Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Tarbiyah. Show all posts
Showing posts with label Tarbiyah. Show all posts

Friday, October 21, 2011

One Meaningful Day...

Today, I had lunch with my colleagues at a restaurant quite far away from our office. One of them is an Indian girl who is quite modern and free to discuss about anything. She sat in front of me during the lunch and while waiting for the food to come, we chat chat chat until she touched on one interesting topic…


“Hey, Yati. I wonder how long your hair is?”


Upon hearing that question, I just smiled. I looked at her for a while, moved my head slightly towards her and whispered, “It’s a secret…” and burst out of laughter.


She had a long sighed and said, “Oh, come on! It’s just the length and I’ve seen my Malay friends hair. They even told me about it”. The Malay colleagues who sat beside us just looked at me, waiting for an explaination.


“Well, if I tell you about my hair, then what’s the purpose of me wearing this tudung?…”


“Alaa, there’s no difference right? U’re still covering it. Not exposing it. I’m confused…”


“No, for me if I tell you, it’s just like exposing everything. It’s my pride and dignity. I can’t let you see it”. “I know you are curious about everything but it’s a really long debate if I really want to explain everything. I’ll tell you slowly someday, but If you are curious about something, maybe you can read something about Islam in the internet if you want to…”


Then the topic stopped there. After a while… Wargh, I realized I’ve made a really grave mistake. I shouldn’t have asked her to find the answer herself. She might be just curious, but it may also leads her to Hidayah…who knows, right?


Now I realize something. Ever since I immersed myself in my profession, I’ve had less time studying hadith and fiqh. I forgot that the people around me is also the target of dakwah.I forgot the way to dakwah to a Non-Muslim. I’ve forgotten the answers to all these simple questions and yet ……


Oh, Allah. Please guide me to the right path …Thank you Allah for making me realize something about myself. My true mistake...so that I can change for the better...


Alhamdulillah...

Tuesday, October 18, 2011

INDIBATH (KOMITMEN)


www.AlHikmah.com

Penulis: Muhammad Ihsan Setiawan Ihsan (Mesir)

alhikmah.com - Hudzaifah ra berkata, Rosulullah SAW bersabda pada suatu malam di perang Khondak (Ahzab) kepada para sahabatnya : 'Siapa diantara kalian yang mau melakukan
pengintaian untuk melihat kondisi pasukan Quraisy dan koleganya kemudian kembali untuk memberitahukan kondisi mereka, maka saya akan memohon kepada Allah untuk menjadinya
teman saya di surga ?'.

Tiada satupun diantara para sahabat yang bersegera melaksanakan permintaan Rosulullah karena katakutan, kelaparan dan kedinginan yang luar biasa. Tatkala Rosulullah SAW memperhatikan tak satupun diantara para sahabatnya menyambut seruan dan jaminannya maka Rosulullah SAW memanggil saya namun saya tidak bersegera menyambut panggilan Rosulullah SAW. Kemudian Rosulullah SAW memanggil saya kembali dan bersabda :
'wahai Hudzaifah, berangkatlah dan menyusuplah di tengah pasukan musuh serta selidikilah apa yang mereka lakukan dan ingat jangan melakukan sesuatu tindakan sampai kembali kepadaku dan mengabarkan hasilnya !'. Maka saya berangkat dan menyusup ditengah-tengah musuh yang sedang mendapatkan serangan hebat berupa angin kencang dan tentara Allah lainnya.

Terdengar suara Abu Sofyan berkata : 'Wahai kaum Quraisy, setiap kalian coba tanya siapa teman disampingnya ?' maka saya segera memegang tangan laki-laki yang berada di sebelah
kanan dan kiri saya dan bertanya : ' siapa kamu ?' maka seorang diantara mereka menjawab : Mua'awiyah bin Abi Sofyan' dan lainnya menjawab : 'Amru bin 'Ash '. lalu Abu Sofyan berkata : kembalilah kalian ke Makkah karena saya akan kembali !'. Kemudian Hudzaifah melanjutkan ceritanya :

'Kalau saja tidak ada perjanjian antara saya dengan Rosulullah SAW untuk tidak melakukan sesuatu sampai datang ke Rosulullah SAW tentu aku akan membunuh Abu Sofyan dengan
panahku.'

