Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, May 31, 2011

Rindu itu Adalah...

Entah mengapa, satu perasaan rindu menyelinap dalam hati saya waktu lunch hour ini... maka Allah mengilhamkan saya untuk copy paste lagu Hijjaz ini...

____________
Rindu itu adalah
Anugerah dari Aallah
Insan yang berhati nurani
Punyai rasa rindu

Rindu pada kedamaian
Rindu pada ketenangan
Rindukan kesejahteraan
Dan juga kebahagiaan

Orang-orang yang bertaqwa
Rindu akan kebenaran
Kejujuran dan keikhlasan
Keredhaan Tuhannya

Orang mukmin merindukan
Anak-anak yang soleh
Isteri-isteri solehah
Keluarga bahagia

Para pencinta kebenaran
Rindukan suasana
Masyarakat yang terjalin
Aman dan sejahtera

Merindukan tertegaknya
Kalimah Allah di muka bumi
Dan dalam merindukannya
Keampunan Tuhannya

Dan seluruh umat itu
Merindukan cahaya
Yang menyinari kehidupan
Rindu pada Tuhan

...

rindunya pada adik-adik saya...
rindunya pada kawan-kawan seperjuangan saya dahulu...
rindunya pada tanah suci yang saya kunjungi dahulu...
rindunya pada orang-orang soleh yang pernah saya temui dahulu...
rindunya pada kalimah-kalimah nasihat berbekas yang pernah saya dapati dahulu...
rindunya pada diri saya yang dahulu...
rindunya...



لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami ! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”.

( Surah al-Baqarah : 286 )

Monday, May 30, 2011

Jiwa yang Berbekas

Bismillahi Walhamdulillah...

Assalamualaikum wbt...

Saya sangat terkesan dengan pemergian hamba Allah ini... Semat dalam hati, saya bercita-cita ingin mencontohinya, insyaAllah...

___________________

Ustadzah Yoyoh: Penjaga Hati Para Ummahat

Rabu, 25/05/2011 10:26 WIB | email | print

“Semoga kita mampu mengikuti jejak dan kiprah beliau dalam dakwah ini…” demikian curahan hati seorang kawanku Nurmala dalam statusnya di Facebook. Hatiku membantah, sosoknya terlalu 'sempurna', beliau begitu mampu mengerjakan apa saja yang tidak mampu dikerjakan orang lain.


Beliau mengerjakan semua pekerjaan yang dilakukan oleh lebih dari 10 orang. Terlalu jauh bagiku atau kita untuk mengejar apa yang telah dilakukan, sosoknya terlalu sempurna... Bagiku... beliau adalah... penjaga hati para ummahat.


Bila ada ummahat yang sakit hati atau disakiti, maka beliau menjadi bahu sandarannya, ucapannya penguat dan disingkirkannya semua beban persoalan lain, termasuk persoalan dirinya hanya untuk menampung masalah dakwah dan pribadi para ummahat seakan-akan masalah pribadi ummahat adalah masalah yang terpenting dan tergenting di dunia ini.


Dan hal ini mendatangkan rasa aman dan nyaman bagi para muslimah disekelilingnya. Beliau selalu siap untuk didatangi, diajak, ditelepon, di-SMS, diganggu walau malam hari sekalipun.


Terkadang, aku bingung. Kapan beliau tidur? karena handphonenya selalu siaga untuk menjawab sms yang masuk setiap waktu, walau pukul 3 pagi sekalipun. Padahal, masih teringat kuat dalam benakku, suatu ketika beliau baru pulang pukul 00.30 dini hari demi menunaikan tugas dakwah yang begitu melelahkan. Namun demikian, beliau menjawab dengan cepat ketika di sms pada pukul 3 pagi... Subhanallah... Padahal jawaban yang dinanti bisa saja dibalas di pagi hari setelah matahari datang.


Wanita yang solihah itu, yang akrab dipanggil Ummu Umar, Ustadzah Yoyoh, selalu mengutamakan diri kami, mengutamakan masalah-masalah orang lain, selalu menjaga hati kami agar tidak pecah. Hati-hati yang seringkali berdarah dan luka karena berbagai macam persoalan dan masalah. Maka hati-hati itu selalu menjadi segar seperti bunga yang disiram air mawar, kembali tumbuh dan kuat untuk menempuh apapun cobaan di dunia ini. Sungguh, kehilangan yang amat sangat.


