Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label wanita. Show all posts
Showing posts with label wanita. Show all posts

Monday, May 30, 2011

Jiwa yang Berbekas

Bismillahi Walhamdulillah...

Assalamualaikum wbt...

Saya sangat terkesan dengan pemergian hamba Allah ini... Semat dalam hati, saya bercita-cita ingin mencontohinya, insyaAllah...

___________________

Ustadzah Yoyoh: Penjaga Hati Para Ummahat

Rabu, 25/05/2011 10:26 WIB | email | print

“Semoga kita mampu mengikuti jejak dan kiprah beliau dalam dakwah ini…” demikian curahan hati seorang kawanku Nurmala dalam statusnya di Facebook. Hatiku membantah, sosoknya terlalu 'sempurna', beliau begitu mampu mengerjakan apa saja yang tidak mampu dikerjakan orang lain.


Beliau mengerjakan semua pekerjaan yang dilakukan oleh lebih dari 10 orang. Terlalu jauh bagiku atau kita untuk mengejar apa yang telah dilakukan, sosoknya terlalu sempurna... Bagiku... beliau adalah... penjaga hati para ummahat.


Bila ada ummahat yang sakit hati atau disakiti, maka beliau menjadi bahu sandarannya, ucapannya penguat dan disingkirkannya semua beban persoalan lain, termasuk persoalan dirinya hanya untuk menampung masalah dakwah dan pribadi para ummahat seakan-akan masalah pribadi ummahat adalah masalah yang terpenting dan tergenting di dunia ini.


Dan hal ini mendatangkan rasa aman dan nyaman bagi para muslimah disekelilingnya. Beliau selalu siap untuk didatangi, diajak, ditelepon, di-SMS, diganggu walau malam hari sekalipun.


Terkadang, aku bingung. Kapan beliau tidur? karena handphonenya selalu siaga untuk menjawab sms yang masuk setiap waktu, walau pukul 3 pagi sekalipun. Padahal, masih teringat kuat dalam benakku, suatu ketika beliau baru pulang pukul 00.30 dini hari demi menunaikan tugas dakwah yang begitu melelahkan. Namun demikian, beliau menjawab dengan cepat ketika di sms pada pukul 3 pagi... Subhanallah... Padahal jawaban yang dinanti bisa saja dibalas di pagi hari setelah matahari datang.


Wanita yang solihah itu, yang akrab dipanggil Ummu Umar, Ustadzah Yoyoh, selalu mengutamakan diri kami, mengutamakan masalah-masalah orang lain, selalu menjaga hati kami agar tidak pecah. Hati-hati yang seringkali berdarah dan luka karena berbagai macam persoalan dan masalah. Maka hati-hati itu selalu menjadi segar seperti bunga yang disiram air mawar, kembali tumbuh dan kuat untuk menempuh apapun cobaan di dunia ini. Sungguh, kehilangan yang amat sangat.


Kadang aku heran, kepada siapa engkau mengadu ketika banyak masalah berdatangan menghampiri. Ketika kutanyakan hal itu baik-baik, dengan tegar engkau selalu mengajak kami kembali pada Allah, dan menyerahkan segalanya pada Allah. Engkau selalu tampil dimuka mendukung dan mensupport siapa saja dengan caramu yang indah, yang tidak menyinggung hati siapapun, yang selalu tersenyum walaupun disakiti, yang selalu sabar dan menganggap semua cobaan hidup ada jalannya.


Benar katamu, setiap peluru di Palestina sudah ada pasangannya masing-masing, itulah yang membuatmu tak gentar sedikit pun ketika harus berangkat ke Palestina dan mengajak kami semua kesana menyemangati para muslimah disana, menjenguk pabrik roti yang sedang kita buat, dan berbincang-bincang, dengan janji untuk menyebarkan pada siapa saja tentang perjuangan Palestina.


Batinku pagi ini, siapa yang akan menggantikan sosokmu yang begitu sempurna?


Ummahat di Palestina, begitu mereka sangat kehilangan dirimu, PASTI! Dimana mereka membutuhkan sekali kehadiranmu, LAGI dan LAGI!... Dengan semangatmu yang membara, itu semua membuat mereka bahagia. Ada banyak muslimah yang diwakili dirimu, bersedia menanggung beban dan membawa doa bagi rakyat Palestina.


Aku tahu, di MATAMU ADA CINTA yang menyorot lembut ketika berkisah mengenai dakwah dan perjuangan umat Islam dimana-mana, dari Indonesia sampai Palestina. Sosokmu demikian sempurna, hatimu begitu lembut, engkau adalah guru, kakak, murobbiyah, da’iyyah, sahabat, juga kawan perjalanan yang sudah sampai pada hari terakhir yang dijanjikan...


Allah sayang padamu dan mengetahui engkau menyimpan beban yang teramat berat dan maksimal. Tugasmu di dunia selesai sudah, dan bergembiralah menjadi salah seorang syuhada, dengan caramu, tatapanmu, dan juga semangatmu yang membekas dihati siapa saja yang pernah dekat denganmu.


Bagiku, tiada siapa yang mampu menggantikan dirimu, letakmu ada di dalam hatiku yang paling dalam, melekat erat tak tergoyahkan. Kepergianmu membuat banyak orang terhenyak, namun salah satu ciri orang soleh adalah kepergiannya membuat orang merasa sangat kehilangan, membuat orang menjadi ingin berbuat baik, membuat orang hanya ingat pada kebaikannya saja.


Selamat jalan guruku, sahabatku, murrobiyahku, naqibahku, kecintaanku, tempat dimana aku menangis, dan kau adalah ciptaan Allah yang merupakan segalanya bagiku. Sekali lagi ingin kukatakan, tempatmu ada dalam hatiku, dalam relung ujung dan dasar hatiku, takkan tergantikan oleh siapapun di dunia ini selain suamiku.


Engkau mujahidah dengan kualitas terbaik yang pernah kutemui di dunia ini.


Note : Dalam khayalku, mungkin kita akan berjumpa di sebuah pasar di surga di setiap jum’at. Dan engkau menubrukku sebagaimana engkau pernah menubrukku di depan Masjidil Haram sembilan bulan lalu dan memanggilku, ”Fiii, sama siapaaa...?” (bila harapan surgaNya kita tidak sama tingkatannya), atau “Assalamu’alaikum, ini ikan bakar dan gudeg, tolong kasih Mam Fifi yaa, buat anak-anak, bilangin (bisiknya lembut pada khadimahku), dari bu Yoyoh...” Begitu sering sekali beliau lakukan itu ketika pulang dari bepergian dakwah dan perjalanan yang jauh, memberi sesuatu yang sedap dimakan. “Untuk tetanggaku di surge,” pesannya diatas secarik kertas. Indah ungkapannya, masih terasa kuat menghujam di hati.


