Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, August 27, 2008

Umat Islam Bukan Umat Yang Terbelakang

Dalam kehidupan umat saat ini, terutama kalangan Barat dan orang-orang yang berfikiran kebarat-baratan; kebanyakan dari mereka memandang bahwa Islam dan kaum muslimin memiliki penilaian yang hampir merata walaupun memiliki keragaman dalam memberikan solusi dan cara menanggulanginya, perangkat yang digunakan dan tujuan yang ingin diraih; yaitu bahwa umat Islam yang selalu menyeru untuk kembali kepada Aqidah yang lurus dan bersih, dan agama yang benar, berhukum kepada syariat Allah dalam segala urusannya, tidak memiliki wawasan dan pandangan politik yang mumpuni, tidak memiliki program yang jelas terhadap permasalahan ekonomi, sosial, politik, pembangunan dan pendidikan…dst, sebagaimana yang terjadi di tengah masyarakat Islam saat ini.

Bahwa pandangan dan wawasan yang diajukan oleh sebagian umatnya hanyalah sekedar slogan dan hanya sekedar ceramah umum dari suatu program dan pelajaran yang selalu diulang dan telah usang. Walaupun mereka dapat meraih simpati di tengah masyarakat, namun pada hakikatnya adalah merupakan kemunduran, kemorosotan dan kehancuran sehingga dapat menghilangkan prestasi peradaban yang ada, kembali pada zaman badui, lemah dalam berinteraksi terhadap permasalahan kontemporer yang membutuhkan penyelesaian secara kongkrit dan wawasan yang cemerlang. Sehingga walaupun mereka memaparkan sebagian etika politik seperti orang lain dengan pendekatan nilai-nilai Islam, dan menuntut untuk diberikan hak mereka untuk berperan aktif dalam teknik dan kesadaran politik. Namun bersamaan dengan itu, mereka akan ditolak dan dituduh bahwa yang demikian merupakan tipu daya belaka yang hanya bertujuan untuk mengambil/mencari kekuasaan di tengah masyarakat, dan kepemimpinannya akan selalu diwarnai dengan otokrasi politik, teror ideologi, dan mengingkari setiap slogan dan syiar yang disebarkan sebelum mencapai tampuk kekuasaan. Mereka tidak akan pernah tinggal diam melakukan dan menyebarkan isu dengan berbagai bentuk yang menyesatkan dan dibuat-buat; ekstrim, bom bunuh diri (pengeboman secara brutal) yang -padahal- pelakunya adalah musuh Islam itu sendiri yang telah ditugaskan kepada para pesuruh bayaran untuk melakukan kekacauan. Karena konsep yang busuk tersebut merupakan salah satu bentuk untuk mengaburkan ajaran Islam, menakut-nakuti kaum muslimin yang lain dan menghantam para aktivis gerakan Islam.

Nampaknya penyembelihan ruh ektstrimisme dan intimidasi, dan membentuk opini dalam pengkaburan nilai-nilai sampai saat ini telah membuahkan hasil; baik nasional maupun internasional, dilihat dari pencapaian dan usaha mereka yang tidak hanya menghancurkan umat dan memeranginya, namun lebih dari itu; untuk mencapai ambisi mereka dan cita-cita yang selalu didengungkan; pelestarian kekuasaan dan hukum di tengah kancah perpolitikan dunia.

Bagi kalangan Islam ada yang menganggap perwujudan niat mereka sudah pasti bertentangan dengan slogan yang selalu didengungkan; demokrasi, sekularisasi dan liberalisasi…dst, namun kelompok politik lainnya tidak menganggap tindak tanduk mereka yang jelas merupakan kediktatoran, repressive, melanggar Hak Asasi Manusia dan bagian dari terror politik dan ideology di bawah slogan pembohong, seperempat lebih utama daripada kejujuran namun berbahaya.

Secara umum problema ini tidak keluar dari kebanyakan orang, namun tidak seluruhnya memusuhi dan membenci Islam dan umat Islam, seperti para budayawan dan politikus yang bekerja dalam negeri Islam untuk kebaikan. Adapun mereka yang lalai yang dikuasai oleh ruh jahat akan selalu berjalan dibelakang orang-orang yang jahat, maka permasalahan mereka akan berbada.
Dan dari itulah perlu ada perenungan walaupun hanya sebentar/sekejap terhadap fenomena tersebut, lalu mengemukakan sebagian solusi/arahan yang dapat dijadikan saham untuk menampakkan bentuk yang sebenarnya, walaupun sifatnya hanya sederhana yang tidak memakan waktu yang lama dan dan tidak membutuhkan ruangan yang begitu besar.

Adapun tuduhan bahwa umat Islam tidak memiliki wawasan yang cemerlang/jelas dan tidak memiliki program yang akurat untuk bisa disampaikan kepada yang lainnya dan pada akhirnya mereka dapat memberikan ketentraman terhadap masa depan umat yang berada dibawah naungan Islam dan memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia, oleh karena Islam merupakan agama untuk seluruh manusia bukan untuk satu kelompok atau jama’ah.. Boleh jadi keterangan tersebut merupakan keberanan yang mengarah pada kebatilan. Hakekatnya adalah harus dilihat lebih akar permasalahan dari berbagai segi; sebagai usaha untuk mensederhanakan masalah ini secara baik.