Kadang aku heran, kepada siapa engkau mengadu ketika banyak masalah berdatangan menghampiri. Ketika kutanyakan hal itu baik-baik, dengan tegar engkau selalu mengajak kami kembali pada Allah, dan menyerahkan segalanya pada Allah. Engkau selalu tampil dimuka mendukung dan mensupport siapa saja dengan caramu yang indah, yang tidak menyinggung hati siapapun, yang selalu tersenyum walaupun disakiti, yang selalu sabar dan menganggap semua cobaan hidup ada jalannya.


Benar katamu, setiap peluru di Palestina sudah ada pasangannya masing-masing, itulah yang membuatmu tak gentar sedikit pun ketika harus berangkat ke Palestina dan mengajak kami semua kesana menyemangati para muslimah disana, menjenguk pabrik roti yang sedang kita buat, dan berbincang-bincang, dengan janji untuk menyebarkan pada siapa saja tentang perjuangan Palestina.


Batinku pagi ini, siapa yang akan menggantikan sosokmu yang begitu sempurna?


Ummahat di Palestina, begitu mereka sangat kehilangan dirimu, PASTI! Dimana mereka membutuhkan sekali kehadiranmu, LAGI dan LAGI!... Dengan semangatmu yang membara, itu semua membuat mereka bahagia. Ada banyak muslimah yang diwakili dirimu, bersedia menanggung beban dan membawa doa bagi rakyat Palestina.


Aku tahu, di MATAMU ADA CINTA yang menyorot lembut ketika berkisah mengenai dakwah dan perjuangan umat Islam dimana-mana, dari Indonesia sampai Palestina. Sosokmu demikian sempurna, hatimu begitu lembut, engkau adalah guru, kakak, murobbiyah, da’iyyah, sahabat, juga kawan perjalanan yang sudah sampai pada hari terakhir yang dijanjikan...


Allah sayang padamu dan mengetahui engkau menyimpan beban yang teramat berat dan maksimal. Tugasmu di dunia selesai sudah, dan bergembiralah menjadi salah seorang syuhada, dengan caramu, tatapanmu, dan juga semangatmu yang membekas dihati siapa saja yang pernah dekat denganmu.


Bagiku, tiada siapa yang mampu menggantikan dirimu, letakmu ada di dalam hatiku yang paling dalam, melekat erat tak tergoyahkan. Kepergianmu membuat banyak orang terhenyak, namun salah satu ciri orang soleh adalah kepergiannya membuat orang merasa sangat kehilangan, membuat orang menjadi ingin berbuat baik, membuat orang hanya ingat pada kebaikannya saja.


Selamat jalan guruku, sahabatku, murrobiyahku, naqibahku, kecintaanku, tempat dimana aku menangis, dan kau adalah ciptaan Allah yang merupakan segalanya bagiku. Sekali lagi ingin kukatakan, tempatmu ada dalam hatiku, dalam relung ujung dan dasar hatiku, takkan tergantikan oleh siapapun di dunia ini selain suamiku.


Engkau mujahidah dengan kualitas terbaik yang pernah kutemui di dunia ini.


Note : Dalam khayalku, mungkin kita akan berjumpa di sebuah pasar di surga di setiap jum’at. Dan engkau menubrukku sebagaimana engkau pernah menubrukku di depan Masjidil Haram sembilan bulan lalu dan memanggilku, ”Fiii, sama siapaaa...?” (bila harapan surgaNya kita tidak sama tingkatannya), atau “Assalamu’alaikum, ini ikan bakar dan gudeg, tolong kasih Mam Fifi yaa, buat anak-anak, bilangin (bisiknya lembut pada khadimahku), dari bu Yoyoh...” Begitu sering sekali beliau lakukan itu ketika pulang dari bepergian dakwah dan perjalanan yang jauh, memberi sesuatu yang sedap dimakan. “Untuk tetanggaku di surge,” pesannya diatas secarik kertas. Indah ungkapannya, masih terasa kuat menghujam di hati.


Potongan email Ustadzah Yoyoh sebelum beliau berangkat ke Sudan pada bulan Maret :


“Ketika mau naik pesawat saat petugas mengumumkan waktu boarding, saya menuju toilet terlebih dahulu untuk bersih-bersih dan berwudhu. Saya selalu berusaha menjaga wudhu karena saya ingin bila suatu saat saya dipanggil Allah SWT, maka saya dalam keadaan berwudhu. Kita menyadari bahwa hidup ini memang penuh misteri, kita hanya menjalankan program pilihan Allah, bukan pilihan kita. Sering kali kita membuat program detail untuk jangka pendek, menengah atau jangka panjang, baik untuk kepentingan pribadi atau kepentingan organisasi namun ternyata yang terealisir hanya beberpa persen saja dari yang kita rencanakan seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 34,


Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman [31] : 34)


Potongan SMS Ustadzah Yoyoh pada beberapa sahabat :


Ya Rabb, aku sedang memikirkan posisiku kelak di akhirat...


