've already gone over. The Prophet (sallallahu 'alayhi wa sallam) said that when the hide of maitah (the carrion) is tanned, then it is taahir. He (sallallahu 'alayhi wa sallam) gave us a method to purify something which was first impure.

Let us examine things we are familiar with: mono and diglycerides, whey, gluten, emulsifiers, gelatin, and whatever else is on the international haraam list. These by-products sometimes come from animals, pigs even, in which case the ruling on the initial substances is that they are haraam. But the initial substances (e.g. fat, marrow, cartilage, etc.) are put through chemical change so that you no longer can even call it "pig fat" or "animal bone" or "skin" or
"cartilage", etc. because it is no longer that, hence it is taahir, it is halaal.

What is gelatin? As Oxford dictionary of science defines: "A colorless or pale yellow, water-soluble protein obtained by boiling collagen with water andevaporating the solution. It melts when water is addedand dissolves in hot water to form a solution that
sets to a gel on cooling." (page 290)

Is this a chemical change or is this not a chemical change? Is it protein any longer? No, it is not.

You are in disbelief so you ask, "But how can it be halaal when it came from something haraam?"

Because of the proofs mentioned above, the ruling is not based upon what it was, the ruling is based upon what it is. A Hanafi scholar, Ibn Abedin gave the example: "the swine which drowns in a salt lake and decomposes and becomes salt itself, is now halaal."

And other Hanafi scholars go on to say: "salt is different from meat and bones. If they become salt, they are salt."

To take the salt example further: salt consists of sodium chloride (NaCl) when together they are the halaal food known as salt, when separated they make up two poisonous substances which are then haraam for consumption.

The ahnaaf (Hanafis) also use as an example the human semen, saying that it is najis, then when it inseminates the egg and becomes a blood clot it is still najis, but when it becomes flesh it is no longer najis. And the ahnaaf are not the only ones who take this position.

The examples are numerous and they extend beyond food:
Yesterday a man was kaafir and going towards Hell, today he is Muslim, so what is the ruling upon him? It is based upon what he is today.

We must be careful when we call things haraam because it is a form of thulm (oppression) . Scholars have said that it is worse that you make something halaal to haraam rather than making something haraam to halaal. This deen Allah has made yusr (easy) let us not make
it 'usr (hard). Wallahu 'Alim.

source: http://groups.yahoo.com/group/Halal-Baik-Enak/message/9647

Saturday, September 26, 2009

Jangan Anggap Remeh Kemaksiatan... Lihatlah, kepada Siapa Anda Bermaksiat?

Dalam mengarungi bahtera kehidupan ini, kita melihat bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan;

Golongan pertama adalah manusia… lingkungan… masyarakat yang cinta kebaikan… gemar melakukan kebajikan… suka dalam menjalani kema’rufan…

Golongan kedua adalah manusia… lingkungan… masyarakat yang cinta kejelekan… gemar melakukan keburukan… suka dalam menjalani kemunkaran, maksiat dan dosa…

Yaa… demikianlah lingkungan di sekitar kita…

Ingat…! Allah Ta’ala telah memberikan peringatan kepada kita dengan tegas nan jelas… bahwa musibah akan terjadi karena kemaksiatan yang dilakukan, tidak hanya menimpa para pelaku saja tapi akan menyeluruh kepada masyarakat sekitarnya… Allah menyatakan :

وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لاَ تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Dan takutlah kalian terhadap fitnah (musibah, petaka, bencana, siksa) yang benar-benar tidak hanya menimpa orang-orang dhalim di antara kalian secara khusus. Dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha dahsyat siksa-Nya.” (Al-Anfal:25)

Subhanallah sungguh peringatan yang Allah berikan bukanlah sebuah omong kosong yang tak bisa terjadi… yang tak mungkin terlaksana… sungguh janji Allah adalah sebenar-benar janji dan pasti terjadi… musibah pasti akan datang silih berganti… petaka pasti akan menimpa kita punya negeri… bencana pasti akan terjadi di sana-sini… siksa Allah pasti akan meluluhlantakkan bumi pertiwi ini… bila kemunkaran dilakukan… bila maksiat dibiarkan… bila dosa diacuhkan… bila pelakunya diagungkan… bila perbuatannya didukung dan dikendalikan… sungguh musibah akan menimpa diri kita semua…

