Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, November 30, 2007

Menghias Hati Dengan Menangis

Oleh: Muhammad Nuh


“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa Allah swt.
Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain

Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.
Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi.

Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.
Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung

Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain.
Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan. Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt.

Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”

Menyadari bahwa surga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit
Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah swt. akan memasukkan kita kedalam surga. Pikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk surga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.

Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahwa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk surga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.
Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal sepele: nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih surga.


Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Albaqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih

Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: surga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)
Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya.


Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw. pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan. “Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita. Imam Ghazali pernah memberi nasihat, jika seorang hamba Allah tidak lagi mudah menangis karena takut dengan kekuasaan Allah, justru menangislah karena ketidakmampuan itu.

Tuesday, November 13, 2007

Buku: Detik-detik Hidupku-Hassan Al-Banna

Latar Belakang Ringkas
Al-Syahid Hasan Al-Banna

Keadaan di Mesir pada zamannya.
Hasan al-Banna dilahirkan di Mesir pada awal abad 20 Masehi. Dalam suku
pertama abad 20 Masehi ini dia telah melancarkan satu gerakan Islam yang besar,
yang terkenal dengan nama “Ikhwanul Muslimin”. Hasan al-Banna dan Ikhwanul
Muslimin adalah dua nama yang tidak dapat dipisahkan. Begitu bertenaga sekali
gerakan tersebut sehingga pengaruhnya bukan saja merebak di Mesir, tetapi telah
meresapi seluruh Dunia Arab. Gerakan Ikhwan telah mencetuskan kebangkitan Islam
dan roh Islam di Dunia Arab.

Jika kita betul-betul hendak menghargai segala usaha beliau dan memahami
peribadinya, maka perlulah kita mengenali suasana (keadaan) dan zaman ketika beliau
dilahirkan, dibesarkan dan dididik. Disamping itu, kita juga perlu mengetahui
cabaran-cabaran dalaman dan antarabangsa yang sedang mengancam Mesir ketika
Imam Hasan al-Banna dilahirkan. Sekarang kita akan mengkaji zaman ketika beliau
dilahirkan dan peranan besar yang dimainkan olehnya.

Gerakan Pembebasan - Terbahagi kepada dua kumpulan besar.
Pemberontakan Airabi Pasya gagal pada tahun 1833 Masehi. Kegagalan ini
merupakan satu malapetaka politik yang besar bagi Mesir. Peristiwa tersebut
menimbulkan ketakutan dan kekecewaan diseluruh negara Mesir. Lantaran itu, Mesir
dilanda pertikaian disegi akhlak dan kefahaman (ideologi). Orang ramai berasa takut
bila nama gerakan pembaharuan atau politik disebut. Keadaan ini berlarutan sehingga
permulaan abad 20 Masehi. Akhirnya sebuah pertubuhan belia Mesir telah ditubuhkan
untuk memupuk kesedaran kepada rakyat Mesir. Mereka melancarkan gerakan
menentang British. Para pemuda ini tergolong ke dalam dua kumpulan. Kumpulan
pertama memiliki semangat Islam. Kumpulan yang kedua pula inenggunakan cara
yang agak baru dan berlainan. Cogan kata mereka ialah “Kebangsaan Mesir”. Dasar
perjuangan kumpulan kedua ini bertentangan dengan kumpulan pertaina yang
berlandaskan nilai-nilai Islam serta menyebelahi Kerajaan Turki Bani Othmaniah.