Maka Hudzaifah ra kembali ke Rosulullah SAW dan memdapatkan beliau sedang melakukan sholat. Setelah beliau selesai menunaikan sholat maka saya kabari kondisi musuh dan apa yang mereka lakukan. Kisah ini menunjukan akan urgennya keindhibathan dan keiltizaman terhadap tugas yang dibebankan seorang Qoid (pemimpin) kepada junudnya (tanpa melakukan ijtihad) walaupun ijtihad yang dilakukan dapat memberikan suatu manfaat.

Bila kita melirik dan bertanya kepada kondisi kita apakah kita sudah indhibath terhadap segala aktivitas yang kita lakukan baik skala individu maupun jama'i ? contoh kecil
adalah masalah waktu.

Bagi setiap kader dakwah dituntut untuk indhibath dalam setiap detik dari waktu yang Allah berikan kepadanya plus waktu saudaranya. Berapa banyak bila kita menyia-yiakan waktu yang berakibat hilangnya kemaslahatan, rusak dan gagalnya suatu rencana dan target ? bahkan berapa banyak perjuangan yang hancur di kalahkan musuh karena teledor dalam pensiasatan waktu ? gagal dan lalainya seorang ikhwah/akhwat dalam pengaturan waktu dan aktivitasnya maka secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi gerak dan perjalanan kereta dakwah.

Bukankah kita adalah satu badan, yang mana bila salah satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh lainnya akan merasakan sakit ?. Bukankah kita terikat dengan amal jama'i yang satu dengan lainnya saling menopang dan melengkapi ?. Kalau diperumpamakan membangun suatu bangunan maka masing-masing pekerja memiliki tugas dan peranan tersendiri.

Bila saja salah seorang pekerja kurang cermat dalam menentukan ukuran dan takaran bahan bangunan maka akan menimbulkan efek yang negatif terhadap bangunan tersebut baik cepat ataupun lambat. Terakhir ada dua buah kisah keindhibathan yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dan motivasi untuk membentuk jati diri yang indhibath.

Suatu hari Ustadz Hasan Al-Banna dan beberapa ikhwah sepakat untuk mengadakan pertemuan di taman umum, ada diantara ikhwah yang datang lebih cepat (mubakir) beberapa saat dari janji yang disepakati dan sebagian lainnya datang tepat pada waktunya, maka imam syahid menyalami para ikhwah dengan senyuman penuh makna kecuali ikhwah yang datang lebih cepat dari waktunya dengan senyuman yang dingin sambil berkata : setiap kalian tepat waktu kecuali saudara kalian ini ...

Disini memberikan pelajaran bahwa datang lebih cepat dari waktunya disamakan dengan datang terlambat dan kedua-duanya tidak benar dan tertolak.

Dalam suatu pertemuan perdana dengan imam Hudaibi dengan beberapa ikhwah setelah beliau mengemban amanah kepemimpinan, lalu beberapa ikhwah datang kerumah beliau beberapa menit sebelum waktu yang di sepakati maka beliau tidak membukakan pintu dan membiarkan mereka menunggu didepan pintu hingga datang waktu yang disepakati, ketika waktunya tiba maka beliau menyuruh mereka masuk dan menutup pintu kembali dan tidak mengizinkan masuk kepada ikhwah yang terlambat.

Wallahua'lam bish showab.

Source: http://groups.yahoo.com/group/partai-keadilan/message/18702

Tuesday, August 16, 2011

Festival Infaq Ramadhan


FESTIVAL “INFAQ”
‘Program INFAQ sempena Ramadhan supaya kita semua mendapat ganjaran berlipat kali ganda’


.:Sempena Ramadan:.
Bagaimana boleh berinfaq?


Salurkan infaq anda ke


PAKSI TRAINING


Akaun Maybank
562405701409


Terbuka kepada semua yang meminati keuntungan akhirat!


“Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah :261)


Barangsiapa yang melaksanakan amalan sunnah pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama dengan pahala melaksanakan ibadah wajib pada bulan selain Ramadhan. Dan barangsiapa yang melakukan ibadah wajib pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama dengan pahala melaksanakan tujuh puluh ibadah wajib pada bulan selain Ramadhan. (H.R. Al-Baihaqi)



source: www.paksi.net

Thursday, August 04, 2011

~Ramadhan...


Selamat Menyambut Ramadhan...

Semoga Ramadhan ini mencetus semangat menjadi Muslim terbaik...

Semoga Ramadhan ini tidak disia-siakan lagi...

Moga bertemu malam Al-Qadr...