Mengkaitkan aku dengan berdampingan penghulu para wanita, Khadijah Al-Qubro yang berjuang dengan harta dan jiwanya? Atau dengan Habsah binti Abu Bakar yang dibela oleh Allah saat akan dicerai karena Showwamah dan Qowwamahnya? Atau dengan Aisyah yang telah hafal 3500-an hadist, sedang aku... ehm.. 500 juga belum.. atau dengan Ummu Sulaiman yang shobiroh atau dengan asma yang mengurus kendaraan suaminya dan mencela putranya saat istirahat dari jihad... atau dengan siapa ya?


Ya Allah tolong beri kekuatan untuk mengejar amaliyah mereka.. sehingga aku layak bertemu mereka bahkan bisa berbincang dengan mereka di taman firdausmu.


“Jiwa yang bebas terbang ‘tuyuur’ (terbang dengan bebas seperti burung) untuk mentaati perintah Allah tanpa dipenjara oleh fisik dan lain-lain.” (Yoyoh Yusroh)


Source: http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/ustadzah-yoyoh-siapakah-penerusmu-kelak.htm

Wednesday, May 11, 2011

Things That Happen To Me These Days...

Things that I would like to share with readers...

_____________________________
Question:

Dear Prof Azhar,

Assalamualaikum wbt and a very good morning.

I am Nor Izyati Md. Rahim, your USM Food Technology ex-student batch 2006-2010 which was graduated last year in August, 2010. Right now I am working in a health and nutrition communication consultant and would like to ask you some questions on behalf of the Nutrition Month Malaysia 2011, the annual nutrition promotion campaign jointly organised by the Nutrition Society of Malaysia (NSM), the Malaysian Dietitians’ Association (MDA) and the Malaysian Association for the Study of Obesity (MASO).

Recently, I am sure you have watched the advertisement on TV and newspaper about Fonterra (Malaysia) Sdn. Bhd claims that their growing up milk (Anmum Essential) has no added sugar which is very good for the children, and they are the only milk company that does not add sugar in their milk product. This claim has exaggerated the milk industry where most of the growing up milk company are nervous and said that the claim is too much and they have already followed the food act about the necessary amount of sugar to be added in milk.

For your information, right now the Steering Committee (SC) of the Nutrition Month Malaysia 2011 which is chaired by Dr. Tee E Siong, the president of Nutrition Society of Malaysia (NSM) are having discussion and decided to write an article to overcome the situation and explain the truth to the society. The claim has also made the mothers becoming sensitive of the sugar in milk and some of them have opinion that milk is not good as it contains added sugar, thus no need to give their children milk, as recently there are issues about obesity in children. But the SC members think that it is not suppose to happen, as some sugar is also needed and good for children.

We have some questions to ask you as the expert in food processing:


1) As an expert in food processing, what is your opinion on this issue? Prof Dr Azhar: As below.

2) We found that in food labels of milk powder product, they listed ‘lactose’ as the ingredients (but not in fresh milk). Does that mean that they add the lactose instead of having it naturally in milk?
Prof Dr Azhar: Sometimes lactose is added to standardize solid milk.

3) We understand that adding sugar might give some advantages to the production of milk, that is increasing the palatability and also the volume of the milk after being spray dried. But referring to Fonterra (Anmum Essential) case, is it still ok if the milk did not added with any sugar, no matter how and what type of sugar it is?
Prof Dr Azhar: There are other milk in the market that do not list sucrose. It is OK without sugar, it's a choice. really we need to run sensory evaluation to prove a point - added sugar enhances taste, motivating milk drinking, good for their growth.


Thank you for your time reading the email. Appreciate your opinions as we need also some thought from a food technology expert and concern in terms of giving knowledge and true understanding about the situation to the society.

Thank you.

Warmest Regards,
Secretariat
Nutrition Month Malaysia 2011

Nor Izyati Md. Rahim
Communications Executive


Answer:

Salam Nor Izyati,
thank you for the questions.

Yes Anmum is promoting their milk well. However it is all based on perception rather than true value. The value delivered to consumers are simply perceived value. There is no study to support the idea that added sugar in milk is harmful in any way.