Kumpulan Pertama
Kumpulan pertama cintakan Islam dan tanah air. Kumpulan ini diwakili oleh
pertubuhan “Al Hizbul Watani” yang dipirnpin oleh Mustaffa Kamal, seorang yang
bijak bersyarah. Beliau memupuk semangat kebangsaan yang berdasarkan Islam di kalangan orang orang Mesir. Beliau tidak menganggap agama dan semangat kebangsaan
itu bertentangan antara satu sama lain. Cogan katanya ialah “Agama (Deen) dan tanah
air adalah saudara kembar yang tidak boleh dipisahkan.” Kumpulan ini
membayangkan kecintaan mereka kepada tanah air umparna seorang kekasih memuji
orang yang dicintainya. Inilah yang dibayangkan oleh penyair terkenal, Ghayati dan
Muharram melalui syair-syair mereka. Di antara pernimpin-pemimpin kumpulan ini
ialah dua orang ulama' yang bernama Muhammad Farid Wajdi dan Abdul Aziz
Jawesh. Kegiatan kumpulan ini telah menimbulkan kebimbangan dipihak penjajah
British dan Raja Mesir. Muhammad Farid Wajdi dan Abdul Aziz Jawesh telah
dipenjarakan kerana menulis huraian mengenai kumpulan syair karya Ghayati.

Kumpulan Kedua
Kumpulan kedua terdiri daripada para pejuang fahaman kebangsaan yang
mulhid (atheis). Dasar perjuangan mereka bertentangan dengan dasar perpaduan dan
persaudaraan Islam. Golongan ini tidak suka orang ramai mencorakkan kehidupan
mereka menurut dasar-dasar Islam. Kumpulan ini menegakkan fahaman kebangsaan
Mesir. Fahaman kebangsaan mereka adalah salah kerana mereka menjaga
kepentingan negara mereka saja tanpa mempedulikan segala masalah yang menimpa
Negara-negara Islam yang lain. Mereka menyungkil kembali ciri-ciri sejarah Mesir
kuno untuk memperkukuhkan fahaman kebangsaan mereka tadi. Bahkan mereka
mengaitkan sejarah mereka dengan sejarah para Firaun. Mereka menganggap
perjuangan menegakkan fahaman kebangsaan Mesir adalah satu perjuangan yang baik
walaupun terpaksa mengorbankan kepentingan-kepentingan lain. Walaupun kumpulan
ini bersatu atas dasar fahaman kebangsaan Mesir, tetapi sebenamya mereka berpecah
pula kepada dua ranting berdasarkan kepada perbezaan pemikiran dan pendapat.

Ranting Pertama
Ranting pertama ini diketuai oleh akhbar “Al Muqattam” yang selalu
menyokong pendapat pihak British. Ia menimba pendapat daripada Gabenor British di
Mesir, Lord Cromer. Sebenarnya, pihak Britishlah yang memainkan peranan penting
dalam menyebarkan fahaman kebangsaan Mesir. Mereka ingin memisahkan rakyat
Mesir dari Dunia Islam. Pihak British suka rakyat Mesir memelihara kepentingan
Mesir sahaja tanpa mempedulikan saudara se Islam mereka di Semenanjung Arab,
Turki, Iran dan Asia. Sebahagian daripada komplot British ialah memutuskan
hubungan di antara orang orang Arab dan orang orang Turki; juga memecahbelahkan
orang-orang Arab kepada kumpulan-kumpulan yang bertentangan antara satu sama
lain.

Di dalam akhbar Al-Muqattam ada ditulis:
'Orang orang British yang tinggal di Mesir ingin membawa kebaikan kepada
rakyat Mesir. Mereka ingin membebaskan rakyat Mesir daripada kekejaman
pentadbiran sekarang. Mereka ingin rakyat Mesir menikmati keamanan dan keadilan.
Mereka patut dihargai kerana menyelamatkan Mesir daripada masalah (kemelut)
ekonomi dengan memberinya satu corak (sistem) ekonomi yang seimbang.'
Sebuah majalah yang bernama ‘Al-Muqattaf’ juga turut memberi bantuan
dalam usaha ini. Ramai juga para pemuda Mesir yang dipengaruhinya. Mereka ini
turut mernuji Gabenor British (Lord Cromer). Rakyat Mesir yang menentang Aq
Mudattaf dan Al-Muqattam dituduh menyokong Turki. Seorang ulama' besar seperti
Muhammad Abduh pun menyokong Gabenor British itu. Satu kenyataan yang tidak
dapat dinafikan ialah bahawa para penyokong Al-Muqattam dan Al-Muqattaf
memang tidak ikhlas kepada tanah air mereka sendiri. Mereka hanya ingin melayani
kepentingan diri mereka sahaia. Akhirnya orang-orang yang tamak ini menubuhkan
satu pertubuhan mereka sendiri yang mereka namakan ‘Al-Hizbul Watani Al-Hura’.
Tujuan pertubuhan ini ialah menentang Al-Hizbul Watani yang dipimpin oleh
Mustaffa Kamal.