Potongan email Ustadzah Yoyoh sebelum beliau berangkat ke Sudan pada bulan Maret :


“Ketika mau naik pesawat saat petugas mengumumkan waktu boarding, saya menuju toilet terlebih dahulu untuk bersih-bersih dan berwudhu. Saya selalu berusaha menjaga wudhu karena saya ingin bila suatu saat saya dipanggil Allah SWT, maka saya dalam keadaan berwudhu. Kita menyadari bahwa hidup ini memang penuh misteri, kita hanya menjalankan program pilihan Allah, bukan pilihan kita. Sering kali kita membuat program detail untuk jangka pendek, menengah atau jangka panjang, baik untuk kepentingan pribadi atau kepentingan organisasi namun ternyata yang terealisir hanya beberpa persen saja dari yang kita rencanakan seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 34,


Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman [31] : 34)


Potongan SMS Ustadzah Yoyoh pada beberapa sahabat :


Ya Rabb, aku sedang memikirkan posisiku kelak di akhirat...


Mengkaitkan aku dengan berdampingan penghulu para wanita, Khadijah Al-Qubro yang berjuang dengan harta dan jiwanya? Atau dengan Habsah binti Abu Bakar yang dibela oleh Allah saat akan dicerai karena Showwamah dan Qowwamahnya? Atau dengan Aisyah yang telah hafal 3500-an hadist, sedang aku... ehm.. 500 juga belum.. atau dengan Ummu Sulaiman yang shobiroh atau dengan asma yang mengurus kendaraan suaminya dan mencela putranya saat istirahat dari jihad... atau dengan siapa ya?


Ya Allah tolong beri kekuatan untuk mengejar amaliyah mereka.. sehingga aku layak bertemu mereka bahkan bisa berbincang dengan mereka di taman firdausmu.


“Jiwa yang bebas terbang ‘tuyuur’ (terbang dengan bebas seperti burung) untuk mentaati perintah Allah tanpa dipenjara oleh fisik dan lain-lain.” (Yoyoh Yusroh)


Source: http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/ustadzah-yoyoh-siapakah-penerusmu-kelak.htm

Wednesday, May 04, 2011

Wanita di bawah Cahaya al-Quran dan al-Sunnah

Oleh : AisyahHumaira (al-ahkam.net)

Pendahuluan

Apakah sifat seorang wanita yang beriman kepada Allah dan RasulNya? Bagaimanakah seorang wanita itu seharusnya bertingkahlaku untuk dia digelar wanita yang solehah? Dan apakah petunjuk Nabi :selawat kepada kaum wanita dari kalangan umatnya dalam menjalani kehidupannya? Sesungguhnya tidaklah seorang wanita itu mengikut setiap pesanan dan nasihat dari guru sekalian umat ini -:selawat- melainkan dia digelar wanita yang solehah. Tiada satu pun yang dapat mengukur kebaikan dan kemuliaan seorang wanita itu melainkan dengan kekuatannya berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah. Tulisan ini akan menjawab persoalan-persoalan yang diutarakan di atas berdasarkan dalil-dalil dari al-Quran dan al-Sunnah. Wahai kaum wanita, perhatilah dan selamilah petunjuk serta wasiat dari Penciptamu dan Rasulmu serta hadapilah hidup ini dengan hati yang lurus!

.

Sifat wanita yang beriman

Sekiranya seorang wanita itu berakhlak dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat berikut, maka bergembiralah dia dengan syurga yang dijanjikan oleh Allah untuknya.

(1) Keimanan dan taqwa kepada Allah serta kecintaannya kepada Rasul :selawat. Seorang wanita itu seharusnya mendahulukan Allah dan Rasul :selawat dalam apa jua perkara serta menjadikan keduanya sebagai kayu ukur dalam setiap gerak-geri dan tingkahlakunya. Allah Taala berfirman yang bermaksud : «Tiadalah bagi lelaki yang beriman dan wanita yang beriman (hak) untuk memilih dalam urusan mereka apabila Allah dan RasulNya telah memutuskan urusan itu. Barangsiapa menderhakai Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata» [al-Ahzab : 36]. Dan Nabi :selawat telah menjanjikan bahawa mereka yang mendahulukan Allah dan RasulNya dalam setiap perkara maka mereka akan mendapat kemanisan iman. Nabi :selawat berkata yang membawa maksud : «Tiga perkara yang mana ia terdapat pada diri seseorang itu, maka dia akan merasai kemanisan iman ; orang yang mencintai Allah dan RasulNya melebihi segala sesuatu; orang yang mencintai orang lain kerana Allah; dan orang yang membenci kekafiran sebagaimana dia membenci dimasukkan ke dalam api neraka»[1].

Seorang wanita yang beriman itu selalu mengingati Allah dalam keadaan bersendiri mahupun ramai, dan dalam keadaan senang ataupun susah. Hatinya sentiasa terikat dengan Allah dan dia sentiasa memelihara iman di dalam hatinya dengan zikir, ibadah-ibadah sunat, membaca al-Quran serta memerhati tanda-tanda kekuasaan Allah. Kehidupan bagi seorang wanita itu bukanlah emas dan perhiasan, kehidupan juga bukan suami ataupun keluarga; tetapi kehidupan bagi seorang wanita itu ialah iman dan amalan-amalan soleh yang akan dibawa berjumpa Allah kelak. Allah berfirman yang bermaksud : «Barangsiapa mengerjakan kebaikan baik lelaki ataupun perempuan, sedang dia beriman, nescaya Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan Kami balasi mereka dengan pahala yang terlebih baik dari apa yang telah mereka amalkan» [al-Nahl : 97]. Seorang wanita yang menjadikan al-Quran dan al-Sunnah sebagai tunggak hidupnya, maka dia akan menjalani kehidupan di dunia ini dengan aman dan bahagia. Dari Suhaib al-Rumi, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Sungguh mengkagumkan urusan orang mukmin itu, setiap urusannya adalah baik, tidaklah perkara ini berlaku kepada seseorang pun melainkan orang mukmin, jika dia mendapat perkara gembira, dia bersyukur, itu adalah baik baginya, dan jika dia ditimpa musibah, dia bersabar, itu adalah baik baginya»[2].

(2) Sentiasa melazimi rumah dan tidak berhias-hias (tabarruj). Sekian banyak dalil-dalil dari al-Quran dan al-Sunnah yang menunjukkan bahawa melazimi rumah itu adalah lebih baik bagi seorang wanita. Setiap apa yang disebut sebagai baik oleh Allah dan Rasul :selawat, maka tiadalah sesuatu pun yang lebih baik dari perkara itu. Allah berfirman di dalam al-Quran yang menunjukkan perintah kepada isteri-isteri Nabi :selawat yang bermaksud : «Tetaplah kamu dalam rumahmu dan janganlah kamu berhias-hias seperti berhiasnya perempuan jahiliyah yang dahulu…» [al-Ahzab : 34]. Ibn Kathir berkata ketika menafsirkan ayat ini : "Adab-adab ini telah Allah perintahkan kepada isteri-isteri Nabi :selawat dan wanita umat ini (untuk mereka mengikuti ummahat al-mukminin)…(ayat ini bermaksud) iaitu tetaplah kalian dan janganlah keluar tanpa sebarang hajat dan antara hajat yang dibenarkan syara ialah solat di masjid dengan syarat yang telah ditetapkan[3]". Manakala al-Qurtubi pula berkata : "Ayat ini menunjukkan perintah untuk tetap di rumah, walaupun ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri Nabi :selawat, tetapi dari segi makna, ia juga merangkumi wanita-wanita lain, bagaimana tidak, sedangkan banyak perintah syara yang menyuruh wanita tetap di rumah dan tidak keluar kecuali darurat[4]".