If we run sensory evaluation on all the milk on the market then we might find out the reason for adding sugar, that is to improve taste and flavor. Food technologists use their formulation skills to produce milk that is perceived as tasty and nutritious. Not many kids like drinking milk as it is, thus sugar is essential in order to motivate daily consumption. These kids are young and their metabolic rates are high. Consuming milk with added sugar would not cause obesity, in fact the energy obtained from the sugar is used for building tissues and growth.

The other companies could join fonterra, or they can relaunch their milk as products with more carbo-energy for growth (another perceived value). (more views above in green)

Azhar Mat Easa

Wednesday, May 04, 2011

Wanita di bawah Cahaya al-Quran dan al-Sunnah

Oleh : AisyahHumaira (al-ahkam.net)

Pendahuluan

Apakah sifat seorang wanita yang beriman kepada Allah dan RasulNya? Bagaimanakah seorang wanita itu seharusnya bertingkahlaku untuk dia digelar wanita yang solehah? Dan apakah petunjuk Nabi :selawat kepada kaum wanita dari kalangan umatnya dalam menjalani kehidupannya? Sesungguhnya tidaklah seorang wanita itu mengikut setiap pesanan dan nasihat dari guru sekalian umat ini -:selawat- melainkan dia digelar wanita yang solehah. Tiada satu pun yang dapat mengukur kebaikan dan kemuliaan seorang wanita itu melainkan dengan kekuatannya berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah. Tulisan ini akan menjawab persoalan-persoalan yang diutarakan di atas berdasarkan dalil-dalil dari al-Quran dan al-Sunnah. Wahai kaum wanita, perhatilah dan selamilah petunjuk serta wasiat dari Penciptamu dan Rasulmu serta hadapilah hidup ini dengan hati yang lurus!

.

Sifat wanita yang beriman

Sekiranya seorang wanita itu berakhlak dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat berikut, maka bergembiralah dia dengan syurga yang dijanjikan oleh Allah untuknya.

(1) Keimanan dan taqwa kepada Allah serta kecintaannya kepada Rasul :selawat. Seorang wanita itu seharusnya mendahulukan Allah dan Rasul :selawat dalam apa jua perkara serta menjadikan keduanya sebagai kayu ukur dalam setiap gerak-geri dan tingkahlakunya. Allah Taala berfirman yang bermaksud : «Tiadalah bagi lelaki yang beriman dan wanita yang beriman (hak) untuk memilih dalam urusan mereka apabila Allah dan RasulNya telah memutuskan urusan itu. Barangsiapa menderhakai Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata» [al-Ahzab : 36]. Dan Nabi :selawat telah menjanjikan bahawa mereka yang mendahulukan Allah dan RasulNya dalam setiap perkara maka mereka akan mendapat kemanisan iman. Nabi :selawat berkata yang membawa maksud : «Tiga perkara yang mana ia terdapat pada diri seseorang itu, maka dia akan merasai kemanisan iman ; orang yang mencintai Allah dan RasulNya melebihi segala sesuatu; orang yang mencintai orang lain kerana Allah; dan orang yang membenci kekafiran sebagaimana dia membenci dimasukkan ke dalam api neraka»[1].

Seorang wanita yang beriman itu selalu mengingati Allah dalam keadaan bersendiri mahupun ramai, dan dalam keadaan senang ataupun susah. Hatinya sentiasa terikat dengan Allah dan dia sentiasa memelihara iman di dalam hatinya dengan zikir, ibadah-ibadah sunat, membaca al-Quran serta memerhati tanda-tanda kekuasaan Allah. Kehidupan bagi seorang wanita itu bukanlah emas dan perhiasan, kehidupan juga bukan suami ataupun keluarga; tetapi kehidupan bagi seorang wanita itu ialah iman dan amalan-amalan soleh yang akan dibawa berjumpa Allah kelak. Allah berfirman yang bermaksud : «Barangsiapa mengerjakan kebaikan baik lelaki ataupun perempuan, sedang dia beriman, nescaya Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan Kami balasi mereka dengan pahala yang terlebih baik dari apa yang telah mereka amalkan» [al-Nahl : 97]. Seorang wanita yang menjadikan al-Quran dan al-Sunnah sebagai tunggak hidupnya, maka dia akan menjalani kehidupan di dunia ini dengan aman dan bahagia. Dari Suhaib al-Rumi, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Sungguh mengkagumkan urusan orang mukmin itu, setiap urusannya adalah baik, tidaklah perkara ini berlaku kepada seseorang pun melainkan orang mukmin, jika dia mendapat perkara gembira, dia bersyukur, itu adalah baik baginya, dan jika dia ditimpa musibah, dia bersabar, itu adalah baik baginya»[2].