Ranting Kedua
Ranting kedua golongan kebangsaan ini terdiri daripada Hizbul Ummah. Ia
mewakili golongan pemerintah Mesir dan tuan-tuan tanah. di Mesir. Golongan ini
menganggap kuasa sebenar negara Mesir berada ditangan Gabenor British, Lord
Cromer. Mereka berpendapat dia mesti disokong dan bukannya ditentang. Hizbul
Ummah ditubuhkan pada tahun 1907 Masehi dibawah pimpinan Mahmood Sulaiman
Pasya. Kesemua pasya-pasya (ketua ketua atau para pemerintah) dan tuan-tuan tanah
ini bersifat tamak dan selalu membuat perancangan yang memenuhi kepentingan
mereka. Beberapa orang cendekiawan yang rakus dan curang seperti Lutfi as-Syed
telah memasuki kumpulan ini. Akhbar ‘Al-Jaridah’ menjadi lidah rasmi mereka.

Golongan pemerintah Mesir dan tuan-tuan tanah memasuki Hizbul Ummah
untuk mendapat keuntungan duniawi tetapi para cendekiawan seperti Lutfi as-Syed
dan ahli-ahli falsafah lain mewakili fahaman kebangsaan Mesir. Mereka ini berpegang
kepada pendirian dan fahaman politik tertentu. Mereka menyokong dasar kebebasan
berfikir, dasar kerjasama dengm British dan dasar menurut secara membuta tuli segala
corak hidup orang Eropah. Mereka ingin Mesir mencontohi Eropah dari segi
kebudayaan, ekonomi dan politik.

Lutfi as Syed menulis:
‘Negara Mesir inginkan keamanan. Negara Mesir sayangkan rakyat British.
Walaupun dari segi undang-undang, kerajaan Mesir berada ditangan Raja Mesir,
tetapi dari segi amalinya, Mesir diperintah oleh Gabenor Lord Cromer. Sudah sampai
masanya kedua kuasa ini dipusatkan. Ini bermakna kerajaan yang sah dari segi
undang-undang itu diserahkan kepada Gabenor British.’
Mereka ini menentang cara hidup Islam. Salah seorang pemimpin mereka,
Abdul Hamid az-Zahrawi, telah menulis di dalam akhbar Al-Jaridah:
“Perpaduan umat Islam berakhir setelah Saidina Umar Al-Khattab meninggal
dunia. Perpaduan umat Islam juga berakhir setelah Saidina Ali bin Abi Talib syahid.
Mengapakah sekarang hendak ditegakkan perpaduan yang telah musnah seribu tiga
ratus tahun dahulu?”