Anggapan bahwa umat Islam tidak memiliki sisi pandang yang jernih dan program yang jelas dalam menghadapi suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat –yang mana pada hakekatnya merupakan rekayasa orang lain, yang boleh jadi hal ini terlahir karena jauhnya nilai-nilai dan dhowabith umat islam dari pangkalnya, dan menimpor solusi dari luar Islam- tidak berarti orang lain yang menuduhkan Islam demikian memiliki pandangan dan program yang baik, kecuali kalau kita menganggap bahwa pemindahan kebudayaan, peradaban, dan sistem-sistem yang lainnya, yang dapat memberikan keistimewaan kepadanya, yang boleh jadi dia juga tidak lebih baik dari sisi lain walaupun berbicara atas namanya sendiri, namun sekedar menunjukkan kebanggaan terhadap prestasi yang diraih, yang kalau lepas dan jauh darinya mungkin tidak akan terjadi. Maka yang demikian itu merupakan keadaan yang paling buruk dari umat Islam, yang sebenarnya mereka lebih membutuhkan wawasan dan program, karena mereka lebih membutuhkan dan lebih buruk kondisinya.

Jika kita bertanya apa programnya? tentunya kita tidak akan merasa malu menyebutkan bahwa keberhasilan orang lain yang merasa bangga terhadap apa yang mereka miliki untuk membuat gentar negara Islam adalah merupakan suatu kebohongan dan kedustaan. Kebanggaan dan kecaman ini, yang menyebabkan terjadinya musibah dan kesengsaraan terhadap umat, karena mereka -orang-orang barat dan sekularis- datang dengan berusaha mengubah aqidah dan syariat Islam. Dan pada realitanya merupakan saksi pelecehan dimana umat Islam telah tenggelam dalam hutang dan permasalahan yang beragam.

Kalaulah kita mau melakukan balance dan perbandingan sederhana, kita dapat mengatakan : bahwa jika kita kembalikan pada permasalahan yang sebebnarnya bahwa umat Islam tidak memiliki wawasan yang cemerlang dan program yang jelas, hal ini merupakan permasalahan tersendiri, maka yang lainnya pun sebenarnya tidak lebih baik dari sebelumnya, namun boleh jadi mereka lebih buruk, karena mereka telah meninggalkan peradaban dan kebudayaan mereka, akibat lemahnya mereka dalam melahirkan, mencipta dan mengembangkannya, bahkan secara sadar mereka rela mengekor pada kebudayaan dan peradaban orang lain, tanpa memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang kurus dan yang gemuk. Bahkan bisa disimpulkan : hal tersebut terjadi disebabkan oleh tabiat kelemahan dan pendidikan mereka yang terbelakang, sehingga sulit bagi mereka untuk penelitian terhadap sesuatu yang mahal namun cukup dengan yang murah. Maka dari itu, agama mereka sebenarnya menghancurkan jati diri mereka, dan menggembosi ruh yang hina dan rendah di tengan umat yang lainnya.

Adapun kaum muslimin, cukuplah bagi mereka menjadi opitionedness diri, lalu mempertahankannya, dan mempokuskan diri pada karakteristik peradaban yang klasik, experimen yang gemilang, berperan serta dan memberikan masukan dalam berbagai segi kahidupan, dan berusaha mengembalikan peranan mereka sebagai tauladan dam saksi atas umat yang lain dan memimpin mereka; yaitu dengan segala sesuatu yang mereka miliki dari pengetahuan, peradaban dan kebudayaan. Walaupun -kadang kala- mereka memiliki keberhasilan namun -kadang kala pula- mengalami kegagalan, namun secara umum mereka telah memilih jalan yang benar, meskipun langkah mereka belum begitu jauh sebagaimana mestinya yang disebabkan oleh diri mereka sendiri –pertama-, dan adanya rintangan dan cobaan yang diimpor dari musuh-musuh Islam dimana mereka telah menjembataninya ke tengah dunia Islam.

Sedangkan point lainnya yang menjadi keharusan untuk ditunjukkan sebagai bahan pembicaraan : bahwa kaum muslimin tidak pernah maju dalam kehampaan seperti yang terjadi di masa lalu, namun mereka selalu memusatkan fikiran untuk menegakkan peradaban, yang keberadaannya diakui dalam berbagai segi; politik dan budaya serta ekonomi, sebagaimana mereka memusatkan diri pada pengerahan fikiran (ijtihad) dan experimen yang terprogram dan beragam pengalaman lainnya sesuai kemampuan mereka, jika mereka berazam untuk melakukan dan menentu suatu perkara dalam rangka menciptakan dan melahirkan sesuatu yang baru; mereka mengedepankan program yang terpokus pada nilai-nilai yang akurat, tidak seperti yang lainnya, yang jauh dari nilai-nilai sehingga dapat program sirna secara bersamaan dengan apa yang ingin mereka lahirkan dan cetuskan. Karena itu kelompok manakah yang lebih utama untuk dicerca dan diikuti ?

Pertanyaan yang terlintas adalah : sampai dimana intropoksi kaum muslimin dan agama Islam saat ini, dalam membuat solusi terhadap segala permasalahan yang muncul selain karena adanya sebab-sebab internal? Apakah yang demikian dapat memaafkan mereka dari melakukan perbuatan membuat program dan pemisahan terhadap realita yang terjadi di tengah umat? Demikianlah permasalahan yang harus dilontarkan dari segala aspeknya untuk dicari solusinya dan pandangan yang memungkinkan untuk berinteraksi bersamanya.

Taken from
http://www.al-ikhwan.net/

Wednesday, August 20, 2008

Untukmu Ukhti Fillah...


“Tut..tit..tut..tit…” handset berbunyi. Message received from Ct Muti’ah. Apa pula kali ni?