(2) Sentiasa melazimi rumah dan tidak berhias-hias (tabarruj). Sekian banyak dalil-dalil dari al-Quran dan al-Sunnah yang menunjukkan bahawa melazimi rumah itu adalah lebih baik bagi seorang wanita. Setiap apa yang disebut sebagai baik oleh Allah dan Rasul :selawat, maka tiadalah sesuatu pun yang lebih baik dari perkara itu. Allah berfirman di dalam al-Quran yang menunjukkan perintah kepada isteri-isteri Nabi :selawat yang bermaksud : «Tetaplah kamu dalam rumahmu dan janganlah kamu berhias-hias seperti berhiasnya perempuan jahiliyah yang dahulu…» [al-Ahzab : 34]. Ibn Kathir berkata ketika menafsirkan ayat ini : "Adab-adab ini telah Allah perintahkan kepada isteri-isteri Nabi :selawat dan wanita umat ini (untuk mereka mengikuti ummahat al-mukminin)…(ayat ini bermaksud) iaitu tetaplah kalian dan janganlah keluar tanpa sebarang hajat dan antara hajat yang dibenarkan syara ialah solat di masjid dengan syarat yang telah ditetapkan[3]". Manakala al-Qurtubi pula berkata : "Ayat ini menunjukkan perintah untuk tetap di rumah, walaupun ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri Nabi :selawat, tetapi dari segi makna, ia juga merangkumi wanita-wanita lain, bagaimana tidak, sedangkan banyak perintah syara yang menyuruh wanita tetap di rumah dan tidak keluar kecuali darurat[4]".

Dalam suatu hadis, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Solat wanita di (bahagian dalam) rumahnya lebih baik dari solatnya di ruangan luar rumahnya[5], dan solatnya di dalam rumah kecilnya (makhda[6]) lebih baik dari solatnya di dalam bahagian dalam rumahnya (tadi)»[7]. Walaubagaimana pun, wanita dibenarkan untuk solat di masjid, tetapi solat mereka di rumah itu adalah lebih baik seperti yang dikatakan oleh Nabi :selawat yang bermaksud : «Janganlah kamu halang isteri-isteri kamu (bersolat) di masjid, (akan tetapi) rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka»[8]. Dalam syarah hadis ini disebutkan : Solat wanita di rumah itu lebih baik bagi wanita daripada solat mereka di masjid sekiranya mereka mengetahui, tetapi mereka tidak mengetahuinya lantas meminta izin untuk ke masjid dan menganggap bahawa pahala mereka bersolat di masjid itu lebih banyak. Solat mereka di rumah itu lebih baik kerana ia lebih aman dari fitnah, lebih-lebih lagi setelah berlakunya tabarruj dan berhias-hias di kalangan wanita…[9]. Perintah ini dikuatkan lagi dengan sebuah hadis Nabi :selawat yang bermaksud : «Wanita itu aurat, jika dia keluar maka syaitan akan memandangnya, dan seorang wanita itu paling hampir dengan Tuhannya sekiranya dia berada tetap di dalam rumahnya»[10]. Perkataan istasyrafa dalam hadis di atas membawa maksud syaitan akan mencantikkan wanita itu di mata lelaki, dan ada pendapat yang mengatakan bahawa maksud hadis ini ialah syaitan akan memandang wanita itu untuk menyesatkannya dan orang lain akan menjadi sesat disebabkan olehnya[11]. Subhanallah! Hadis ini menunjukkan kelebihan melazimi rumah bagi seorang wanita dan itu merupakan antara cara yang terbaik untuk dia mendekatkan diri kepada Allah. Maksudnya sama seperti hadis[12] yang menyatakan bahawa seorang hamba itu paling hampir dengan Allah dalam keadaan sujud, yang mana hadis ini menunjukkan kelebihan sujud dan galakan untuk memperbanyakkan sujud.