Dalam suatu hadis, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Solat wanita di (bahagian dalam) rumahnya lebih baik dari solatnya di ruangan luar rumahnya[5], dan solatnya di dalam rumah kecilnya (makhda[6]) lebih baik dari solatnya di dalam bahagian dalam rumahnya (tadi)»[7]. Walaubagaimana pun, wanita dibenarkan untuk solat di masjid, tetapi solat mereka di rumah itu adalah lebih baik seperti yang dikatakan oleh Nabi :selawat yang bermaksud : «Janganlah kamu halang isteri-isteri kamu (bersolat) di masjid, (akan tetapi) rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka»[8]. Dalam syarah hadis ini disebutkan : Solat wanita di rumah itu lebih baik bagi wanita daripada solat mereka di masjid sekiranya mereka mengetahui, tetapi mereka tidak mengetahuinya lantas meminta izin untuk ke masjid dan menganggap bahawa pahala mereka bersolat di masjid itu lebih banyak. Solat mereka di rumah itu lebih baik kerana ia lebih aman dari fitnah, lebih-lebih lagi setelah berlakunya tabarruj dan berhias-hias di kalangan wanita…[9]. Perintah ini dikuatkan lagi dengan sebuah hadis Nabi :selawat yang bermaksud : «Wanita itu aurat, jika dia keluar maka syaitan akan memandangnya, dan seorang wanita itu paling hampir dengan Tuhannya sekiranya dia berada tetap di dalam rumahnya»[10]. Perkataan istasyrafa dalam hadis di atas membawa maksud syaitan akan mencantikkan wanita itu di mata lelaki, dan ada pendapat yang mengatakan bahawa maksud hadis ini ialah syaitan akan memandang wanita itu untuk menyesatkannya dan orang lain akan menjadi sesat disebabkan olehnya[11]. Subhanallah! Hadis ini menunjukkan kelebihan melazimi rumah bagi seorang wanita dan itu merupakan antara cara yang terbaik untuk dia mendekatkan diri kepada Allah. Maksudnya sama seperti hadis[12] yang menyatakan bahawa seorang hamba itu paling hampir dengan Allah dalam keadaan sujud, yang mana hadis ini menunjukkan kelebihan sujud dan galakan untuk memperbanyakkan sujud.

Perintah bagi wanita supaya tetap di rumah dan larangan untuk mereka keluar dikecualikan sekiranya mereka keluar dengan sebab-sebab dan hajat tertentu yang dibenarkan syara. Ini berdasarkan hadis Nabi :selawat di mana Aisyah :radhia menceritakan : Saudah :radhia telah keluar –selepas turunnya perintah hijab- kerana hajat tertentu, dan dia adalah seorang wanita yang berbadan besar, mereka yang mengenalinya pasti akan akan mengetahui bahawa dia adalah Saudah (walaupun dia memakai pakaian menutupi seluruh badan ataupun keadaan malam yang gelap), maka Umar melihatnya lalu berkata : Wahai Saudah, demi Allah, kamu tidak akan dapat menyembunyikan diri dari kami, maka fikirlah cara bagaimana kamu keluar tanpa dikenali. Aisyah berkata : Maka Saudah pun pulang, dan Baginda :selawat berada di rumahku sedang makan malam dan tangannya menggenggam daging, lalu dia masuk dan berkata : Wahai Rasulullah, aku telah keluar untuk menunaikan hajatku dan Umar telah berkata kepadaku (itu dan ini). Aisyah berkata : Maka Allah telah menurunkan wahyu kepadanya dan ketika keadaan itu selesai, daging itu masih berada di genggamannya seakan-akan beliau tidak mahu menyimpannya, lalu Nabi :selawat bersabda : «Kamu diizinkan keluar untuk memenuhi keperluanmu»[13].

(3) Sentiasa menundukkan pandangan dan memelihara dirinya. Seorang wanita yang beriman dan solehah itu sentiasa menundukkan pandangannya dari melihat perkara-perkara yang haram dan sentiasa memelihara kehormatan dirinya sebagai seorang wanita yang beriman.

Telah menjadi kebiasaan bagi wanita-wanita zaman ini samada yang sudah bersuami atau pun masih belum berkahwin –kecuali mereka yang dipelihara oleh Allah- untuk mempunyai sahabat dari kalangan lelaki. Ini bertentangan dengan sifat wanita yang beriman dari kalangan hamba yang disifatkan oleh Allah dalam surah al-Nisa yang bermaksud : «…dan berikanlah kepadanya mas kahwinnya dengan kadar yang patut, sedang hamba itu perempuan yang baik, bukan perempuan lacur dan bukan pula mengambil lelaki lain sebagai teman secara rahsia…» [al-Nisa : 25]. Inilah budaya barat yang cuba diserap masuk di kalangan wanita-wanita Muslimah kerana musuh-musuh Allah ini tahu bahawa rosaknya wanita Muslimah bererti rosaklah generasi Islam yang akan datang! Tetapi malangnya, fenomena ini dianggap biasa di zaman ini bahkan wanita yang tiada sahabat lelaki itu pula yang dikatakan ketinggalan zaman serta tidak pandai bersosial dan sebagainya. Allah jualah tempat meminta pertolongan.

Firman Allah lagi dalam surah yang sama mengenai sifat-sifat wanita yang baik itu : «…Perempuan-perempuan yang solehah ialah perempuan-perempuan yang taat, yang memelihara kehormatannya sewaktu suaminya tiada, sebagaimana Allah telah memeliharakan dirinya…» [al-Nisa : 34]. Maksudnya, mereka ini memelihara kehormatan diri mereka dan memelihara rahsia suami ketika ketiadaannya sebagaimana Allah memelihara mereka dengan memerintahkan para suami supaya bergaul dengan baik dengan mereka dan menunaikan hak-hak para isteri[14]. Inilah ciri-ciri wanita yang solehah.

Manakala perintah menundukkan pandangan pula tidaklah terhad pada lelaki sahaja, bahkan Allah telah mengkhususkan satu ayat yang menyuruh para wanita juga menundukkan pandangan. Firman Allah yang bermaksud : …«Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, supaya mereka merendahkan pandangan…» [al-Nur : 31].

(4) Menjaga lisan daripada mengumpat, memfitnah dan sebagainya. Suka mengumpat, mencerca dan melaknat adalah satu sifat yang sering dikaitkan dengan wanita –kita memohon keselamatan dari Allah supaya dijauhkan dari sifat ini-. Manakan tidak, sedangkan Allah sendiri mengkhususkan larangan ini kepada wanita di samping ayat yang umum melarang orang mukmin itu menghina sesama mukmin. Allah berfirman yang bermaksud : «…dan jangan pula kaum perempuan menghina kaum perempuan yang lain, kerana boleh jadi perempuan yang dihina itu lebih baik dari perempuan yang menghina…» [al-Hujurat : 11]. Allah mengkhususkan larangan ini kepada wanita kerana kaum inilah yang seringkali cepat mengeluarkan kata-kata yang tidak baik samada mengumpat, menghina, mengata dan sebagainya[15]. Syeikh al-Sadi rahimahullah di dalam tafsirnya berkata : …pada realitinya memang selalunya mereka yang dihina itu lebih baik dari yang menghina, kerana penghinaan itu tidak akan datang kecuali dari hati yang penuh dengan keburukan dan akhlak yang keji…[16].