Saturday, July 23, 2011

HOME SWEET HOME...

Bismillahi Walhamdulillah...

Assalamualaikum wbt...

Lega rasanya bila sudah berada dalam bilik sendiri, memandu kereta sendiri... Berada jauh di tempat orang buat diri rasa tak senang duduk, apalagi lama tidak menjamah butir-butir bernilai murobbi terchenta, kata-kata hikmah akhawat seliqo dan melihat semangat-semangat syabab adik-adik taman syurga yang amat dirindui... Subhanallah...

Mudah-mudahan safar ini Allah berkahi dan Allah sudi memberikan petunjuk dalam bentuk yang lain, Ameen..

Afwan, asik menukar blogskin. Sebab blogskin yang sebelum ni macam tak menambah iman orang yang melihatnya =)...

Wassalam.

Tuesday, May 31, 2011

Rindu itu Adalah...

Entah mengapa, satu perasaan rindu menyelinap dalam hati saya waktu lunch hour ini... maka Allah mengilhamkan saya untuk copy paste lagu Hijjaz ini...

____________
Rindu itu adalah
Anugerah dari Aallah
Insan yang berhati nurani
Punyai rasa rindu

Rindu pada kedamaian
Rindu pada ketenangan
Rindukan kesejahteraan
Dan juga kebahagiaan

Orang-orang yang bertaqwa
Rindu akan kebenaran
Kejujuran dan keikhlasan
Keredhaan Tuhannya

Orang mukmin merindukan
Anak-anak yang soleh
Isteri-isteri solehah
Keluarga bahagia

Para pencinta kebenaran
Rindukan suasana
Masyarakat yang terjalin
Aman dan sejahtera

Merindukan tertegaknya
Kalimah Allah di muka bumi
Dan dalam merindukannya
Keampunan Tuhannya

Dan seluruh umat itu
Merindukan cahaya
Yang menyinari kehidupan
Rindu pada Tuhan

...

rindunya pada adik-adik saya...
rindunya pada kawan-kawan seperjuangan saya dahulu...
rindunya pada tanah suci yang saya kunjungi dahulu...
rindunya pada orang-orang soleh yang pernah saya temui dahulu...
rindunya pada kalimah-kalimah nasihat berbekas yang pernah saya dapati dahulu...
rindunya pada diri saya yang dahulu...
rindunya...



لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami ! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”.

( Surah al-Baqarah : 286 )

Wednesday, May 04, 2011

Wanita di bawah Cahaya al-Quran dan al-Sunnah

Oleh : AisyahHumaira (al-ahkam.net)

Pendahuluan

Apakah sifat seorang wanita yang beriman kepada Allah dan RasulNya? Bagaimanakah seorang wanita itu seharusnya bertingkahlaku untuk dia digelar wanita yang solehah? Dan apakah petunjuk Nabi :selawat kepada kaum wanita dari kalangan umatnya dalam menjalani kehidupannya? Sesungguhnya tidaklah seorang wanita itu mengikut setiap pesanan dan nasihat dari guru sekalian umat ini -:selawat- melainkan dia digelar wanita yang solehah. Tiada satu pun yang dapat mengukur kebaikan dan kemuliaan seorang wanita itu melainkan dengan kekuatannya berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah. Tulisan ini akan menjawab persoalan-persoalan yang diutarakan di atas berdasarkan dalil-dalil dari al-Quran dan al-Sunnah. Wahai kaum wanita, perhatilah dan selamilah petunjuk serta wasiat dari Penciptamu dan Rasulmu serta hadapilah hidup ini dengan hati yang lurus!

.

Sifat wanita yang beriman

Sekiranya seorang wanita itu berakhlak dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat berikut, maka bergembiralah dia dengan syurga yang dijanjikan oleh Allah untuknya.

(1) Keimanan dan taqwa kepada Allah serta kecintaannya kepada Rasul :selawat. Seorang wanita itu seharusnya mendahulukan Allah dan Rasul :selawat dalam apa jua perkara serta menjadikan keduanya sebagai kayu ukur dalam setiap gerak-geri dan tingkahlakunya. Allah Taala berfirman yang bermaksud : «Tiadalah bagi lelaki yang beriman dan wanita yang beriman (hak) untuk memilih dalam urusan mereka apabila Allah dan RasulNya telah memutuskan urusan itu. Barangsiapa menderhakai Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata» [al-Ahzab : 36]. Dan Nabi :selawat telah menjanjikan bahawa mereka yang mendahulukan Allah dan RasulNya dalam setiap perkara maka mereka akan mendapat kemanisan iman. Nabi :selawat berkata yang membawa maksud : «Tiga perkara yang mana ia terdapat pada diri seseorang itu, maka dia akan merasai kemanisan iman ; orang yang mencintai Allah dan RasulNya melebihi segala sesuatu; orang yang mencintai orang lain kerana Allah; dan orang yang membenci kekafiran sebagaimana dia membenci dimasukkan ke dalam api neraka»[1].