“Salam, ukhti. Tolong mesej ukhti Zinnirah. Beri kata-kata semangat motivasi. Tapi jangan mesej ke handset dia. Bateri kong. Mesej ke handset ukhti Shafiyyah. Bgtau To zinnirah…”


Oh, now it goes again. Aku tahu benar keadaan ukhti seorang ini. Kadangkala aku terasa ingin membantu, tapi apakan daya, kemampuanku terbatas. Penyakitnya semakin teruk. Tapi sampai bila dia ingin bersandar pada akhwat?


“Ukhti, sampai bila dirinya ingin bertahan dengan semangat akhwat? Kita perlu tekankan sentiasa, Allah yang memberi kekuatan pada semua. Ingatkan kami, ukhti…”


Terus aku tekan SEND. Kadangkala aku kurang senang dengan keberadaan sesetengah akhwat yang terlalu membuat pergantungan kepada manusia, esp akhwat. Contohnya, pergi tempat dekat minta akhwat hantakan. Boleh saja naik bas. Bila bosan, lepak bilik akhwat. Sepatutnya pergi bilik mad’u. Etc..etc. Kalau sekali sekala, tidak mengapa. Tapi jika berlarutan, ia boleh menjadi satu gejala yang membahayakan. Apa lagi tarbiyah ini sesuatu yang tidak boleh dijangkakan. Boleh jadi suatu hari nanti kita perlu berdakwah dalam kawasan yang di situ kitalah penggeraknya. No other akhwats. How could we survive in that conditions?


Sedang berfikir, datang lagi satu mesej.


“Ukhti, memang benar, kekuatan itu dari Allah. Tetapi tahap kekuatan sesorang itu tidak sama dengan yang lain. Tidak kira walau berapa lama usia tarbiyahnya. Inilah tarbiyah. Kekuatannya masih dalam pembinaan. Pernah ke anti bagi mesej motivasi padanya? Teruskan menghantar, ukhti. Jangan pernah jenuh…”


Aku baca sekali, terus tekan DELETE. Tak mampu baca banyak kali. Tapi kata-kata itu berbekas di hati. Aku teruskan berfikir..dan berfikir. Then terus mencapai buku Menuju Jama’atul Muslimin tulisan Hussein bin Muhammad bin Ali jabir M.A. Sambung bacaan yang tergendala. Tapi takpat concentrate. Kata-kata itu melekat di fikiran. Entah mengapa…


Petang tadi aku buka inbox handset dan terbaca mesej-mesej menarik. Aku ingin menghantar sesuatu pada ukhti Zinnirah. Huh, jarang aku forward mesej dari orang lain. Biasanya aku akan ambil dari buku-buku. Tapi tak mengapalah..


“Ketika ku mohon kekuatan, Allah berikanku kesulitan sehingga aku kuat..

Ketika aku mohon kebijaksanaan, Allah berikanku masalah untuk aku pecahkan…

Ketika aku mohon kesejahteraan, Allah berikanku akal untuk berfikir…

Ketika aku mohon keberanian, Allah berikan bahaya untuk aku atasi…

Ketika aku memerlukan cinta, Allah berikan ku orang bermasalah untuk aku tolong…

Ketika ku mohon bantuan, Allah berikanku kesempatan…

Ketika ku tak pernah menerima apa yang aku minta, aku menerima apa yang aku perlukan…

Jazakillahu ahsanal

Jaza’ di atas segala tarbiyah…”


Aku tekan SEND dengan penuh pengharapan dan keinsafan. Kerna aku sebenarnya sedang menghantar mesej itu pada diri sendiri. Beberapa minit lepas tu, satu mesej masuk. From Zinnirah.


“Tapi kadangkala ana xmampu, ukhti. Tak mampu…”


Terkesima sebentar. Air mataku jatuh. Astaghfirullahal azhim. Berdosakah aku padamu ukhti? Ya Tuhan…berikan kami jalan keluar…


Aku perlu balas mesej ini!


“Duhai mujahidah Allah! Jangan pernah berputus asa dengan rahmat Allah. Ketahuilah bahawa Dia menyayangimu di kala hatimu penuh dengan cintaNya… Terus kuat ukhti. Teruskan mujahadahmu! Moga Allah kabulkan doa kita semua. Ameen. QS 65:2,3”


Aku mengumpul kekuatan untuk menekan butang SEND. Aku menangis di situ juga, mengenangkan ukhti seorang ini. Dia seorang yang proaktif. Tsaqafahnya luas. Bahan bacaannya luas. Tapi pergerakannya terbatas kerana penyakitnya. Aku kagum dengannya. Sampaikan kami pernah berkumpul ramai-ramai bersolat hajat memohon semoga Allah mengurangi beban yang ditanggungnya.


Ya ukhti fillah, ketahuilah olehmu bahawa aku juga mencintaimu kerana Allah, walaupun tidak terlihat secara zahir, tapi yakinlah olehmu…Kami semua sentiasa mendoakan keselamatan dan kesejahteraanmu di dunia dan di akhirat. Dan ketahuilah olehmu, sabar itu akan mendatangkan nikmat yang lebih banyak di akhirat kelak. Doakanlah untuk itu, ukhti…doalah…


Tinta Mujahadah

Sesungguhnya manusia takkan bisa
menikmati surga tanpa ikhlas di hatinya
Sesungguhnya manusia takkan bisa
menyentuh nikmatNya tanpa tulus di hatinya



ukhtifillah....... MARI KITA RENUNG BERSAMA...................