Allah Taala juga berfirman yang bermaksud : «…dan janganlah kamu mengumpat orang lain, sukakah salah seorang kamu memakan daging saudaranya yang telah mati?...» [al-Hujurat : 12]. Maka selayaknya bagi wanita yang beriman untuk menjauhi larangan Allah ini dan cuba sedaya-upaya untuk menjaga lisannya dari berkata yang tidak baik. Hendaklah seorang wanita itu bertaqwa pada Allah dan meletakkan syurga dan neraka di hadapannya sebelum berkata apa-apa mengenai orang lain.

Dari Huzaifah :radhia, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Tidak akan masuk syurga qattaat (orang yang mendengar sesuatu sedangkan dia tidak mengetahui hakikat sebenarnya dan kemudian menyebarkannya untuk tujuan berbuat kerosakan[17])[18].

(5) Menjaga pendengarannya daripada muzik, kata-kata yang keji dan perkara-perkara lain yang haram untuk didengari. Seorang wanita yang beriman hendaklah berusaha sedaya-upaya untuk menjauhi apa jua perkara yang boleh melalaikannya dan tidak mendatangkan faedah bagi agamanya. Dia hendaklah sentiasa memelihara pendengarannya kerana ia adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan ke atasnya dan akan disoal oleh Allah di hari akhirat kelak. Allah berfirman yang bermaksud : «…Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, masing-masing akan dipertanggungjawabkan» [al-Isra : 36].

Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Akan muncul dari umatku orang-orang yang menghalalkan (menganggap halal) zina, memakai baju sutera, arak dan alat muzik…»[19]. Perbuatan menghalalkan itu tidak terjadi melainkan apabila hukum asal sesuatu itu adalah haram. Dalam hadis ini, alat muzik diletakkan sebaris dengan arak dan zina yang mana jelas pengharamannya pada umat Islam. Ibn Masud :radhia berkata : "Nyanyian itu menumbuhkan nifaq dalam hati sebagaimana air itu menumbuhkan sayuran"[20].

Dr. Aidh al-Qarni berkata[21] : Sesiapa yang mendengar muzik itu maka dia akan dihukum dengan tiga perkara :

1- Terputus hubungan hatinya dengan Allah.

2- Dia tidak lagi menyintai al-Quran, zikir, hadis, sirah Nabi :selawat dan sebagainya.

3- Allah akan mengharamkan mendengar nyanyian baginya di syurga nanti.

Bersambung insha Allah…



[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab Badu al-wahyi, Bab Halawat al-iman, no. hadis : 16; Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Iman, Bab Bayan khisal man ittashafa bihinna wajada fiihi halawat al-iman, no. hadis : 67; al-Nasaie dalam Sunannya, Kitab al-Iman wa syaraiihi, Bab Halawat al-iman, no. hadis : 4988; Ahmad dalam Musnadnya, 3/103, no. hadis : 12021.

[2] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Zuhd wa al-Raqaiq, Bab al-Mumin amruhu kulluhu khayr, no. hadis : 64; Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban bi Tartib Ibn Balban, Kitab al-Janaiz, Bab Ma jaa fi al-sabr, no. hadis : 2896. Lafaz hadis ini adalah lafaz Muslim.

[3] Ibn Kathir, Tafsir al-Quran al-Azhim, (T.Tp, T.Th) 3/636.

[4] Al-Qurtubi, al-Jami li Ahkam al-Quran, (T.Tp, T.Th) 14/158.

[5] Al-hujrat : Kawasan lapang di dalam rumah. Lihat : al-Azhim Abadi, Syaraf al-Haq Muhammad Asyraf, Aun al-Mabud Syarh Sunan Abi Daud, (Beirut : Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2001) 2/166.

[6] Al-makhda : Rumah kecil yang ada dalam rumah besar; tempat menyimpan barang-barang yang berharga. Lihat : Ibid.

[7] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab al-Tasydid fi zalik, no. hadis : 570; Ibn Khuzaimah dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ikhtiyar Salat al-Marah fi Baytiha ala Salatiha, no. hadis : 1688; al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitab al-Imamah wa Salat al-Jamaah, no. hadis : 757; al-Baihaqi dalam Sunannya, Kitab al-Haidh, Bab Khayr Masajid al-Nisa Qar Buyutihinna, no. hadis : 5144. Berkata al-Hakim : Hadis ini hadis sahih menepati syarat Bukhari dan Muslim tetapi mereka tidak meriwayatkannya di dalam kitab mereka. Keduanya berhujah dengan Muwarriq ibn Musyamrij al-Ajaliyy; dan ia dipersetujui oleh al-Zahabi.

[8] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab Ma jaa fi khuruj al-nisa ila al-masjid, no. hadis : 567; Ahmad, 2/76, no. hadis : 5468 & 5471; al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitab al-Imamah wa Salat al-jamaah, no. hadis : 755; al-Baihaqi dalam Sunannya, Kitab al-Haidh, Bab Khayr Masajid al-Nisa Qar Buyutihinna, no. hadis : 5142. Berkata al-Hakim : Hadis ini sahih menepati syarat Bukhari dan Muslim, keduanya berhujah dengan al-Awwam bin Hawsyab dan telah thabit bahawa Habib mendengar dari Ibn Umar; tetapi mereka tidak meriwayatkan penambahan dalam hadis ini wa buyutuhunna khayrun lahunna. Dipersetujui oleh al-Zahabi.

[9] al-Azhim Abadi, op. cit, 2/165.

[10] Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dalam Sunannya, Kitab al-Ridha, Bab bi dun tarjamah , no. hadis : 1173; Ibn Hibban dalam Sahihnya, Kitab al-Hazr wa al-Ibahat, no. hadis : 5599; Ibn Abi Syaibah dalam al-Musannaf, Kitab al-Salawat, Bab Man kariha zalik, no. hadis : 7616; Ibn Khuzaimah dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ikhtiyar Salat al-Marah fi Baytiha ala Salatiha…, no. hadis : 1685; al-Tabarani dalam al-Mujam al-Kabir dan al-Awsath, no. hadis : 10115 & 8096. Dalam riwayat al-Tirmizi oleh Abdullah, tiada lafaz : Wa aqrabu ma takuunu… dan dia berkata : Ini hadis hasan sahih gharib. Berkata al-Haithami : Diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Kabir dan perawi-perawinya dipercayai. Lihat : al-Haithami, Nur al-Din Ali bin Abi Bakr, Majma al-Zawaid wa Manba al-Fawaid, (Beirut : Dar al-Fikr, 1412H) 2/156.

[11] Lihat : al-Mubarakfuri, Muhammad Abdul Rahman bin Abdul Rahim, Tuhfat al-Ahwazi bi Syarh Jami al-Tirmizi, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2001) 4/283.