Pertelingkaban antara dua kumpulan besar.
Pertentangan berlaku di antara Al-Hizbul Watani pimpinan Mustaffa Kamal,
Farid Wajdi dan Abdul Aziz Jawesh dengan kumpulan-kumpulan lain yang berbagai
corak itu. Al-Hizbul Watani Al-Hurra memperjuangkan kepentingannya dengan
bantuan Al-Muqattam dan Al-Muqattaf. Hizbul Ummah pula meneruskan usahanya
untuk mencapai keuntungan duniawi dengan bantuan Al-Jariyah. Muhammad Abduh
sedang menjalankan usahanya untuk membaratkan seluruh Mesir. Terdapat perbezaan
antara dua gerakan yang bertentangan ini. Pendekatan Al-Hizbul Watani dan Mustaffa
Kamal lebih berlandaskan perasaan. Pendekatan Al-Hizbul Ummah, Lutfi as-Syed
dan Al-Hizbul Watani Al-Hurra pula berlandaskan akal fikiran. Mereka ini berusaha
menyerapkan fahaman Liberalisme (kebebasan individu yang tidak terbatas dan
mengenepikan hak serta kepentingan) dan fahaman kebendaan ke dalam jiwa para
pemuda Mesir. Mustaffa Kamal dan akhbarnya A-Liwa’ telah mengecam hebat para
penentangnya. Beliau memperjuangkan fahaman kebangsaan yang berdasarkan Islam
dan ingin meletakkan seluruh Dunia Islam di bawah satu bendera Islam saja. Beliau
mengisytiharkan bahawa Perjanjian Turki dan Mesir pada tahun 1840 haruslah
dihormati. Perjanjian tersebut menjamin kebebasan dalam negara Mesir di bawah
naungan kerajaan Turki. Menurut perjanjian itu, Mesir perlu membayar cukai kepada
Turki dan Turki pula akan melantik para hakim untuk Mesir. Hizbul Ummah dan
Hizbul Watani Al-Hurra menuduh Mustaffa Kamal cuba menghancurkan cengkaman
British ke atas Mesir dan menegakkan kekuasaan Turki yang sepenuhnya di Mesir.
Untuk mengukuhkan pendapat ini Al-Muqattam menerbitkan makalah-makalah yang
memaparkan Turki sebagai penindas dan British pula sebagai pihak yang adil.
Mustaffa Kamal tidak memisahkan kebangsaan daripada Deen (agama).
Katanya, jika seorang British boleh memperjuangkan kebangsaan disamping mazhab
Protestannya, maka seorang Mesir juga boleh menjadi seorang muslim dan seorang
pejuang kebangsaan pada masa yang sama.

Peranan British.
Pihak British sedang berusaha melemahkan semangat Islam dan pengaruh
kerajaan Turki Bani Othmaniah yang menguasai rakyat Mesir. Pihak British
menyokong setiap orang yang mengecam Khalifah orang Islam (yakni Sultan Turki)
atau menentang Raja Mesir. Mereka juga menyokong setiap orang yang menyebelahi
mereka dan inginkan pembaharuan dalam negeri saja. Kerana itulah, Mustaffa Kamal
ingin pihak British keluar dari Mesir. Pihak British menyokong ‘Gerakan Khalifah
Arab’ yang dipelopori oleh Syarif Hussin di Mekah kerana ini boleh melemahkan
kedudukan Khalifah orang Islam di Turki. Pihak British mengalu-alukan kedatangan
para anggota gerakan ‘Turkiya Al-Fatat’ dan gerakan ‘Anjuman Ittihadi wa Taraqqi’
yang telah meninggalkan Turki untuk menetap di Mesir. Para anggota gerakangerakan
tersebut menerbitkan akhbar mereka sendiri yang mengecam Sultan Abdul
Hamid Turki. Apabila baginda menulis surat kepada Raja Abbas Mesir memintanya
menghantar pulang orang-orang yang lari dari Turki itu, Lord Cromer campurtangan
dan menahan Raja Abbas daripada berbuat demikian. Apabila hubungan antara
Muhammad Abduh dan Raja Abbas Mesir menjadi tegang, Lord Cromer telah
memberi sokongan kepada Muhammad Abduh. Lantaran sokongan ini, Muhammad
Abduh dapat mengekalkan kedudukannya walaupun ditentang oleh Raja Abbas. Pihak
British juga menyokong rakan-rakan Muhammad Abduh seperti Mustaffa Fahmi,
Riyaz Pasya, Sa’ad Zaghlol, Fatahi Zaghlol dan Qasim Amin kerana mereka ini
menentang Raja Mesir dan inginkan pembaharuan dalam negeri saja.