Allah jadikan diri kita sebaik-baik kejadian. Allah memberi kita terlalu banyak ni’mat dan kelebihan. Malah, Allah telah jadikan bumi ini untuk tunduk kepada manusia. Cuba kita bayangkan jika Allah perintahkan air yang turun ke bumi itu memilih orang-orang beriman sahaja menggunakannya bagaimanalah jadinya. Apabila orang yang tidak beriman kepada Allah menggunakan air, maka air akan bersuara “ Aku tidak mahu melayan dan memenuhi hajat engkau kerana engkau tidak beriman kepada Allah, engkau tidak boleh menggunakan aku kerana engkau melupakan Allah..” Bayangkan bumi yang kita pijak ini marah bila orang yang tidak beriman berpijak di atasnya “ Engkau tidak beriman, aku tidak redha kakimu berpijak padaku”. Dari situ kita dapat lihat bagaimana hebatnya kasih sayang Allah. Betapa Rahman dan Rahim Allah terhadap sekelian makhlukNya.

Kita sebagai manusia, di mana kita letakkan Allah di hati kita?? Berapa banyak kasih sayang kita kepada Allah jika benar kita cintakan Allah?? Oleh itu, apabila kita merenung alam, bertambahlah iman kita kepada Allah, betapa kita merasa kerdilnya kita di sisi Allah. Hanya Allah yang berkuasa terhadap alam ini. Macam mana kita nampak alam ini hebat sebegini dan macam mana kita nak kaitkan rasa hebat kita kepada Allah. Bagaimana kita hendak timbulkan dalam hati kita kehebatan ciptaan Allah, bagaimana kita gunakan akal kita untuk berfikir sehingga meresap rasa kehebatan itu dalam hati kita. Adakah kita melihat alam ni hanya untuk seronok-seronok sahaja?, adakah hanya melafazkan Subhanallah sahaja tanpa kita ambil pelajaran daripadanya? Tidak cukup hanya lafaz Subhanallah dan kita pun rasa tak puas dengan ucapan-ucapan tersebut apabila kita memerhatikan kehebatan-kehebatan yang Allah beri.

Cubalah tingkatkan keimanan kita kepada Allah dengan mengambil isi pelajaran yang dapat dicungkil dari isi alam. Wallahu ‘alam


p/s: emel dari seorang ukhti... Semoa Allah membalasinya dengan kebaikan yang banyak.Ameen

Sunday, August 17, 2008

Majulah Pejuang Rakyat

Bismillahi Walhamdulillah

Bersempena semangat pilihanraya ni, ada sedikit input ..taken from you tube. Bangkitlah Pejuang Rakyat!



Jangan salah faham pula ya... Saya bukan ahli PKS!!
Ambillah pengajaran walau sedikit darinya. mardhatillah faqat.


Friday, August 15, 2008

Sekejap je dia dah besar...

Bismillahi Walhamdulillah...

Subhanallah...gelagat anak ini benar-benar mengisi hati. Cabaran mengasuh kanak-kanak benar-benar menguji kesabaran dan keteguhan hati. Hatta sejauh mana pun kita berada, di menara CEO, atau menara Parlimen, pendidikan anak-anak ini tidak langsung dapat kita lepaskan jika kita adalah ummunya. Kata nak didik anak jadi mujahid? Takkan nak lepaskan anak pada pengasuh lain pula? kalao sekali-sekala kita mempunyai urusan penting, bolehla hantar sekejap...

huhu..sedang belajar..sedang belajar..

Friday, August 08, 2008

Promote Buku best

Bismillahi walhamdulillah




Assalamualaikum wbt

Buku ini merupakan the most favourite. Mengupas sirah nabawiyah dengan cara yang berbeza, dalam rangka pembentukan sebuah negara Islam. Menceitakan bermula dari awal phase Islam berkembang di Makkah. Bagus untuk dimiliki dan dibaca, insyaAllah. Membuka lebih luas ruang berfikir dan manhaj 'haraki' yang sebenar.

Apa yang dimaksud dengan Manhaj Haraki?

Manhaj Haraki ialah langkah-langkah terprogram (manhajiah) yang ditempuh Nabi SAW dalam gerakan dakwahnya sejak kenabiannya sampai pulang kepada Allah. Jika kita ingin agar gerakan Islam yang kita lakukan berjalan secara benar, kita harus memerhatikan tahapan-tahapan pergerakan Rasulullah SAW langkah demi langkah serta mengikuti langkah-langkah tersebut. Firman Allah,

"Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat... (Al-Ahzab,33:21)

Tidak diragukan lagi bahawa mengikuti langkah-langkah dan tahapan dakwah ini adalah masalah ta'abbudi. Jika kita mengikutinya, kita akan sampai kepada mardhatillah (Redha Allah).

Selain itu, ia merupakan panduan bagi gerakan Islam dalam langkah politisnya untuk mencapai sasaran menegakkan pemerintahan Allah di muka bumi.

Kami meyakini bahawa manhaj haraki ini merupakan taujih Rabbani 'arahan ilahi'. Allah sahajalah yang menuntun NabiNya dalam seluruh langkahnya. Ia bukan sekadar reaksi spontan terhadap situasi yang menghadangnya.

Selanjutnya, dapatlah kami sebutkan beberapa periode manhaj ini serta karakteristik dari periode-periode tersebut secara berasingan, tanpa menyebutkan rincian topik-topik dalam sirah nabawiyah , kecuali hal-hal yang diperlukan.