Perintah bagi wanita supaya tetap di rumah dan larangan untuk mereka keluar dikecualikan sekiranya mereka keluar dengan sebab-sebab dan hajat tertentu yang dibenarkan syara. Ini berdasarkan hadis Nabi :selawat di mana Aisyah :radhia menceritakan : Saudah :radhia telah keluar –selepas turunnya perintah hijab- kerana hajat tertentu, dan dia adalah seorang wanita yang berbadan besar, mereka yang mengenalinya pasti akan akan mengetahui bahawa dia adalah Saudah (walaupun dia memakai pakaian menutupi seluruh badan ataupun keadaan malam yang gelap), maka Umar melihatnya lalu berkata : Wahai Saudah, demi Allah, kamu tidak akan dapat menyembunyikan diri dari kami, maka fikirlah cara bagaimana kamu keluar tanpa dikenali. Aisyah berkata : Maka Saudah pun pulang, dan Baginda :selawat berada di rumahku sedang makan malam dan tangannya menggenggam daging, lalu dia masuk dan berkata : Wahai Rasulullah, aku telah keluar untuk menunaikan hajatku dan Umar telah berkata kepadaku (itu dan ini). Aisyah berkata : Maka Allah telah menurunkan wahyu kepadanya dan ketika keadaan itu selesai, daging itu masih berada di genggamannya seakan-akan beliau tidak mahu menyimpannya, lalu Nabi :selawat bersabda : «Kamu diizinkan keluar untuk memenuhi keperluanmu»[13].

(3) Sentiasa menundukkan pandangan dan memelihara dirinya. Seorang wanita yang beriman dan solehah itu sentiasa menundukkan pandangannya dari melihat perkara-perkara yang haram dan sentiasa memelihara kehormatan dirinya sebagai seorang wanita yang beriman.

Telah menjadi kebiasaan bagi wanita-wanita zaman ini samada yang sudah bersuami atau pun masih belum berkahwin –kecuali mereka yang dipelihara oleh Allah- untuk mempunyai sahabat dari kalangan lelaki. Ini bertentangan dengan sifat wanita yang beriman dari kalangan hamba yang disifatkan oleh Allah dalam surah al-Nisa yang bermaksud : «…dan berikanlah kepadanya mas kahwinnya dengan kadar yang patut, sedang hamba itu perempuan yang baik, bukan perempuan lacur dan bukan pula mengambil lelaki lain sebagai teman secara rahsia…» [al-Nisa : 25]. Inilah budaya barat yang cuba diserap masuk di kalangan wanita-wanita Muslimah kerana musuh-musuh Allah ini tahu bahawa rosaknya wanita Muslimah bererti rosaklah generasi Islam yang akan datang! Tetapi malangnya, fenomena ini dianggap biasa di zaman ini bahkan wanita yang tiada sahabat lelaki itu pula yang dikatakan ketinggalan zaman serta tidak pandai bersosial dan sebagainya. Allah jualah tempat meminta pertolongan.

Firman Allah lagi dalam surah yang sama mengenai sifat-sifat wanita yang baik itu : «…Perempuan-perempuan yang solehah ialah perempuan-perempuan yang taat, yang memelihara kehormatannya sewaktu suaminya tiada, sebagaimana Allah telah memeliharakan dirinya…» [al-Nisa : 34]. Maksudnya, mereka ini memelihara kehormatan diri mereka dan memelihara rahsia suami ketika ketiadaannya sebagaimana Allah memelihara mereka dengan memerintahkan para suami supaya bergaul dengan baik dengan mereka dan menunaikan hak-hak para isteri[14]. Inilah ciri-ciri wanita yang solehah.

Manakala perintah menundukkan pandangan pula tidaklah terhad pada lelaki sahaja, bahkan Allah telah mengkhususkan satu ayat yang menyuruh para wanita juga menundukkan pandangan. Firman Allah yang bermaksud : …«Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, supaya mereka merendahkan pandangan…» [al-Nur : 31].

(4) Menjaga lisan daripada mengumpat, memfitnah dan sebagainya. Suka mengumpat, mencerca dan melaknat adalah satu sifat yang sering dikaitkan dengan wanita –kita memohon keselamatan dari Allah supaya dijauhkan dari sifat ini-. Manakan tidak, sedangkan Allah sendiri mengkhususkan larangan ini kepada wanita di samping ayat yang umum melarang orang mukmin itu menghina sesama mukmin. Allah berfirman yang bermaksud : «…dan jangan pula kaum perempuan menghina kaum perempuan yang lain, kerana boleh jadi perempuan yang dihina itu lebih baik dari perempuan yang menghina…» [al-Hujurat : 11]. Allah mengkhususkan larangan ini kepada wanita kerana kaum inilah yang seringkali cepat mengeluarkan kata-kata yang tidak baik samada mengumpat, menghina, mengata dan sebagainya[15]. Syeikh al-Sadi rahimahullah di dalam tafsirnya berkata : …pada realitinya memang selalunya mereka yang dihina itu lebih baik dari yang menghina, kerana penghinaan itu tidak akan datang kecuali dari hati yang penuh dengan keburukan dan akhlak yang keji…[16].