[12] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ma Yuqaal fi al-Ruku wa al-Sujud, no. hadis : 482; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab Fi al-Dua fi al-Ruku wa al-Sujud, no. hadis : 875; al-Nasaie dalam Sunannya, Sifat al-Salat, Aqrab Ma Yakuunu al-Abd Min Allah Azza wa Jalla, no. hadis : 1137; Ahmad dalam Musnadnya, 2/421, no. hadis : 9442.

[13] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Tafsir, Bab Qauluhu Taala : [33 : 53], no. hadis : 4517; Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Salam, Bab Ibahat al-khuruj li al-nisa li qadha hajat al-insan, no. hadis : 2170.

[14] Lihat : al-Baghawi, al-Hussain bin Masud, Maalim al-Tanzil, (al-Riyadh : Dar Thiibah, 2002M/1423H) 1/519.

[15] Lihat : al-Qurtubi, op. cit., 16/275.

[16] Al-Sadi, Abdul Rahman bin Nasir, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (al-Riyadh : Dar al-Salam, 2002M/1422H) 945.

[17] Lihat : Ibn Hajar, Ahmad bin Ali Abu Fadhl, Fath al-Bari, (Beirut : Dar al-Marifah, 1379H) 10/473.

[18] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Adab, Bab Ma Yukrahu min al-Namimah, no. hadis : 5709; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Adab, Bab fi al-Qattaat (al-Nammaam), no. hadis : 4871; Ahmad dalam Musnadnya, 5/382, 389, 397, 402, 404; al-Nasaie dalam Sunan al-Kubra, Kitab al-Tafsir, Surah al-Qalam, no. hadis : 11614.

[19] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Asyribat, Bab Ma Jaa fi Man Yastahillu al-Khamr…, no. hadis : 5268; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Libas, Bab Ma Jaa fi al-Hirr, no. hadis : 4039.

[20] Dinaqalkan dari : al-Suyuti, Jalaluddin bin al-Kamal, al-Amru bi al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida, (al-Riyadh : Dar Ibn al-Qayyim, 2001M/1422H) 107.

[21] Lihat : Al-Qarni, Aidh bin Abdillah, Bayt Ussisa ala al-Taqwa, (Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000M) 214

Monday, November 01, 2010

Pasanganku Superman

oleh: Ummu Atiqah

Mencari Si Superman Baiti jannati yang dipenuhi sakinah, mawaddah dan rahmah selamanya menjadi impian setiap insan apatah lagi para aktivis dakwah. Mengimpikan pasangan hidup ideal, bersama anak-anak penyejuk mata, dan jika boleh, alangkah bahagianya jika setiap saat diisi dengan watak hanya kita sekeluarga. Jika boleh, kita mengimpikan kebersamaan keluarga sentiasa menjadi aktiviti rutin yang mengambil paling banyak masa-masa yang ada. Jika boleh, biar ungkapan cinta dari pasangan dan anak-anak sentiasa menjadi ungkapan keramat yang mengisi paling banyak kehidupan kita. Semua ini antara bukti bagi mengungkapkan rasa cinta yang hebat buat keluarga kita, sedari lafaz nikah diungkapkan dan harapannya agar cinta suci ini kekal selama-lamanya, hingga ke syurga.

Impian inilah yang membuatkan kita termotivasi untuk menjadi pasangan ‘ideal’, melebihi standard ‘terbaik’ dalam menuju penyempurnaan impian yang kita bina. Memiliki pasangan yang soleh, romantik, sedap mata memandang, kerjaya yang hebat, dan banyak lagi spesifikasi lain bagi menggambarkan impian pasangan yang akan men emani kita sepanjang hayat, apatah lagi kehidupan impian kita sampai ke syurga. Sesekali, impian itu umpama mengharapkan seorang superman (atau superwoman) sebagai pasangan kita. Dengan wajah sesedap mata memandang, lengkap dengan pakej sempurna. Memiliki sekeping hati yang ikhlas untuk menyelamatkan semua manusia, yang mana sememangnya dicipta dengan kelebihannya yang luar biasa. Meskipun punya kelemahan, tidaklah ia menjadi perkara besar kerana kelemahan itu menunjukkan seorang superman masih ada sisi ‘manusiawi’nya, malah kelebihan atau keistimewaannya yang terlalu banyak dan super hebat mampu me‘lupa’kan kita pada kelemahannya yang ada.

Kebaikan hatinya menjadikan cinta ini sentiasa buat dirinya..

Kesetiaan jiwanya menjadikan cinta ini selamanya hanya untuknya (moga ia hingga ke syurga)..

Semangat menyelamat manusia (da’i ilalLah) menjadikan dirinya ‘anugerah’ serba bisa dan pahlawan dunia..

Kesungguhannya melawan kebatilan menjadikan dirinya dipuja sebagai perwira..

Rendah dirinya (tidak ingin dikenali kerana berjasa)menjadikan dirinya sangat mulia..

Kesabaran dan ketabahannya nyata menjadikan dirinya yang teristimewa ..


Jodohku dengan superman?

Indahnya jika benar pasangan kita adalah memang superman. Nyatanya, insan sesempurna superman agak sukar dicari. Kalau ada pun di dunia ini, besar kemungkinan ‘superman’ itu bukan ditakdirkan sebagai pasangan kita. Kerana itu, marilah kita berpijak di bumi nyata. Usah terpengaruh dengan hebatnya cerita superman. Tidak salah mempunyai impian, namun jangan di‘paksa’ pasangan kita untuk menjadi superman. Terimalah dia seadanya. Dialah pasangan kita yang punya kelebihan dan terlalu banyak kelemahan. Sehingga senarai kelemahan kekadang lebih banyak dari kelebihan sekiranya kelemahan dirinya yang ingin kita tonjolkan. Betapa dia sering melakukan salah dan silap, kerana sesungguhnya dia bukanlah seorang superman. Sekali lagi terimalah dia seadanya, dia bukannya superman.

Kita manusia biasa, sesungguhnya terlalu banyak khilafnya. Berbicara tentang kelemahan, kekurangan dan seringnya melakukan kekhilafan bukanlah ruang untuk penerimaan seadanya tanpa kesungguhan usaha untuk memperbaikinya. Terima seadanya adalah menerima kelemahan ‘manusia melakukan kesalahan’ bagi memberikan peluang untuk kita menjadi terbaik dan lebih baik. Kerana kita mempunyai sisi kelemahan, marilah kita berusaha memperbaikinya. Sebenarnya ‘kesempurnaan’ adalah perasaan yang ‘hebat’ namun kesempurnaan mungkin menjadi satu-satunya kekurangan seseorang manusia biasa. Justeru kita adalah seorang manusia biasa, maka melakukan kesalahan adalah suatu perkara yang boleh diterima. Namun apa yang penting dari sekadar penerimaan adalah bagaimana kita berusaha memperbaikinya.