Periode-periode manhaj ini ditentukan dalam lima periode yang kami istilahkan sebagai berikut:

  • Periode pertama : Sirriyatu ad-Dakwah dan Sirriyatu at-Tanzhim (Dakwah secara sembunyi-sembunyi dan merahsiakan struktur organisasi).
  • Periode kedua : Jahriyatu ad-Dakwah dan Sirriyatu at-Tanzhim (Dakwah secara terang-terangan dan merahsiakan struktur organisasi).
  • Periode ketiga : Iqamatu ad-Daulah (Mendirikan negara)
  • Periode keempat : ad-Daulah wa Tatsbiti Da'a'imiha (Negara dan Penguatan tiang-tiangnya).
  • Periode kelima : Intisyaru ad-Dakwah fi al-Ardhi (Penyebaran dakwah di muka bumi)- masuk jilid 2

Jika kita harus memerhatikan awal dan akhir setiap periode, dapatlah kami sebutkan sebagai berikut:

  1. Periode pertama dimulai dari Bi'tsah Nabawiyah (pengangkatan sebagai nabi) sampai dengan turunnya firman Allah "wa andzir 'asyiratakal Aqrabi" (asy-Syu'araa,42: 214)
  2. Periode kedua berakhir pada tahun kesepuluh kenabian.
  3. Periode ketiga berakhir pada awal tahun pertama hijrah.
  4. Periode keempat berakhir dengan Shulhul Hudaibiyah.
  5. Periode kelima berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW.

Tidak perlu dijelaskan bahawan akhir setiap periode adalah awal periode berikutnya.

p/s: 'kami' disini merujuk kepada penulis/penerbit buku.

Wallahua'laam

Thursday, August 07, 2008

Semangat Baru

Bismillahi walhamdulillah.

Astaghfirullahal Azhim… Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui diri ini…

Subhanallah, kini aku kembali ke profesi asal setelah satu sem meninggalkannya…menggilap peribadi Muslimah yang dirindui. (Ah, sungguh excited nak mengisi sampai terlupa bagi risalah!) Tidak aku akui, kadang-kala aku juga terpukul dengan kata-kata sendiri. Takut juga dosa-dosa lalu menjadi penghambat sampainya ilmu ke dalam hati mereka. Tapi aku cukup yakin, Allah yang memegang hati-hati mereka. Sepertimana Allah merubah peribadi para sahabat sebelum jahiliah kepada peribadi yang mantap selepas Islam. Semua itu atas keyakinan bahawa kalimah La ilaaha illallah adalah yang paling agung di muka bumi. Kalau tidak, masakan Rasulullah SAW para sahabat bermati-matian memperjuangkannya?

Terkenang aku pada satria aku di Sabah sana. Apalah khabarnya dia agakya… (Jangan salah faham ya. Dia abangku..) Teringat aku ketika aku pulang ke rumah sehari sebelum dia berangkat ke Sabah. Dia datang menejemputku di stesen KTM Seremban malam tu. Dengan kereta Gen2 sporty hitamnya, dia kelihatan sangat bergaya. Huhuh…abang aku ke nie? Tak mengapalah. Asalkan dia masih tahu menjaga batasnya sebagai seorang Muslim.

Sebagai seorang yang sedar akan kewajipan, tugas dakwah bukan untuk mad’u di kampus sahaja. Bahkan untuk keluarga lebih-lebih lagi perlu.

“ Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan…” (At-Tahrim,66:6)

Pada side satriaku ini pula, tiada yang mampu untuk aku lakukan selain berakhlak yang paling baik dengannya. Lama sudah meninggalkan sekolah agama, banyak yang dia dah ‘lupa’ agaknya. Peluang berada dalam kereta bersama dengannya tidak aku lepaskan begitu sahaja. Banyak perkara yang kami bincangkan, antaranya keadaan hidupnya sebagai seorang pegawai tentera TLDM, pengalamannya mengelilingi dunia dengan KD Tunas Samudera, dan ada juga aku tanyakan misi hidupnya. Dia pulak bawak keta macam formula 1!

“Angah tak teringin ke mati syahid?” aku sengaja bertanya soalan itu.

“Hmm, siapa taknak… “ Dia menjawab perlahan. Ek, macam tak ikhlas je!

Aku cuma tersenyum. Masih segar di ingatan ketika kami kecil2 dulu. Masa tu malam bulan Ramadhan, dia tingkatan 1 di SMKA P****. Aku dan adik2 lain duduk di buaian luar rumah lepas tarawikh, dengar ta’allim dia berkenaan malam Lailatul Qadr. Kami khusuk mendengar dia bercerita. Ditemani angin sepoi-sepoi bahasa dan bulan mengambang, terasa meremang bulu roma. Subhanallah, indahnya saat itu. Selepas daripada itu, aku dapat merasakan seronoknya tarawikh dan nak tambah lagi banyak2. Huhu…

Ah, Ramadhan…

Ya, pastinya Ramadhan kali ini berbeza. Sangat merinduinya…Dengan system baru yang ku terima, aku sangat mengharap ia sangat membawa erti kepada pengislahan diri dan dakwah. Yang penting, keikhlasan berada dalam saf dakwah. Refresh semula, apa tujuan sebenar? Adakah benar-benar telah mencapai Sibghah wal Inqilab? (Pencelupan dan perubahan total)

KESABARAN = usaha semaksima + seoptima mungkin!

Terkesima sebentar menonton trailer “Sang Murabbi, Mencari Spirit yang Hilang”. Tak perlulah sibuk-sibuk nak bezakan jemaah apa, jemaah apa… atau membahaskan jemaah apa-apa… Yang penting amal jamai’e untuk menghidupkan dan menyalakan obor Islam yang malap. Berdoalah untuk kejayaannya.Amin...