Allah Taala juga berfirman yang bermaksud : «…dan janganlah kamu mengumpat orang lain, sukakah salah seorang kamu memakan daging saudaranya yang telah mati?...» [al-Hujurat : 12]. Maka selayaknya bagi wanita yang beriman untuk menjauhi larangan Allah ini dan cuba sedaya-upaya untuk menjaga lisannya dari berkata yang tidak baik. Hendaklah seorang wanita itu bertaqwa pada Allah dan meletakkan syurga dan neraka di hadapannya sebelum berkata apa-apa mengenai orang lain.

Dari Huzaifah :radhia, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Tidak akan masuk syurga qattaat (orang yang mendengar sesuatu sedangkan dia tidak mengetahui hakikat sebenarnya dan kemudian menyebarkannya untuk tujuan berbuat kerosakan[17])[18].

(5) Menjaga pendengarannya daripada muzik, kata-kata yang keji dan perkara-perkara lain yang haram untuk didengari. Seorang wanita yang beriman hendaklah berusaha sedaya-upaya untuk menjauhi apa jua perkara yang boleh melalaikannya dan tidak mendatangkan faedah bagi agamanya. Dia hendaklah sentiasa memelihara pendengarannya kerana ia adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan ke atasnya dan akan disoal oleh Allah di hari akhirat kelak. Allah berfirman yang bermaksud : «…Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, masing-masing akan dipertanggungjawabkan» [al-Isra : 36].

Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Akan muncul dari umatku orang-orang yang menghalalkan (menganggap halal) zina, memakai baju sutera, arak dan alat muzik…»[19]. Perbuatan menghalalkan itu tidak terjadi melainkan apabila hukum asal sesuatu itu adalah haram. Dalam hadis ini, alat muzik diletakkan sebaris dengan arak dan zina yang mana jelas pengharamannya pada umat Islam. Ibn Masud :radhia berkata : "Nyanyian itu menumbuhkan nifaq dalam hati sebagaimana air itu menumbuhkan sayuran"[20].

Dr. Aidh al-Qarni berkata[21] : Sesiapa yang mendengar muzik itu maka dia akan dihukum dengan tiga perkara :

1- Terputus hubungan hatinya dengan Allah.

2- Dia tidak lagi menyintai al-Quran, zikir, hadis, sirah Nabi :selawat dan sebagainya.

3- Allah akan mengharamkan mendengar nyanyian baginya di syurga nanti.

Bersambung insha Allah…



[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab Badu al-wahyi, Bab Halawat al-iman, no. hadis : 16; Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Iman, Bab Bayan khisal man ittashafa bihinna wajada fiihi halawat al-iman, no. hadis : 67; al-Nasaie dalam Sunannya, Kitab al-Iman wa syaraiihi, Bab Halawat al-iman, no. hadis : 4988; Ahmad dalam Musnadnya, 3/103, no. hadis : 12021.

[2] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Zuhd wa al-Raqaiq, Bab al-Mumin amruhu kulluhu khayr, no. hadis : 64; Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban bi Tartib Ibn Balban, Kitab al-Janaiz, Bab Ma jaa fi al-sabr, no. hadis : 2896. Lafaz hadis ini adalah lafaz Muslim.

[3] Ibn Kathir, Tafsir al-Quran al-Azhim, (T.Tp, T.Th) 3/636.

[4] Al-Qurtubi, al-Jami li Ahkam al-Quran, (T.Tp, T.Th) 14/158.

[5] Al-hujrat : Kawasan lapang di dalam rumah. Lihat : al-Azhim Abadi, Syaraf al-Haq Muhammad Asyraf, Aun al-Mabud Syarh Sunan Abi Daud, (Beirut : Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2001) 2/166.

[6] Al-makhda : Rumah kecil yang ada dalam rumah besar; tempat menyimpan barang-barang yang berharga. Lihat : Ibid.

[7] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab al-Tasydid fi zalik, no. hadis : 570; Ibn Khuzaimah dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ikhtiyar Salat al-Marah fi Baytiha ala Salatiha, no. hadis : 1688; al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitab al-Imamah wa Salat al-Jamaah, no. hadis : 757; al-Baihaqi dalam Sunannya, Kitab al-Haidh, Bab Khayr Masajid al-Nisa Qar Buyutihinna, no. hadis : 5144. Berkata al-Hakim : Hadis ini hadis sahih menepati syarat Bukhari dan Muslim tetapi mereka tidak meriwayatkannya di dalam kitab mereka. Keduanya berhujah dengan Muwarriq ibn Musyamrij al-Ajaliyy; dan ia dipersetujui oleh al-Zahabi.