Pihak British telah berusaha untuk melemahkan semangat Islam di Mesir agar
orang-orang Islam kekal dalam keadaan berpecah-belah. Mereka memupuk pendapat
yang mengatakan bahawa orang-orang Mesir adalah keturunan Fir’aun; orang-orang
Lubnan adalah keturunan bangsa Ponisia (Phoenician); orang-orang Iraq adalah
keturunan bangsa Babil dan orang-orang Mekah adalah keturunan Arab yang
sebenarnya. Mereka juga mengatakan bahawa orang-orang Mekah sahaja yang berhak
memegang jawatan Khalifah kerana Islam turun ditanah suci Mckah. Mereka
bertujuan memisahkan orang-orang Arab dari Daulah Othmaniah Turki kerana
kerajaan ini berkemampuan menyatukan seluruh umat Islam diatas landasan Islam.
Berikutan itu, pihak British menjalankan usaha memburukkan Raja Abbas Mesir.
Ramai juga orang-orang Mesir yang menyokong usaha British ini tanpa menyedari
bahawa kelemahan Raja Abbas akan memperkukuhkan kekuasaan British di Mesir.

Para penyajak seperti Naseem dan Waliuddin Yakan telah mengarang sajaksajak
yang memuji pihak British di Mesir. Peranan mereka ini serupa dengan para
penyajak India yang menulis sajak-sajak memuji kerajaan British di India. Penyajakpenyajak
Mesir ini cuba menghidupkan semula sejarah kuno Mesir dan kebudayaan
Fir’aun. Mustaffa Kamal pula mendapat sokongan daripada penyajak-penyajak seperti
Syouqee dan Barudi dan para cendekiawan seperti Abdul Aziz Jawesh dan Farid
Waidi. Mereka ini membantu usaha kebangkitan Islam dan kebudayaan Arab di
Mesir.

Sikap golongan bukan Islam
Pertentangan antara dua golongan ini begitu meruncing sekali sehingga sampai
keperingkat perkelahian dalam tahun 1911 Masehi. Perbezaan antara Kebangsaan
Islam dan Kebangsaan Mesir telah bertukar arah menjadi pertentangan antara Islam
dan bukan Islam. Keadaan ini menjadi semakin tegang. Pertikaian ini menggugat
Mesir sendiri. Pihak British berasa gembira dan secara halus, mereka telah mengapiapikan
lagi permusuhan itu. British sangat suka mengamalkan dasar ‘pecah belah dan
perintah’.

Selama beratus tahun orang-orang Islam dan bukan Islam Mesir dapat hidup
bersama dengan aman damai. Hubungan antara mereka begitu baik sekali. Kini
berlaku permusuhan antara kedua golongan ini hasil perencanaan pihak British. Cara
inilah yang digunakan oleh British terhadap tanah-tanah jajahannya. Sebahagian
daripada komplot British ialah menghasut golongan yang berjumlah sedikit (minoriti)
supaya memberontak menentang golongan yang berjumlah teramai (majoriti). Pihak
British menjalankan usaha menindas golongan yang paling ramai ini dengan memberi
sokongan kepada golongan yang sedikit tadi. Pihak Perancis juga melakukan perkara
yang serupa terhadap orang-orang Islam Syria, yang merupakan golongan paling
ramai di situ.

Apabila pihak British memijak bumi Mesir, mereka telah menjalankan dasar
politik kotor. Mereka menghasut golongan yang sedikit (minoriti). Apabila golongan
Islam menentang kekuasaan British, golongan yang sedikit ini pula mengambil
peluang peluang yang ada dibidang pendidikan dan ekonomi. Mereka dapat
memegang jawatan-jawatan yang tinggi dan berpeluang mengumpul harta kekayaan.
Tindakan mereka yang tidak adil ini menimbulkan kebencian dihati orang-orang
Islam. Orang-orang Islam menganggap kerjasama dengan pihak British sebagai suatu
pengkhianatan. Tetapi bagi orang-orang Kristian pula, perkara itu ialah satu tugas
yang suci. Hal ini telah mencetuskan ketegangan antara orang-orang Islam dan orang
orang Kristian. Pengaruh pihak British yang kian meluas itu telah membawa
penindasan kepada golongan Islam dan memberi galakan kepada golongan Kristian di
Mesir.