Wallahu a’laam bissowab.

Monday, August 04, 2008

HATMIYYAH AT-TARBIYYAH

Adalah Abdulloh bin Rowahah RA, seorang sahabat yang ketika diangkat oleh Rosululloh SAW menduduki sebuah jabatan panglima dalam perang Mu’tah, Ia menerimanya dengan tangis dan cucuran air mata. Lalu para sahabat lainnya bertanya : “Maa yubkika ya… Abdalloh…” (Apa gerangan yang membuat engkau menangis wahai Abdulloh…), Iapun menjawab : “Wa maa bia hubbuddunya walaa shabaabatan bikum walaakin tadzakkartu hina dzakaranii Rosulullohu biqoulihi ta’ala : Wa in minkum illaa waariduhaa kaana alaa Rabbika Hatman Maqdhiyya” (Tidak ada pada diriku cinta dunia dan keinginan untuk dielu-elukan oleh kalian, akan tetapi aku hanya teringat ketika Rosululloh mengingatkanku dengan firman Alloh SWT : “Dan tidaklah dari kalain melainkan akan mendatanginya (neraka jahannam) adalah yang demikian itu bagi Tuhanmu (ya! Muhammad) merupakan ketentuan yang telah ditetapkan”. (QS. Maryam : 71).

Dari ungkapan Abdulloh bin Rowahah tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa beliau mentadabburkan ayat al-qur’an begitu dalam, sehingga beliau mengaitkan erat ayat tersebut dengan amanah jabatan yang baru saja dipangkuanya, apakah jabatannya kelak dapat menyelamatkannya ketika masing-masing orang mau tidak mau harus melewati “Shirothol Mustaqim”, karena menghadapi neraka Jahannam dengan melewatinya adalah “Hatman Maqdhiyya”, ketentuan yang telah ditetapkan, tidak ada jalan alternatif lain dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

“Hatman Maqdhiyya” juga berlaku dalam kaidah Tarbiah sebagai sebuah proses dalam proyek kebangkiatan umat dan pembangunan peradaban, oleh karenanya Tarbiyah memiliki sifat “Hatmiyyah”, sifat keniscayaan, dengan kata lain bahwa Tarbiyah suatu keniscayaan adala sebuah keharusan, atau ketentuan yang harus dipenuhi, konsekwensi yang harus dijalankan, tidak dapat ditawar dan tidak bisa tergantikan dengan apapun. Walhasil untuk dapat istiqomah di jalan da’wah serta mencapai target dan sasarannya, hanya ada satu jalan : Tarbiah!. Karena Tarbiyah adalah jalan yang dikehendaki oleh Alloh SWT untuk diikuti ( QS. 6 : 153 ), dalam rangka melahirkan kader-kader generasi Rabbani (Generasi-generasi yang tertarbiyah) yang senantiasa antusias mengajarkan Al-qur’an dan mempelajarinya ( QS. 3 : 79).

Tarbiyah suatu keniscayaan dalam prosesnya dapat dilakukan minimal dengan tiga buah pendekatan.

Pendekatan Idealis
Tarbiyah adalah jalan bagi para Da’i Islam, tidak ada jalan lain, atau dengan kata lain jalan para da’i adalah jalan tarbawi yang memiliki paling sedikit tiga karakter mendasar.

Pertama : Sulit tapi hasilnya paten ( Sha’bun – Tsabit )

Sulitnya sebuah proses biasanya membuahkan hasil yang berkualitas, oleh karena itu proses da’wah yang dilakukan oleh Rosululloh SAW, bukanlah perkara yang mudah, bayangkan, lima tahun pertama dalam da’wahnya di Mekkah baru hanya terkumpul “Arba’una rojulan wa khomsu niswatin” (40 laki-laki dan 5 wanita), akan tetapi ke 45 orang inilah yang kemudian menjadi ujung tombak da’wah, yang tidak hanya “Qaabilun lidda’wah” tetapi juga “Qaabilun litthagyir”, bahkan mereka seluruhnya menjadi “Anashiruttaghyir”, “Agen of change”, agen perubahan sosial dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat yang islami.

Berda’wah memang tidak mudah, karena berda’wah melalui proses Tarbiyah ibarat menanam pohon jati, yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara sehingga akarnya tetap kuat menghunjam dan tidak goyah diterpa badai dan angin kencang, oleh karena itu jalan tarbawi adalah proses menuju pembentukan pribadi yang paten, atau dengan kata lain memiliki “matanah” (imunitas) baik secara “ma’nawiyah” (moral), “fikriyah” (gagasan dan pemikiran) dan “Tandzhimiyah” (struktural).

Ka’ab bin malik RA. Adalah salah satu contoh dari sebuah kepribadian yang paten, yang dengan kesadaran ma’nawiyah, fikriyah dan tandhimiyahnya, Ia mengakui kelalaiannya tidak turut serta dalam perang Tabuk, dan kemudian iapun dengan ikhlas menerima ‘uqubah (sanksi) yang telah ditetapkan oleh Rosululloh SAW. Bahkan ketika datang utusan dari kerajaan Ghassan yang secara diam-diam menemuinya untuk menyampaikan sepucuk surat dari raja Ghassan yang isinya antara lain suaka poltik dan jabatan penting telah tersedia untuknya bila Ia mau eksodus, Ia malah berkata seraya merobek surat tersebut : “Ayyu Mushibatin Hadzihi” (Musibah apa lagi ini..!)