Profil ‘Superman’ kita

Dengan adanya sisa-sisa impian juga banyaknya kelemahan, marilah kita berusaha mengurangkan jurang antara keduanya. Kesungguhan kita memperbaiki diri inilah antara bekal amal soleh kita. Sampai masanya, nafas kita akan terhenti. Segala janji Allah menjadi suatu hakikat yang pasti. Kita memang bukan superman di dunia ini. Namun kita mengharapkan kita mampu menjadi ‘superman’ di akhirat sana. Terbang menuju syurga yang tertinggi bersama Rasulullah dan mereka yang ikhlas mengikut jejak langkah perjuangan baginda.

Cukuplah syurga menjadi motivasi untuk kita menjadi pasangan yang hebat buat pasangan kita. Meskipun terlalu banyak cabaran dan ujian dalam kehidupan, kita cuba melaksanakan apa yang terbaik dan semampu kita untuk kebahagiaan keluarga yang kita cinta dalam skala lingkungan terdekat kita, dan untuk kemenangan islam dalam skala kerja dakwah untuk ummat manusia. Semoga usaha optima kita yang mana mungkin tidaklah sehebat mana pada orang lain mampu menjadi bekal berharga untuk kita lulus ‘periksa’ pada hari akhirat. Sesungguhnya ‘superman’ pada kita adalah orang yang berjaya melepasi ujian kehidupan dunia dan akhirnya mampu terbang laju menuju syurga.


Dipetik dari Risalah exam Paksi.net

Wednesday, September 24, 2008

Hukum Tinggal atau Diam Di Masjid bagi Orang Junub, Perempuan Haid dan Nifas

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

“Ertinya : … Sesungguhnya aku tidak halalkan masjid ini bagi perempuan yang haidh dan orang yang junub.”

DHA’IF. Riwayat Abu Dawud (no. 232), Ibnu Khuzaimah (no. 1327), Baihaqiy (2/442-443) dan Ad Duulaabiy di dalam kitabnya Al Kuna wal Asmaa’ (1/150-151), dan jalan Abdul Wahid bin Ziyad (ia berkata): Telah menceritakan kepada kami Aflat bin Khalifah, dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Jasrah binti Dajaajah, dari ‘Aisyah marfu’ (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti di atas)


Saya berkata ; Sanad hadits ini dha’if, di dalamnya terdapat Jasrah binti Dajaajah seorang rawi yang dha’if.
Berkata Bukhari, “Pada Jasrah terdapat keanehan-keanehan.” (Yakni, pada riwayat-riwayatnya terdapat keanehan-keanehan).

(1) Berkata Baihaqiy, “Hadits ini tidak kuat.”
(2) Berkata Al-Khathaabiy, “Hadits ini telah dilemahkan oleh jama’ah (ahli hadits).”
(3) Berkata Abdul Haq, “Hadits ini tidak tsabit (kuat) dari jurusan isnadnya.” Berkata Ibnu Hazm di kitabnya Al Muhalla (2/186) tentang seluruh jalan hadits ini, “Semuanya ini adalah batil.”

Syaikhul Imam Al Albani telah melemahkan hadits ini di dalam kitabnya Irwaaul Ghalil (no. 193). Dan beliau pun mengatakan bahawa telah terjadi perselisihan atau perbezaan di dalam sanadnya. Di atas Aflat meriwayatkan dari Jasrah dari ‘Aisyah. Dalam riwayat yang lain Jasrah meriwayatkan dari Ummu Salamah sebagaimana riwayat di bawah ini.


“Ertinya : Sesungguhnya masjid ini tidak halal bagi orang yang junub dan perempuan haidh.”

DHA’IF. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 645) dari jalan Ibnu Abi Ghaniyyah, dari Abil Khaththaab Al Hajariy, dari Mahduh Adz Dzuhliy, dari Jasrah dia berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku Ummu Salamah, marfu’ (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti di atas).

Imam Abu Zur’ah Ar Raaziy berkata, “Yang benar adalah riwayat Jasrah daripada Aisyah.” (4) Berkata Imam Ibnu Hazm di kitabnya Al Muhalla (2/186), “Adapun Mahduh telah gugur riwayatnya, ia telah meriwayatkan dari Jasrah riwayat-riwayat yang mu’dhal. Sedangkan Abul Khaththaab Al Hajariy majhul.”

Saya berkata: Abul Khaththaab dan Mahduh dua orang rawi yang majhul sebagaimana diterangkan Al Hafizh Ibnu Hajar di dalam Taqrib-nya (2/231 dan 417).
Saya berkata: Selain dua riwayat dha’if di atas dan yang kedua lebih lemah dari yang pertama, yang mereka jadikan dalil tentang haramnya bagi orang yang junub dan perempuan haidh dan nifas untuk tinggal atau diam di masjid, mereka pun berdalil dengan beberapa atsar dhaif dibawah ini.

(1). Perkataan Ibnu Abbas tentang firman Allah surat An-Nisaa ayat 43.

Berkata Ibnu Abbas, “Tidak boleh engkau masuk masjid sedangkan engkau dalam keadaan junub kecuali sekadar lalu dan jangan engkau duduk” (Riwayat Baihaqiy : 2/443)

Saya berkata : Sanad riwayat ini dhaif, kerana Abu Ja’far Ar-Raazi yang ada di sanadnya seorang rawi yang dhaif kerana buruk hafalannya dan dia telah dilemahkan oleh para Imam di antaranya Imam Ahmad bin Hambal, Abu Zur’ah, Nasa’i, Al-Fallas dan lain-lain. Dan telah datang riwayat dari Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih yang menyalahi riwayat dhaif di atas.

Telah berkata Ibnu Abi Syaibah di kitab-kitab Al-Mushannaf, “Telah menceritakan kepada kami Waaki, dari Ibnu Abi Arubah, dari Qatadah, dari Abi Mijlaz, dari Ibnu Abbas tentang firman Allah di atas beliau mengatakan (menafsirkan) ; (Yang dimaksud dengan ‘aabiri sabil) ialah musafir yang tidak memperoleh air lalu dia bertayamum” (5)

(2). Kemudian Imam Baihaqiy meriwayatkan lagi (2/443) dari jalan Abu Ubaidah bin Abdullah, dari Ibnu Mas’ud bahawa dia telah memberikan keringanan bagi orang yang junub untuk sekadar lalu di dalam masjid (yakni tidak duduk atau tinggal di masjid)

Saya berkata ; Sanad ini dhaif, kerana Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud tidak pernah berjumpa dengan bapaknya yaitu Abdullah bin Mas’ud. Dengan demikian maka sanad ini munqathi (terputus).

(3). Kemudian Imam Baihaqiy meriwayatkan lagi (2/443) dari jalan Hasan bin Abi Ja’far Al-Azdiy, dari Salm Al-Alawiy, dari Anas bin Malik tentang firman Allah di atas dia berkata, “ Sekadar lalu dan tidak duduk (di masjid)”.

Saya berkaa ; Sanad in pun dhaif, kerana:
Pertama : Salm bin Qais Al-Alawiy seorang rawi yang dhaif sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafidzh Ibnu Hajar di Taqribnya (1/314).