Lalu bagaimana dengan diri kita, yang mengaku para pecinta kebenaran, para pendukung kema’rufan, para penggemar kebajikan, para pelaku kebaikan… Apakah kehidupan kita sudah terlepas dari kemunkaran…? Apakah amal baik kita sudah terbebas dari dosa…? Apakah kelakuan kita sehari-hari sudah murni tanpa kesalahan dan keburukan…? Sungguh naif bila kita mengaku sebagai pasukan pembasmi kemunkaran bila justru diri kita terjerumus dalam dosa dan maksiat… Sungguh jelek bila kita mengaku cinta kema’rufan bila diri kita masih terlena dengan bujuk rayu wanita dan harta… Sungguh dhalim bila kita mengaku gemar melakukan kebajikan bila diam-diam kita menjalani kejelekan dan keburukan… atau bahkan justru kitalah yang menjadi kunci atas turunnya musibah… karena kita tahu dan berilmu tapi justru kita melanggar dan melakukan maksiat… kita tidak mengamalkan ilmu yang kita peroleh dari guru-guru kita…

Yah… memang manusia sulit untuk terlepas dari lupa dan salah… sulit bagi manusia untuk terbebas dari kejelekan dan keburukan… kecuali bagi mereka yang Allah lindungi… mereka yang diberi Rahmat oleh Allah… mereka yang senantiasa ingat kepada Allah… mereka yang selalu menjaga diri dari keburukan dan kejelekan sekecil apapun…

Sungguh indah nasehat Ulama salaf kita…

لاَ تَنْظُرْ إِلَى صِغَرِ الْخَطِيْئَةْ … وَلكِنْ اُنْظُرْ إِلَى مَنْ عَصَيْتَهْ

Janganlah engkau melihat akan kecilnya suatu kesalahan.. Akan tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat..

Subhanallah sungguh indah nasehat ini…

Kepada kalian yang cinta kema’rufan…

Kepada kalian yang benci kemunkaran…

Semoga kehadiran nasehat ulama salaf di atas dapat menjadi renungan…

Yah…

janganlah engkau melihat akan kecilnya suatu dosa…

janganlah engkau melihat akan remehnya suatu kesalahan…

janganlah engkau melihat akan sepelenya suatu maksiat…

jangan…!!!

tapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat…

Allah… Dia yang sedang engkau maksiati…

Allah… Dia yang sedang engkau durhakai…

Allah… Dzat yang telah menciptakanmu… justru engkau sedang melanggar aturan-aturannya…

Lihatlah… perhatikanlah… siapa yang sedang engkau maksiati… saudara…!

Astagfirullahal adzim min kulli dzanbil adzim…

Sudah sepantasnya bagi kita semua ya ikhwah untuk menjaga diri kita… keluarga kita… masyarakat kita… negeri kita… dari kemaksiatan, dosa, keburukan, kesalahan, dan kemunkaran…


source: www.al-ikhwan.net

Friday, September 25, 2009

Sabar VS Prinsip?



Letih melayan kerenah manusia...
Hanya Allah tempat mengadu...


"Wahai Nabi (Muhammad)! Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada 20 org yang sabar antara kamu, nescaya mereka dapat mengalahkan 200 org musuh. Dan jika ada 100 org (yang sabar) di antara kamu, nescaya mereka dapat mengalahkan 1000 org kafir, kerana org2 kafir itu adalah kaum yang mengerti" (QS 8:65)

"Sekarang Allah telah meringankan kamu kerana Dia mengetahui bahawa ada kelemahan padamu. Maka jika di antara kamu ada 100 org yang sabar, nescaya mereka dapat mengalahkan 200 org musuh; dan jika di antara kamu ada 1000 org (yg sabar), nescaya mereka dpt mengalahkan 2000 org musuh dgn seizin Allah. Allah beserta org2 yang sabar.."(QS 8:66)