Itulah sebuah refleksi dari sikap matanah yang hanya bisa dihasilkan melalu proses tarbiyah yang tidak mudah, melalui jalan da’wah yang terkonsep secara paten, Al-Qur’an menyebutnya dengan “Al-Qoulu Al-Tsabit” (QS. 14 : 27 ), yang terumuskan di atas konsep yang baik atau “Kalimat Thayyibah” bukan “kalimat khabitsah” (QS. 14 : 25 - 26 ).

Kedua : Panjang tetapi terjaga keasliannya (Thawil - Ashil)

Da’wah adalah perjalanan panjang, perjalanan yang dilalui tidak hanya oleh satu generasi, bahkan untuk dapat mencapai target dan sasaran jangka panjangnya membutuhkan beberapa generasi, Ingatlah ketika Rosululloh SAW mengayunkan palu memecahkan bebatuan parit Khandaq, ada percikan apai keluar dari sela-sela hantaman palu dan batu memercik ke arah timur, lalu beliau mengisyaratkan bahwa umatnya kelak akan dapat menaklukan Romawi (Byzantium). Padahal Romawi baru dapat di Taklukan oleh umat Islam pada masa daulah Utsmaniyah sekian abad sesudahnya, berapa generasi yang telah telampaui dan berapa panjang perjalanan da’wah yang telah dilalui?, akan tetapi ikhwah fillah betapaun telah melewati sekian banyak generasi, “Asholah” tetap terjaga, “Hammasah” tetap terpelihara, Islam yang sampai ke Romawi adalah Islam sebagaimana yang dijalankan oleh generasi pertamanya yaitu Rosululloh SAW dan Para sahabat Rodhiallohu ‘anhum wa rodhuu’anhu.

Kepribadian yang asholah adalah kepribadian yang telah teruji dengan panjangngnya mata rantai perjalanan da,wah, keperibadian yang hammasah adalah kepribadian yang tak lekang kerena ‘panas’ dan tak lapuk karena ‘hujan’, sebagai ujian dan cobaan dalam perjalanan da’wah.

Adalah Abu Thalhah RA, salah seoarang sahabat yang Alloh SWT berikan kepadanya umur yang panjang, sehingga beliau masih hidup pada masa kekhalifahan Utsman RA, beliau yang saat itu usianya sudah sepuh, ketika ada seruan jihad maritim, mengarungi lautan menuju perairan Yunani untuk mrnghadapi pasukan Romawi, seruan jihad berkumandang melalui lantunan ayat-ayat Al-Qur’an “Infiruu khifafan wa tsiqoolan” (berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat), lalu anak-anaknya berkata kpadanya : “Sudahlah Ayah tak usah ikut berperang, cukuplah kami saja yang masih muda yang mewakili Ayah di medan perang”, dengan kecerdasan menafsirkan ayat tersebut dibarengi dengan pembawaan“Hikmatussuyukh Hammasatussyabab” Abu Ayyub menjawab : “Tidak bisa, ayat tersebut telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin baik yang tua maupun yang muda, karena ayat tersebut menyebutkan “khifafan” (ringan) berarti ditujukan untuk ka lian yang masih muda dan “tsiqalan” ditujukan untukku yang sudah tua, maka anak-anaknya pun tak dapat membendung tekad sang ayah, berangkatlah Abu Thalhah RA turut serta dalam peperangan tersebut dan Iapun menemui syahadahnya.

Adalah saad bin Abi Waqqash RA, yang telah menggoreskan kesaksian perjalan da’wah dengan kepribadian yanga asholah yang tidak berubah karena perubahan situasi dan zaman, dari masa-masa yang penuh dengan kesulitan dan penderitaan hingga masa-masa yang penuh dengan kemudahan dan kesenangan, mengenang semua itu beliau berkata : “Aku adalah salah satu dari 7 orang sahabat (dari 10 sahabat yang dijanjikan masuk surga), dahulu kami bersama Rosullloh SAW dalam sebuah ekspedisi, kami tidak memiliki makanan, sehingga kami makan daun-daunan sampai perih tenggorokan kami, akan tetapi sekarang kami yang tujuh orang ini seluruhnya menjadi gubernur di beberapa daerah, maka kami berlindung kepada Alloh SWT agar tidak menjadi orang yang merasa besar di tengah-tengah manusia tetapi menjadi kecil di sisi Alloh SWT”.

Ketiga : Lambat tapi hasilnya terjamin (Bathi’ – Ma’mun)

Da’wah adalah lari estafet bukan sprint, untuk itu diperlukan kesabaran untuk mencapai target dan sasaran dengan kwalitas terjamin, lari estafet memang tampak kelihatan lambat , akan tetapi potensi dan tenaga terdistribusi secara kolektif dan perpaduan kerjasama terarah secara baik untuk memberikan sebuah jaminan kemenanagn di garis finis. Watak perjalanan da’wah yang lambat harus dilihat dari proses dan tahapannya bukan dari perangai para pelakunya, karena perangai yang lambat dalam berda’wah adalah bentuk kelalaian, yang nasab (afiliasi) nya kepada jama’ah kaliber Internasionalpun tidak akan mempercepat langkah kerja da’wahnya, sebagaiman hadits rosululloh SAW : “Man bathi’a ‘amaluhu lam yusra’ bihi nasabuhu” (Barang siapa yang lamban kerjanya, tidak bisa dipercepat dirinya dengan nasabnya).

Salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah melahirkan sebuah kepribadian yang integral, tidak mendua dan tidak terbelah, integritas kepribadian seorang muslim yang ditempa di jalan Tarbawi tercermin pada keteguhan akidahnya, keluhuran akhlaknya , kebersuhan hatinya, kebaikan suluknya baik secara ta’abbudi, ijtima’i maupun tandzhimi.