Dalam tahun 1909 M., seorang Kristian telah menjadi Perdana Menteri Mesir.
Dia menghidupkan semula Akta Percetakan yang dikuatkuasakan ketika berlaku
pemberontakan terhadap A’raabi Pasya dalam tahun 1881 M. Kesemua akhbar orangorang
Islam Mesir menentang tindakan Perdana Menteri tersebut. Tetapi akhbarakhbar
Kristian mengalu-alukan tindakan itu. Akhbar Ahbar Kristian juga menuduh
akhbar akhbar Islam sebagai gila dan penjenayah.

Dalam tahun 1910 M., Presiden Amerika Syarikat, iaitu Theodore Roosevelt
melawat Mesir. Dia menyampaikan sebuah syarahan di Universiti Kaherah.
Syarahannya itu terbukti bertentangan dengan kepentingan rakyat Mesir. Lantaran itu
bantahan daripada rakyat Mesir. Sebaliknya, akhbar-akhbar Kristian telah memuji
syarahan Roosevelt dan menganggapnya sebagai seorang yang inginkan kebaikan
bagi Mesir. Sikap akhbar-akhbar Kristian ini telah membuatkan orang-orang Islam
berasa sangsi terhadap golongan Kristian. Orang-orang Islam tidak percaya kepada
orang-orang Kristian.

Perang Saudara.
Pada 10hb Februari 1910 M., Pitras Ghali telah dibunuh oleh Ibrahim Nasif,
seorang anggota Al-Hizbul Watani. Berikutan peristiwa ini, berlakulah perang saudara
di Mesir. Golongan Islam dan golongan Kristian mula bertempur di jalan jalan raya
secara terbuka. Puak Kristian belum berpuas hati dengan kegiatan akhbar-akhbar
mereka. Oleh itu, mereka pun meminta sokongan daripada akhbar-akhbar British.
Akhbar British, ‘Daily News’ memenuhi permintaan itu dan mula menjalankan
kegiatan menentang orang-orang Islam Mesir. Orang-orang Kristian Mesir
menghantar perwakilan ke England untuk menyebarkan berita-berita palsu mengenai
penderitaan mereka.

Pada 5 Mac 1910 M., orang-orang Kristian Mesir telah mengadakan satu
persidangan. Hasil daripada persidangan itu ialah mereka telah membuat banyak
tuntutan terhadap kerajaan Mesir. Hal ini meruncingkan lagi perang agama antara
golongan Islam dengan golongan Kristian. Para pemimpin di kedua belah pihak serta
pengintip dan kuncu-kuncu British telah berusaha sedaya upaya untuk membinasakan
Mesir. Apabila Riyaz Pasya menjadi Perdana Menteri dalam tahun 1911 M., beliau
telah meredakan keadaan. Walaupun keadaan dapat dikawal dan rakyat mula bercakap
mengenai keamanan dan perpaduan, namun begitu, peristiwa hitam itu tetap
rneninggalkan kesan yang mendalam ke atas kehidupan masyarakat Mesir. Kekeliruan
berleluasa di dalam masyarakat. Salah faham di antara golongan Islam dan golongan
Kristian tidak dapat diredakan. Golongan berpendidikan lama (tradisional) tidak
percaya kepada golongan berpendidikan moden (begitu jugalah sebaliknya). Keadaan
ini semua merumitkan lagi sebarang usaha daripada orang-orang yang ingin
membawa pembaharuan.

Ahli-ahli politik dan orang-orang yang ingin membawa pembaharuan.
Ahli-ahli politik yakin bahawa punca utama berlaku kekacauan di Mesir ialah
kerana tertegaknya kuasa asing di bumi Mesir dan kuasa asing ini perlulah dihalau.
Orang-orang yang terlibat dalam kerja kerja pembaharuan pula berpendapat faktor
faktor yang membawa kepada tertegaknya kuasa asing sebagai punca kekacauan
dalaman Mesir. Mereka menyarankan supaya usaha usaha permbaharuan dijalankan
ke atas masyarakat sebagai satu cara untuk menjatuhkan kuasa asing di Mesir.