Kerana itu ketika Rasulullah SAW dalam perang Badar mengatur barisan sahabatnya lalau bersabda, "Bangkitlah kalian menuju ke syurga yang lebarnya selebar langit dan bumi"

Umair bin Alhamaam bertanya, "Lebarnya selebar langit dan bumi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ya". Lalu Umair berkata, "Untung...untung". Ditanya oleh NAbi, "Mengapa anda berkata begitu?". Ia menjawab, "Saya ingin menjadi penghuninya". Maka sabda Nabi SAW, "Sungguh, anda salah seorg penghuninya".

Maka Umair bin Alhamaam terus maju ke depan, mematahkan sarung pedangnya dan mengeluarkan beberapa biji kurma yang akan dimakannya, kemudian membuang sisanya sambil berkata, "Jika aku hidup sampai habisnya kurma, sungguh sangat lama". Kemudian ia maju berperang hingga terbunuh syahid. Subhanallah!

Begitu sekali kecintaan para sahabat pada syahid... begitu mencintai syahid dan menginginkan syurga. Maka harga yang perlu dibayar sangat mahal. Tinggal harta, wang ringgit, keluarga, malah nyawa. Adakah kita sebegitu sekali mencintai syahid...menginginkan syurga Allah?

Nah kawan-kawan yang membaca... Mari renungi kisah ini. Tak usah dikejar sangat dunia itu. Bila-bila masa sahaja Allah akan tarik nikmatnya. Fikirkan nasib kita di alam barzakh kelak, di padang Mahsyar kelak... Bagaimana keadaan kita mahu berhadapan dengan Allah?

Bagaimana keadaan dirimu jika mahu berjumpa Allah nanti???
........

Apa sekalipun yang melanda, biarlah Allah yang menghakimi. Kita manusia hanya mempu berda'wah sedaya mampu. Jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan, jika manusia hanya memandang sebelah mata sahaja da'wah ini... itu tidak menjadi masalah. Kerana kita berda'wah kerana Allah, kerana mengikut sunnah terbesar Rasulullah SAW. Hidayah itu milik Allah. Hanya Dia yang berkuasa menentukan sipakah hamba terpilih yang begitu beruntung menikmatinya.

Buat semua adikku yang sangat dikasihi. Adik-adik yang pernah bermesra denganku, yang pernah berkongsi suka dan duka bersama. Asifuni jiddan jika diri ini tidak mampu berkongsi tarbiyah sebaiknya dan sesaksamanya kepada kalian. Janganlah dibiarkan diri kalian hanyut dengan kemewahan dan kenikmatan dunia. Kejarlah serapat-rapatnya cinta Allah. Kejarlah sedapat-dapatnya nikmat takut dan mengharap keredhaan Allah. Hanya itulah motivasi terbesar kalian menghadapi dunia. Biarlah manusia memandang rendah kepadamu... Biarlah manusia mengatakan apapun tentang dirimu. Tapi jangan sekali-kali biarkan Allah memandang hina kepadaMu. Menangislah mengenang dosa-dosamu di dunia, jangan sampai aku dan kalian menangis mengenang dosa-dosa di hadapan Allah nanti. Ingatlah duhai adik-adikku tersayang. Hanya itu yang mampu dipesan di kala diri jauh dari pandangan...

Dua kemenangan yang mahu diraih: HIDUP MULIA, MATI SYAHID


Tuesday, September 22, 2009

Raya ini

Bismillahirrahmaanirrahim...

Alhamdulillah, Syawal menjelma lagi. Serasa kurang terasa syawal ini kerana malam-malam terakhir Ramadhanku tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Allah mengujiku dengan 'kelemahan kewanitaan' tahun ini. Tak mengapalah...banyak hikmahnya.Hanya Allah Maha Mengetahui.

Entah mengapa, sangat demotivated untuk mengupdate blog. projek final year yang tak sudah-sudah, hinggakan instructor projekku yang berasal dari Yaman berkata, "Actually, we're not supposed to do the lab work during the last days of Ramadhan..." huh, dengar saja dia kata begitu, aku cuma tersenyum. Dalam hati aku berkata, tau takpa. "Then, what to do? You're the big boss!" aku memerlinya. Dia cuma ketawa.