Kedua ; Hasan bin Abi Ja’far Al-Jufriy Abu Sa’id Al-Azdiy, telah dilemahkan oleh Jama’ah ahli hadits. (Taqribut Tahdzib 1/164, Tahdzibit Tahdzib 2/260-261. Mizanul I’tidal 1/482-483)

Saya berkata :Telah sah dari Ali bin Abi Thalib bahawa beliau menafsirkan ayat diatas dengan orang musafir, beliau berkata, “Diturunkan ayat ini berkenaan dengan orang musafir. Dan tidak juga bagi orang yang junub kecuali orang yang mengadakan perjalanan sehingga dia mandi. Beliau berkata ; Apabila seorang (musafir) itu junub lalu dia tidak memperoleh air, dia tayamum lalu shalat sampai dia mendapatkan air. Dan apabila dia telah mendapatkan air (hendaklah) dia mandi’ (Riayat Baihaqiy 1/216 dan Ibnu Jarir di kitab Tafsirnya juz 5 hal. 62 dan lain-lain sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Katsir di Tafsirnya 1/501 dan Imam Suyuthi di tafsirnya Ad-Durul Mantsur 2/165)

Setelah kita mengetahui bahawa seluruh riwayat yang melarang orang yang junub dan perempuan haid/nifas berdiam atau tinggal di masjid semuanya dhaif. Demikian juga tafsir ayat 43 surat An-Nisaa yang melarang orang yang junub dan perempuan haid berdiam atau tinggal di masjid semuanya dhaif tidak ada satupun yang sah (shahih atau hasan). Bahkan tafsir yang shahih dan sesuai dengan maksud ayat ialah tafsir dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas di atas. Yaitu, musafir yang terkena janabah dan dia tidak mendapatkan air lalu dia tayammum sampai dia memperoleh air. Jadi yang dimaksud dengan firman Allah ‘aabiri sabil ialah musafir. Bukanlah yang dimaksud orang yang masuk ke dalam masjid sekadar melewatinya tidak diam atau tinggal di dalamnya. Tafsir yang demikian selain tidak sesuai dengan susunan ayat dan menyalahi tafsir shahabat dan sejumlah dalil di bawah ini yang menjelaskan kepada kita bahawa orang yang junub dan perempuan yang haid atau nifas boleh diam atau tinggal di masjid.

Dalil Pertama

Dari ‘Aisyah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Ambilkanlah untukku sajadah kecil (6) di masjid.” Jawabku, “Sesungguhnya aku sedang haidh.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidhmu itu tidak berada di tanganmu.”

Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad dan Iain-lain.

Pengambilan dalil dari hadits yang mulia ini ialah bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan ‘Aisyah masuk ke dalam masjid walaupun sedang haidh. Dan ketegasan jawapan beliau kepada ‘Aisyah menunjukkan bahawa haidhmu tidak menghalangimu masuk ke dalam masjid kerana haidhmu tidak berada di tanganmu.

Ada yang mengatakan, bahawa hadits di atas hanya menunjukkan bolehnya bagi perempuan haidh sekadar masuk ke dalam masjid atau melewatinya untuk satu keperluan kemudian segera keluar dari dalam masjid bukan untuk diam dan tinggal lama di dalam masjid.

Saya jawab: Subhaanallah! Inilah ta’thil, yaitu menghilangkan sejumlah faedah yang ada di dalam hadits ‘Aisyah di atas. Kalau benar apa yang dikatakannya tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan pengecualian kepada ‘Aisyah bahawa dia hanya boleh masuk ke dalam masjid dalam waktu yang singkat atau melewatinya sekadar mengambil sajadah kecil beliau dan tidak boleh diam dan tinggal lama di dalam masjid. Akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda secara umum masuk ke dalam masjid tanpa satupun pengecualian. Padahal saat itu ‘Aisyah sangat memerlukan penjelasan daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkannya masuk ke dalam masjid dalam keadaan haidh. Sedangkan mengakhirkan penjelasan dari waktu yang diperlukan tidak diperbolehkan menurut kaedah ushul yang telah disepakati. Oleh kerana itu wajib bagi kita menetapkan dan mengamalkan keumuman sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu diperbolehkan bagi perempuan haidh untuk masuk ke dalam masjid secara mutlak, baik sebentar atau lama bahkan tinggal atau menetap di dalamnya sebagaimana ditunjuki oleh dalil ketiga dan keempat.

Dalil Kedua:

Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”.

Shahih riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain dari jalan Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui beliau), lalu beliau bersabda, “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?” Jawabku, “Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)”, Maka beliau bersabda, “Subhanallah! Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” (Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis) (7)


Dalil Ketiga

Dan’ Aisyah (dia berkata), “Sesungguhnya ada seorang hamba perempuan hitam kepunyaan salah satu suku dari bangsa Arab. Lalu mereka memerdekakannya, kemudian dia pun tinggal bersama mereka…”
Berkata ‘Aisyah, “Lalu perempuan itu datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan masuk Islam.”
Berkata ‘Aisyah, “Dan perempuan itu mempunyai khemah kecil di masjid (yakni sebagai tempat tinggalnya)…”

Shahih riwayat Bukhari (no. 439).

Pengambilan dalil dari hadits yang mulia ini jelas sekali tentang bolehnya bagi perempuan haidh untuk tinggal lama atau diam di masjid. Ini kerana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyatakan kepada perempuan di atas ‘kalau datang hari-hari haidhmu hendaklah engkau jangan tinggal di masjid. Sedangkan dia tinggal di masjid dan mempunyai khemah untuk dia tidur dan menurut dalil keempat perempuan itu bekerja sebagai pembersih masjid. Sekiranya perempuan haidh itu tidak boleh tinggal atau diam di masjid tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan pengecualian seperti di atas. Akan tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan dan membolehkan perempuan tersebut untuk tinggal di masjid bahkan mempunyai khemah sendiri secara umum dan mutlak tanpa satupun pengecualian. Padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui dan kita pun mengetahui bahawa perempuan setiap bulannya akan melalui hari-hari haidh.

Dalil di atas bersama dalil keempat di bawah ini merupakan setegas-tegas dalil dan hujjah tentang bolehnya bagi perempuan haidh dan nifas untuk diam dan tinggal lama di masjid. Dan Imam Bukhari yang meriwayatkan hadits di atas di kitab shahihnya telah memberikan bab dengan judul: “Bab:Tidurnya perempuan di masjid”
Al Hafizh Ibnu Hajar di dalam mensyarahkan bab di atas mengatakan bahawa yang dimaksud ialah, “Tinggal atau diamnya perempuan di dalam masjid.”


Dalil Keempat

Dari Abu Hurairah (dia berkata): Bahawasanya ada seorang lelaki hitam -atau seorang perempuan hitam- (8) yang biasa membersihkan kotoran di masjid mati. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentangnya, mereka menjawab, “Dia telah mati.” Beliau bersabda, “Kenapakah kamu tidak memberitahukan kepadaku tentang (kematian)nya, tunjukkanlah kepadaku kuburnya.” Lalu beliau mendatangi kubur lelaki itu -atau kubur perempuan itu- kemudian beliau menshalatinya.

Shahih riwayat Bukhari (no.458, 460 dan 1337).