Tenaga pembaharuan pula terbahagi kepada dua kumpulan. Kumpulan
pertama ingin mengamalkan kebudayaan Barat. Kumpulan yang kedua ingin
mengamalkan nilai nilai Islam dan Timur. Kedua aliran pembaharuan ini
mempengaruhi keadaan politik Mesir. Para penyokong Fahaman Kebangsaan Mesir
menyebelahi kumpulan pertama. Para penyokong Fahaman Kebangsaan Islam pula
berpihak kepada kumpulan kedua tadi. Pertikaian ini juga mempengaruhi
kesusasteraan Mesir. Kesusasteraan Mesir terbahagi kepada dua kumpulan. Kumpulan
pertama bersumber dari Eropah dan kumpulan kedua pula mengutarakan nilai-nilai
Arab lama dan Timur. Bidang pendidikan pun tidak terkecuali daripada kesan
pertikaian ini. Para pendidik juga terbahagi kepada dua kumpulan. Satu kumpulan
berpegang kepada corak pendidikan Barat. Satu kumpulan lagi pula berpegang kepada
cara hidup dan corak pendidikan lama (tradisional).

Pertikaian di kalangan para pemerintah.
Dua aliran pemikiran ini telah membahagikan masyarakat kepada dua puak
yang membenci antara satu sama lain. Satu kumpulan ketiga muncul di kalangan dua
kumpulan tadi. Kumpulan ini cuba bertindak sebagai jambatan penghubung antara
dua kumpulan yang bertelagah tadi. Usaha kumpulan ini telah melahirkan sikap
dualisme (berpegang kepada dua aliran fahaman yang bertentangan dalam sesuatu
masyarakat). Usaha ini bermula di istana Raja Abbas di Mesir. Dalam bulan
Ramadhan, dia mengadakan kuliah tafsir Al-Qur’an di istananya (yang bernama Qasri
Abideen) untuk memuaskan hati pihak yang memperjuangkan nilai-nilai hidup Islam
dan Timur. Dia juga mengadakan majlis tari-menari di istananya setahun sekali untuk
memuaskan hati para pemuja kebudayaan Barat. Sikap dualisme yang bermula di
istana Qasri Abideen itu pun merebak ke seluruh Mesir. Penyajak terkenal, Syouqee
telah mengarang sajak-sajak memuji Rasulullah (s.a.w.) dan disamping itu, beliau
juga menghasilkan sajak-sajak yang memuji majlis tari-menari anjuran Raja Abbas.

Peranan Tenaga Pembaharuan
Kebanyakan pejuang kebudayaan Barat terdiri daripada orang-orang Kristian
Syria dan Lubnan yang menetap di Mesir dan juga mereka yang menuntut di Eropah
atau sekolah-sekolah zending Kristian Mesir. Orang-orang Kristian Syria dan Lubnan
terbahagi kepada dua kumpulan. Kumpulan pertama berada dibawah pengaruh Britain
dan kumpulan kedua pula berada di bawah pengaruh Perancis. Akhbar Al-Muqattam
dan Al-Muqattaf mewakili kerajaan British. Para pembaharu Mesir ini bersikap
mengecam Islam. Mereka berpendapat, ‘Islam adalah agama yang tidak bernilai.
Islam telah menyatupadukan orang-orang Badui Arabia ratusan tahun yang lalu tetapi
ia tidak mampu memimpin masyarakat moden abad 20 ini.’ (dalam buku Al-Ittijahat
Al-Watania, fil Adab-il-Mausir).

Lord Cromer mengukuhkan pendapat ini dengan berkata, seorang Islam yang
tidak kenal adab susila Eropah tidak layak menjadi pemerintah Mesir.Penyajak
terkenal, Hafiz Ibrahim telah membaca sebuah sajak di Maktab Wanita Amerika di
Mesir dalam tahun 1706 M. Dalam sajaknya itu, dia ada menyebut seperti berikut,
'Duhai orang Barat, kami sepatutnya menurut dan menyokong mu. Beginilah caranya
kami boleh mendapatkan semula maruah kami.’
 

Text