Mana taknya. Memang setiap hari dalam bulan Ramadhan tu, dari pagi sampai petang kami habiskan masa di lab untuk menyiapkan projek. Terkadang aku dan partner projek balik sampai lewat malam. Buka puasa?huhuh, aku pernah berbuka puasa hanya dengan air paip yang aku rebus dalam bikar..dalam processing lab. Jarang-jarang aku dapat solat tarawikh berjemaah. Apa lagi solat dan buka di masjid. Kalo sampai bilik, aku hanya solat tarawikh di bilik secara solo. Kadang-kadang, roomate join skali. Pernah juga, balik terus tidur. Tak larat nak buat apa-apa dah. Subhanallah, aku kira itulah tarbiyah askariyah Allah padaku. Melatih diri menjadi akhawat yang kental dgn cabaran hidup. Haih, ini baru 1st degree. belum master or phD lagi. belum kerja lagi, belum masuk medan dakwah sebenar lagi. Kalo cabaran sebegini pun sudah tewas, bagaimana nanti mahu menjadi ummi murobbiyah yang succes?

Syawal ini aku terasa hikmahnya. Dari 1 syawal hingga 3 syawal ini, rumah kami memang sentiasa dikunjungi tetamu. Stamina kene kuat, nak jamu tetamu. Alhamdulillah, Allah memberikan kami rezeki dalam bentuk pelayanan para tetamu. Teringat peristiwa lucu di petang 1 syawal. Lepas solatsunat aidilfitri, kami pi umah wan(mak kpd ayah kami), pastu paklong, pastu kak nor (pengasuh masa kecik2), pastu umah tok andak (adik arwah atok, ketua kampung pondoi), pastu umah tok mat sah (member baik arwah atok n ayah). Lepastu trus balik rumah. memang letih.. ingat takda orang datang, mereka suma landing, bersiap nak 'berqailullah'. Ceh, macam confirm je takkan ada orang datang. Tinggal aku seorang membelek kamera. Tiba-tiba aku dengan bunyi derap kaki di luar... pandang sekilas di cermin tingkap.. seorang lelaki, badannya rendah, berambut putih dan sedikit tempang. SAH!


kami menjamu selera di rumah kedai wan

"Ayah, tok busu datang!..."aku sedikit terjerit mengejut ayah yang baru nak lelap. Hahah, lepastu suma orang bangun mengejut kelam kabut mengemas rumah. Tok busu n keluarga anak-anaknya datang menziarah. Dup..dup, dalam kami kelam kabut menyiapkan juadah (mujur pagi tu ibu sempat membuat seperiuk besar kuah lodeh, alhamdulillah, penyelamat kami, hehe aku tukang siapkan bahan je), kemudian, datang lagi satu rombongan. Keluarga paklong dan keluarga pak usu. Subhanallah, sangat meriah rumah kami yang lama ditinggalkan tak berpenghuni tu. Bila keluarga tok busu balik, datang pula sekumpulan besar keluarga tok andak. Subhanallah...subhanallah... Sungguh besar kurniaan Allah di hari kemenangan. Walaupun kami letih, tapi kami seronok menerima kurniaan Allah ini. Alhamdulillah...


لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق

“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” (HR. Muslim).



my beloved brothers (along,angah,acik,adik)


Subhanallah, tak rugi jadi orang yang peramah. Aku dapat lihat contoh itu dalam diri ayahku. Beliau seorang yang sangat suka menyambung silaturrahim, dan suka memaniskan muka kepada semua orang yang ditemuinya. Dia bukanlah ahli mana-mana perubuhan NGO spt JIM, ABIM, etc.. tapi semngatnya menyemai benih kebaikan dalam orang sekelilingnya begitu menebal. Setiap kali raya, pasti akan dibawanya kami pergi berziarah rumah tok-tok saudara, mak-ayah saudara supaya talian persaudaraan itu tetap terpelihara. Petang raya pertama, lepas penat melayan tetamu, lepas asar kami berangkat pula ke Sungai Dua (Negeri Sembilan) untuk menziarah Tok Alang dan keluarganya. Malam itu kami rushing kemas rumah kampung untuk pulang ke rumah Tampin kerana keesokan harinya kami akan menerima tetamu di Tampin pula. Petang raya kedua, kami berziarh ke Semerbok, rumah-rumah kaum kerabat sebelah ibu. Hehe, keluarga kami memang kuat jalan =P