Pengambilan dalil dari hadits yang mulia ini sama dengan yang sebelumnya kerana orangnya satu, yaitu seorang perempuan hitam yang masuk Islam kemudian tinggal dan menetap di masjid dan bekerja sebagai pembersih masjid

Dalil Kelima:

Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku pernah melihat tujuh puluh orang lelaki dari penduduk Suffah tidak seorang pun di antara mereka yang mempunyai baju, hatta kain atau selimut yang mereka ikat ke tengkuk mereka. Maka di antaranya (yakni di antara pakaian itu) ada yang sampai mata kaki, lalu mereka berkerobong dengan tangannya khawatir auratnya”

(Shahih riwayat Bukhari no. 442)

Pengambilan dalil dari hadits yang mulia ini jelas sekali tentang bolehnya bagi orang yang junub untuk tinggal lama atau diam di masjid. Kerana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberikan pengecualian kepada para shahabat yang tinggal di suffah (teras masjid), bahawa ‘kalau salah seorang kamu junub hendaklah dia jangan tinggal di masjid’. Kalau sekiranya orang yang junub itu tidak boleh tinggal atau diam di masjid tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan pengecualian seperti di atas. Akan tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan dan membolehkan para shahabat yang tinggal di suffah untuk tetap tinggal di masjid secara umum dan mutlak tanpa satupun pengecualian. Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui dan kita pun mengetahui bahawa adakalanya seseorang itu terkena janabah.

Dalil Keenam:

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus pasukan berkuda kearah Najd, lalu pasukan itu datang membawa seorang tawanan lelaki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumaamah bin Utsaal. Kemudian mereka mengikatnya di salah satu dari tiang-tiang masjid, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemuinya dan beliau bersabda, “Lepaskan (ikatan) Tsumaamah”. Kemudian dia (yakni Tsumaamah) pergi ke sebuah pohon kurma yang berada di dekat masjid, lalu dia mandi kemudian masuk ke dalam masjid dan mengucapkan, “Asyhadu allaa ilaaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah”

Shahih riwayat Bukhari (no. 462, 469, 2422, 2423 dan 4372)

Pengambilan dalil dari hadits yang mulia ini ialah, kalau orang kafir saja yang tidak pernah mandi janabah dibolehkan masuk ke dalam masjid apalagi seorang muslim, tentunya lebih utama dan lebih berhak masuk ke dalam masjid meskipun dalam keadaan junub atau dia seorang perempuan yang sedang haid atau nifas (yakni mimbaabil aula). Yang mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan, “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” (Lihatlah dalil kedua).

(Disalin dari buku Tiga Hukum Bagi Perempuan Haid Dan Junub (Menyentuh/Memegang Al-Qur’an, Membacanya Dan Tinggal Atau Diam Di Masjid, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qalam – Jakarta)
__________


Foote Note
(1). Tahdzibut Tahdzib (12/406) dan Nasbur Raayah (1/194).
(2). Al-Majmu Syarah Muhadzdzab (2/160) oleh Imam An Nawawi.
(3). Tafsir Ibnu Katsir (1/501) dan Nasbur raayah (1/144) dan Al-Majmu Syarah Muhadzdzab (2/160).
(4). Tafsir Ibnu Katsir (1/501).Talkhisul Habir (1/140). Nasbur Raayah (1/194-195).
(5). Demikian keterangan Imam Ibnu Turkamaaniy atas komentar beliau terhadap kitab Sunanul Kubranya Imam Baihaqiy yang saya nukil dengan ringkas dan mengambil maknanya.
(6). Al Khumrah ialah sajadah kecil yang cukup hanya untuk sujud.
(7). Kejadian yang sama juga terjadi pada Hudzaifah sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain.
(8). Yang benar adalah seorang perempuan hitam yang tinggal di masjid dan pekerjaannya membersihkan masjid sebagaimana ditunjuki oleh dalil ketiga dan beberapa riwayat yang dijelaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam mensyarahkan hadits ini (no.458) di Fathul Baar

http://www.almanhaj.or.id/content/2009/slash/0

Taken from www.soaljawab.wordpress.com

Tuesday, June 26, 2007

Kurang ajar!!

Assalamualaikum wbt..

Baru lepas tadi baca artikel dalam sebuah blog indon yang bleh aku kira sebagai kurang ajar yang teramat.ter'visit' sebab tajuk dia menggait ana untuk melawat.juga bleh dijadikan iktibar buat semua muslimat dakwah.huh

Terasa macam nak bunuh orang sekang ni.huh..sabar..sabar..

Kisahnya begini.Ada seorang muslimat berjilbab masuk ke sebuah cyber cafe bersama kawannya. Dan seorang lelaki pengguna cyber cafe tu nampak muslimat ni lawa+putih.jadi dia dok perhati.muslimat ni pun buatla kerja dia sampai tak sedar orang keliling. Nak dijadikan cerita, pensil lelaki ni terjatuh. Dia pun tunduk dan kutip. Dia ternampak bawah lantai, jubah muslimat ni labuh cecah lantai. Pastu muslimat ni terselak kain dia sampai laki ni nampakla betis dia yang putih tu...

Laki ni pun excited...tak puas hati, dia dok perhati/menikmati betis muslimat tu sampai muka dia mencecah lantai.punyala bangang! Lagi sekali diuji Allah, muslimat ni letak plak kaki dia kat penghadang kayu meja komputer tu.Apalagi.....lagi terbukalah kain dia depan mamat ni. Punyalah syok mamat ni tengok peha dan...lebih memalukan, terlihat sekali seluar kecilnya.MasyaAllah..ana pun malu nak kongsi tapi sebagai pengajaran buat kita semua MUSLIMAT!!

Mamat ni menikmati pemandangan tu sambil beronani... Astaghfirullah .NA'uzubillahi min zalik. Dah lama lepas tu barula muslimat ni sedar dan dia menjerit. Mamat ni terkejut dan terus bangun, terus blah.

Tengah-tengah marah+bengang, ana scroll ke bawah nak bagi feed back artikel blog dia tu.Rupanya dah ramai pembela kebenaran yang postreply.Alhamdulillah, at least ana tak berseorangan. Semoga Allah membuka hati mamat ni dengan hidayahNya.Ameen

Buat semua muslimat di luar sana, especially muslimat dakwah. Berhati hati dengan orang sekeliling. Alert dengan keadaan sekeliling walau dimanapun kita,walaupun katanya nak menjaga pandangan.Message paling penting. Jangan lupa pakai seluar panjang di dalam kain...walau tebal or labuh manapun kain kita tu!!!

Ada satu kisah seerah. Seorang wanita di zaman rasulullah (wanita ansar kalau tak silap) belajar naik kuda.Di situ juga ada Rasulullah dan sahabat yang lain. Wanita ni naik kuda. Tiba satu ketika, dia terjatuh dari kuda lalu Rasulullah memalingkan mukanya agak tidak terlihat akan aurat wanita tersebut. Lalu seorang sahabat memberitahu Rasulullah SAW, "Jangan risau,dia memakai celana..."

ALLAHUMMA 'IZZAL ISLAMA WAL MUSLIMIN...AMEEN
Wallahu a'laam
 

Text