[8] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab Ma jaa fi khuruj al-nisa ila al-masjid, no. hadis : 567; Ahmad, 2/76, no. hadis : 5468 & 5471; al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitab al-Imamah wa Salat al-jamaah, no. hadis : 755; al-Baihaqi dalam Sunannya, Kitab al-Haidh, Bab Khayr Masajid al-Nisa Qar Buyutihinna, no. hadis : 5142. Berkata al-Hakim : Hadis ini sahih menepati syarat Bukhari dan Muslim, keduanya berhujah dengan al-Awwam bin Hawsyab dan telah thabit bahawa Habib mendengar dari Ibn Umar; tetapi mereka tidak meriwayatkan penambahan dalam hadis ini wa buyutuhunna khayrun lahunna. Dipersetujui oleh al-Zahabi.

[9] al-Azhim Abadi, op. cit, 2/165.

[10] Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dalam Sunannya, Kitab al-Ridha, Bab bi dun tarjamah , no. hadis : 1173; Ibn Hibban dalam Sahihnya, Kitab al-Hazr wa al-Ibahat, no. hadis : 5599; Ibn Abi Syaibah dalam al-Musannaf, Kitab al-Salawat, Bab Man kariha zalik, no. hadis : 7616; Ibn Khuzaimah dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ikhtiyar Salat al-Marah fi Baytiha ala Salatiha…, no. hadis : 1685; al-Tabarani dalam al-Mujam al-Kabir dan al-Awsath, no. hadis : 10115 & 8096. Dalam riwayat al-Tirmizi oleh Abdullah, tiada lafaz : Wa aqrabu ma takuunu… dan dia berkata : Ini hadis hasan sahih gharib. Berkata al-Haithami : Diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Kabir dan perawi-perawinya dipercayai. Lihat : al-Haithami, Nur al-Din Ali bin Abi Bakr, Majma al-Zawaid wa Manba al-Fawaid, (Beirut : Dar al-Fikr, 1412H) 2/156.

[11] Lihat : al-Mubarakfuri, Muhammad Abdul Rahman bin Abdul Rahim, Tuhfat al-Ahwazi bi Syarh Jami al-Tirmizi, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2001) 4/283.

[12] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ma Yuqaal fi al-Ruku wa al-Sujud, no. hadis : 482; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab Fi al-Dua fi al-Ruku wa al-Sujud, no. hadis : 875; al-Nasaie dalam Sunannya, Sifat al-Salat, Aqrab Ma Yakuunu al-Abd Min Allah Azza wa Jalla, no. hadis : 1137; Ahmad dalam Musnadnya, 2/421, no. hadis : 9442.

[13] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Tafsir, Bab Qauluhu Taala : [33 : 53], no. hadis : 4517; Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Salam, Bab Ibahat al-khuruj li al-nisa li qadha hajat al-insan, no. hadis : 2170.

[14] Lihat : al-Baghawi, al-Hussain bin Masud, Maalim al-Tanzil, (al-Riyadh : Dar Thiibah, 2002M/1423H) 1/519.

[15] Lihat : al-Qurtubi, op. cit., 16/275.

[16] Al-Sadi, Abdul Rahman bin Nasir, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (al-Riyadh : Dar al-Salam, 2002M/1422H) 945.

[17] Lihat : Ibn Hajar, Ahmad bin Ali Abu Fadhl, Fath al-Bari, (Beirut : Dar al-Marifah, 1379H) 10/473.

[18] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Adab, Bab Ma Yukrahu min al-Namimah, no. hadis : 5709; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Adab, Bab fi al-Qattaat (al-Nammaam), no. hadis : 4871; Ahmad dalam Musnadnya, 5/382, 389, 397, 402, 404; al-Nasaie dalam Sunan al-Kubra, Kitab al-Tafsir, Surah al-Qalam, no. hadis : 11614.

[19] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Asyribat, Bab Ma Jaa fi Man Yastahillu al-Khamr…, no. hadis : 5268; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Libas, Bab Ma Jaa fi al-Hirr, no. hadis : 4039.

[20] Dinaqalkan dari : al-Suyuti, Jalaluddin bin al-Kamal, al-Amru bi al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida, (al-Riyadh : Dar Ibn al-Qayyim, 2001M/1422H) 107.

[21] Lihat : Al-Qarni, Aidh bin Abdillah, Bayt Ussisa ala al-Taqwa, (Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000M) 214

 

Text