Raya ke-3, kami di tepi pantai Pengkalan Balak, meraikan hari jadi ayah


Jadi tidak hairanlah jika rumah kami sentiasa dikunjungi tetamu. Masyarakat sangat menyenangi sifat ayahku. Bahkan dalam konflik keluarga ibuku juga, ayahku yang menjadi tempat rujukan, bak kata orang 'problem solver'. Bukanlah nak meriak atau menunjuk-nunjuk. Cuma apa nak diketengahkan di sini ialah dalam berdakwah, hati masyarakat perlu dicuri dahulu supaya mudah dakwah itu diterima. Dalam pendekatan dakwah juga harus diselitkan bahasa-bahasa yang sopan dan tuturkata yang lembut. Walaupun ilmu penuh di dada, ilmu tersebut harus disampaikan dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang hanya bersemangat dan hanya tahu mneyalahkan sahaja. Bersabarlah dalam berdakwah. Jangan hanya mencontohi Rasulullah SAW dalam bab ibadah dan aqidah sahaja. Adab-adab dan perilaku baik bersama objek dakwah juga harus dipandang berat supaya Islam itu dapat difahami dengan baik oleh semua masyarakat. Bersabarlah..bersabarlah...

Selamat Hari Raya =)

Wassalam...

Friday, September 11, 2009

Keutamaan Lailatul Qadar

Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahawa malam lailatul qadar adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahawa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak kerana ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahawa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahawa lailatul qadar dinamakan demikian kerana pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.

[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.

Adapun keutamaan lailatul qadar adalah:

Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkati. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4).

Malam yang diberkati dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر

“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5).

Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah yang tidak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sehingga terbitnya waktu fajar.[3]

Kedua, lailatul qadar lebih baik daripada 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik daripada amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid dan Qatadah berpendapat bahawa yang dimaksud dengan lebih baik daripada seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]

Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Daripada Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar kerana iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.[6]

Bilakah Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”[7]


Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih besar daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.[8]


Lalu bila tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqalani telah menyebutkan empat puluh pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat daripada pelbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil daripada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9].

Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir daripada bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” [10]

Para ulama mengatakan bahawa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeza jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, pasti orang-orang akan bermalas-malasan.[11]

Do’a di Malam Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyakkan do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى »

Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”[12]

Tanda Malam Lailatul Qadar

Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana daripada Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.”[13]

Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelazatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebahagian sahabat.

Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.[14] [15]

Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh rugi seseorang yang luput daripada malam tersebut. Semestinya setiap muslim memerhatikan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan daripada memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput daripada seluruh kebaikan.[16]

Oleh kerana itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Semestinya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”[17]


Semestinya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi isteri-isterinya daripada berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengetatkan sarungnya (untuk menjauhi para isteri beliau daripada berjima’[18]), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”[19]

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.[20]

Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan kebanyakan malam dengan ibadah dan bukan seluruh malam, Pendapat ini dipilih oleh sebahagian ulama Syafi’iyah.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, boleh pula dengan zikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama daripada amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar kerana iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.[23]

Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Juwaibir pernah mengatakan bahawa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berzikir), apakah mereka boleh mendapatkan bahagian daripada lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap boleh mendapatkan bahagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bahagian malam tersebut.”[24]

Dari riwayat ini menunjukkan bahawa wanita haidh, nifas dan musafir tetap boleh mendapatkan bahagian lailatul qadar. Namun kerana wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika keadaan seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah,


1. Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.[25]
2. Berzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan zikir lainnya.
3. Memperbanyak istighfar.
4. Memperbanyak do’a.[26]

Beri’tikaf Demi Menanti Lailatul Qadar

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau. Inilah yang diterangkan ‘Aisyah.[27] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berzikir ketika itu.[28]

Beberapa hal yang boleh diperhatikan ketika ingin beri’tikaf.