Keberhasilan sebuah da’wah akan tampak sejauh mana keterjaminannya bila dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang menguji integritas kepribadiannya. Sebagaimana halnya ketika terjadi tragedi “Haditsul Ifki” yang menimpa Aisyah radhiallohu anha, banyak orang yang yang tidak terjamin akhlaknya sehingga turut menyebarluaskan fitnah keji tersebut, bandingkan dengan para sahabiyah yang terjamin kualitas tarbawinya, yang menjaga lisannya, yang lebih senang mengedepankan husnudzhannya kepada ummul Mu’minin aisyah RA, cukuplah isteri Abu Ayyub al-anshari mewakili keluarga para shabiyah yang berhati mulia, bagaiman ia mensikapi kasus tersebut dengan penuh rasa ukhuwwah dan mencintai saudaranya karena Alloh SWT.

Berkenaan dengan gunjingan yang menimpa aisyah RA, isteri abu Ayyub al-anshary berkata kepada suaminya : “Ya..Abaa ayyub!, lau kunta sofwaana hal taf’alu bihurmati rasulillaahi suu’an, wa hua khairun minka, Ya…Abaa ayyub lau kuntu ‘Aisyah maa khuntu Rasulallohi abadan” (Wahai abu Ayyub, jika engkau yang menjadi Safwannya apakah engkau berbuat yang tidak-tidak kepada isteri Rosululloh SAW, dan Safwan lebih baik dari engkau. Wahai abu Ayyub, kalau aku yang jadi Aisyah, tidak akan pernah akau menghianati Rasululloh SAW, dan Aisyah lebih baik dariku).

Dengan kata lain isteri Abu Ayyub Al-Anshari RA mengingatkan suaminya bahwa dirinya yang tidak lebih baik dari Shafwan RA saja tidak ada pikiran-pikiran buruk teerhadap Aisyah RA sebagaimana yaang digunjingkan oleh banyak orang, apalagi Shafwan RA yang jauh lebih baik dari suaminya , sehingga mustahil dalam pandangan isteri Abu Ayyub RA Shafwan melakukan hal-hal sebagaimana yang dituduhkan oleh banyak orang. Sebaliknya isteri Abu Ayyub Al-Ansari RA juga berkata kepada dirinya sendiri , bahwa dirinya saja yang tidak merasa lebih baik dari Aisyah RA tidak pernah terlintas untuk tega mengkhianati suami apalagi Aisyah yang dalam pandangannya jelas-jelas jauh lebih baik dari dirinya, sudah barang tentu mustahil terlintas pikiran jelek menghianati suami (berselingkuh) seperti yang digosipkan oleh banyak orang.

Kata-kata isteri abu Ayyub syarat dengan taushiah agar kita menjaga syahwatul lisan, mendahulukan husnu dzhan dan menonjolkan sikap tawaddhu sebagai bukti terjaminnya hasil da’wah.

Pendekatan taktis
Setelah ketiga faktor idealis tersebut diatas telah terealisasi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah memetakan langkah-langkah taktis, dengan melakukan program peningkatan kualitas dan kuantitas pertumbuhan kader dan menyelenggarakan “Bi’tsatudduat”. Seperti beberapa orang sahabat yang diutus oleh Rosululloh SAW untuk menda’wahkan dan mengajarkan serta melakukan pembinaan kepada orang-orang yang baru masuk islam, yang telah melampaui wilayah Makkah dan Madinah, seperti Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman dan Khalid bin Walid yang dikirim ke wilayah irak. Hal itu dimaksudkan untuk menyeimbangkan luasnya medan da’wah dengan jumlah kader dan menyelaraskan dukungan masa dengan potensi (kemampuan) tarbiyah.

Pendekatan Strategis
Langkah strategis dalam sebuah perjalanan da’wah yang sangat penting adalah fokus untuk menyusun barisan kader inti, dimana hal ini tidak boleh terabaikan betapapun gegap gempitanya sambutan masyarakat umum terhadap da’wah ini, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya “Lose of generation”, atau generasi kader yang lowong, maka segera mendesak untuk dirumuskan sebuah strategi membina kader baru yang sekarang ini semakin kompetitif dengan gerakan-gerakan da’wah lainnya. Semakin banyak jumlah jumlah kader inti disamping kader baru baik secara kwalitas maupun kwantitas akan banyak membantu da’wah ini dalam menghadapi berbagai permasalahan dan ancaman.

Pada masa abu bakar RA, terjadi gelombang pemurtadan yang luar biasa, sehingga 2/3 jazirah arab nyaris mengalami kemurtadan, itu artinya hanya 1/3 wilayah yang selamat yang terdiri dari kota Makkah, Madinah dan Thaif, di ketiga kota inilah kader inti da’wah tetap dijaga dan dipelihara, sedangkan kader-kader baru dibina pada masa Khalifah Umar bin Khattab dimana kebanyakan mereka adalah tawanan perang Riddah pada masa Abu Bakar RA. Terbukti kemudian pada perang Qadisiyah, ketika ancaman imperium Persia menghadang, kader-kader baru yang dibina oleh umar bin khaatab selama kurang lebih satu tahun kebanyakan mereka berada dibarisan paling depan dalam jihad fi sabilillah, dan tak jarang diantara mereka kemudian terkenal sebagai panglima dan komandan pasukan. Itulah hasil sebuah produk tarbiyah (QS, 3 : 146).

Wallohu ‘alamu bisshowab
 

Text