Pertama, i’tikaf mesti dilakukan di masjid dan boleh di masjid mana saja.

I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga isteri-isteri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.

Menurut kebanyakan ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid kerana keumuman firman Allah di atas (yang ertinya) “Sedang kamu beri'tikaf dalam masjid”. Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, ”Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan masjidil aqsho”. Perlu diketahui, hadits ini masih diperselisihkan statusnya, apakah marfu’ (sabda Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat).

Kedua, wanita juga boleh beri’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan isteri beliau untuk beri’tikaf. Namun wanita boleh beri’tikaf di sini mesti memenuhi 2 syarat: (1) Diizinkan oleh suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi lelaki).

Ketiga, yang membatalkan i’tikaf adalah: (1) Keluar masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada keperluan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub , yang hanya boleh dilakukan di luar masjid), (2) Jima’ (bersetubuh) dengan isteri berdasarkan Surat Al Baqarah : 187 di atas.

Keempat, hal-hal yang dibolehkan ketika beri’tikaf di antaranya:
(1) Keluar masjid disebabkan ada hajat seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak boleh dilakukan di dalam masjid.
(2) Melakukan hal-hal mubah seperti bercakap-cakap dengan orang lain.
(3) Isteri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.
(4) Mandi dan berwudhu di masjid.
(5) Membawa peralatan untuk tidur di masjid.

Kelima, jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 (sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan.

Keenam, hendaknya ketika beri’tikaf, sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo’a, zikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. [29]

Semoga Allah memudahkan kita menghidupkan hari-hari terakhir di bulan Ramadhan dengan amalan ketaatan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Ertikel http://rumaysho.com

Footnote:



[1] Periksa Zaadul Maysir, 6/177, Ibnul Jauziy, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah
[2] Periksa Zaadul Maysir, 6/179
[3] -idem-, 6/180
[4] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, 1428 H.
[5] Periksa Zaadul Maysir, 6/179
[6] HR. Bukhari no. 1901.
[7] HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169
[8] HR. Bukhari no. 2017
[9] Lihat Fathul Baari, 6/306, Mawqi’ Al Islam Asy Syamilah.
[10] HR. Bukhari no. 2021
[11] -idem-
[12] HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahawa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun ...” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at no. 25.
[13] HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya
[14] HR. Muslim no. 1174
[15] Lihat perbahasan di Shahih Fiqih Sunnah, 2/149-150, Abu Malik, Maktabah At Taufiqiyyah.
[16] HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahawa hadits ini shahih.
[17] HR. Muslim no. 1175
[18] Lihat tafsiran ini di Latho-if Al Ma’arif, hal. 332
[19] HR. al-Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174
[20] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331
[21] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 329
[22] Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/313, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
[23] HR. Bukhari no. 1901.
[24] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331
[25] Dalam at Tamhid (17/397, Syamilah), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan Syam tidak berselisih pendapat bahawa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci dalam pengertian lain berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.
[26] Lihat perbahasan di “Al Islam Su-al wa Jawab” pada link http://www.islam-qa.com/ar/ref/26753
[27] HR. al-Bukhari no. 2026 dan Muslim 1172.
[28] Latho-if Al Ma’arif, hal. 338
[29] Perbahasan i’tikaf ini disarikan dari Shahih Fiqih Sunnah, 2/150-158

http://www.rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2696-menantikan-malam-1000-bulan.html


This post was emailed by Abu Usamah
Moga bermanfaat...

Thursday, September 10, 2009

Jalan Cinta Para Pejuang

Allahumma, Rabb Jibril, Mikail wa Israfil
Yang Menghamparkan langit serta bumi
Mengetahui yang ghaib serta yang terang
Engkaulah yang memutuskan hukum dia antara hamba-hambaMu
terhadap apa yang mereka perselisihkan
Dengan izinMu, tunjukkanlah kebenaran padaku,
dalam perselisihan itu,
Sesungguhnya Engkaulah yang memberi petunjuk
kepada siapa sahaja yang Engkau kehendaki...
(HR Muslim, no 770, I/534)

Bismillahi walhamdulillah...

Perselisihan itu wajar, membawa rahmat. Lihat sahaja hikmah di sebalik perbezaan fikiran antara ulama-ulama fiqh. Jika difikir, perbezaan itu membawa hikmah kasih sayang sebenarnya. Cuma pada mereka yang 'buta jiwa'...terlalu taksub, menutup pandangan luar, maka hanya keburukan orang lain yang mampu dilihat. Menghijab kelemahan diri sendiri. Inilah yang mahu kita elakkan dalam berda'wah. Kita berda'wah, mengajak orang kepada kebaikan, bukan menghukum sesiapa sesuka hati. Juga dai'e yang bermaksiat secara terang-terangan... malulah kepada Allah, meskipun antum tidak malu kepada manusia!!...

Rupanya menjadi tenaga peggerak itu lebih mudah daripada mnjadi penjana minda. Baru ku tahu... Walaupun penggerak ini memerlukan banyak tenaga untuk beraksi, namun keletihan yang dirasa tidak sama seperti keletihan penjana minda. Tidak hairanlah jika setiap kali hadir halaqah, aku akan temui wajah murobbi yang sedikit cengkung dan nampak keletihan... Subhanallah... begitu banyak ladang dakwah yang harus dimanage... apalagi halaqah-halaqah mingguan yang tak ku tahu bilangan sebenarnya. Duhai sang Murobbi... Semoga Allah membalas pengorbananmu dengan syurga yang tidak terbanding nikmatnya di akhirat kelak, ameen..

Minta didoakan semoga Allah memberikan kekuatan kepada kami untuk meneruskan jihad ini, untuk segala urusan berjalan lancar...

Khas untuk akhawat yang disayangi, nantikan KHAZINATUL ASRAR Oktober ini, insyaAllah. Kita menanti pewaris-pewaris dakwah dalam kalangan mereka satu hari nanti =)

Wassalam.

Saturday, September 05, 2009

Keutamaan Taubat dan Orang-orang yang Bertaubat dalam al Qur'an

Tentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur'an berbicara:

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).

Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang Rabb semesta alam.

Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan dengan menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di dalamnya mereka mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta mendapatkan tempat yang baik. Firman Allah SWT:

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)dosa(nya)." (QS. Al Furqaan: 68-70.).

Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan kebaikan? Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya bagi orang-orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman:

"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)

Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti sabda Rasulullah Saw:

"Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami' Shagir - 5235)

Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta berdo'a kepada Allah SWT agar Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka. Serta memasukkan mereka ke dalam surga. Dan menyelamatkan mereka dari keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di dunia, sedangkan para malaikat sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman:

"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar." (QS.Ghaafir: 7-9).

Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang mengabarkan akan diterimanya taubat orang-orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan banyak redaksi. Dengan berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan rahmat-Nya, yang tidak merasa sempit dengan perbuatan orang yang melakukan maksiat, meskipun kemaksiatan mereka telah demikian besar.
Seperti dalam firman Allah SWT:

"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? ." (QS. At-Taubah: 104)

"Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahankesalahan." (QS. Asy-Syuuraa: 25)

Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat." (QS. Ghaafir: 3)

Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata lain, orang yang bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman Allah SWT dalam masalah pria dan wanita yang mencuri:

"Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah: 39)

"Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'aam: 54)

"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119)

Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya "at-Tawwab" (Maha Penerima Taubat) terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam do'a Ibrahim dan Isma'il a.s.:

"Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 128).

Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka menyembah anak sapi:

"Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang ." (QS. Al Baqarah: 54)

Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya:
"Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 64)


copied from: Tuntutan BerTaubat Kepada Allah SWT by Yusuf Al-Qaradhawi
 

Text