Seorang wanita yang beriman itu selalu mengingati Allah dalam keadaan bersendiri mahupun ramai, dan dalam keadaan senang ataupun susah. Hatinya sentiasa terikat dengan Allah dan dia sentiasa memelihara iman di dalam hatinya dengan zikir, ibadah-ibadah sunat, membaca al-Quran serta memerhati tanda-tanda kekuasaan Allah. Kehidupan bagi seorang wanita itu bukanlah emas dan perhiasan, kehidupan juga bukan suami ataupun keluarga; tetapi kehidupan bagi seorang wanita itu ialah iman dan amalan-amalan soleh yang akan dibawa berjumpa Allah kelak. Allah berfirman yang bermaksud : «Barangsiapa mengerjakan kebaikan baik lelaki ataupun perempuan, sedang dia beriman, nescaya Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan Kami balasi mereka dengan pahala yang terlebih baik dari apa yang telah mereka amalkan» [al-Nahl : 97]. Seorang wanita yang menjadikan al-Quran dan al-Sunnah sebagai tunggak hidupnya, maka dia akan menjalani kehidupan di dunia ini dengan aman dan bahagia. Dari Suhaib al-Rumi, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Sungguh mengkagumkan urusan orang mukmin itu, setiap urusannya adalah baik, tidaklah perkara ini berlaku kepada seseorang pun melainkan orang mukmin, jika dia mendapat perkara gembira, dia bersyukur, itu adalah baik baginya, dan jika dia ditimpa musibah, dia bersabar, itu adalah baik baginya»[2].

(2) Sentiasa melazimi rumah dan tidak berhias-hias (tabarruj). Sekian banyak dalil-dalil dari al-Quran dan al-Sunnah yang menunjukkan bahawa melazimi rumah itu adalah lebih baik bagi seorang wanita. Setiap apa yang disebut sebagai baik oleh Allah dan Rasul :selawat, maka tiadalah sesuatu pun yang lebih baik dari perkara itu. Allah berfirman di dalam al-Quran yang menunjukkan perintah kepada isteri-isteri Nabi :selawat yang bermaksud : «Tetaplah kamu dalam rumahmu dan janganlah kamu berhias-hias seperti berhiasnya perempuan jahiliyah yang dahulu…» [al-Ahzab : 34]. Ibn Kathir berkata ketika menafsirkan ayat ini : "Adab-adab ini telah Allah perintahkan kepada isteri-isteri Nabi :selawat dan wanita umat ini (untuk mereka mengikuti ummahat al-mukminin)…(ayat ini bermaksud) iaitu tetaplah kalian dan janganlah keluar tanpa sebarang hajat dan antara hajat yang dibenarkan syara ialah solat di masjid dengan syarat yang telah ditetapkan[3]". Manakala al-Qurtubi pula berkata : "Ayat ini menunjukkan perintah untuk tetap di rumah, walaupun ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri Nabi :selawat, tetapi dari segi makna, ia juga merangkumi wanita-wanita lain, bagaimana tidak, sedangkan banyak perintah syara yang menyuruh wanita tetap di rumah dan tidak keluar kecuali darurat[4]".

Dalam suatu hadis, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Solat wanita di (bahagian dalam) rumahnya lebih baik dari solatnya di ruangan luar rumahnya[5], dan solatnya di dalam rumah kecilnya (makhda[6]) lebih baik dari solatnya di dalam bahagian dalam rumahnya (tadi)»[7]. Walaubagaimana pun, wanita dibenarkan untuk solat di masjid, tetapi solat mereka di rumah itu adalah lebih baik seperti yang dikatakan oleh Nabi :selawat yang bermaksud : «Janganlah kamu halang isteri-isteri kamu (bersolat) di masjid, (akan tetapi) rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka»[8]. Dalam syarah hadis ini disebutkan : Solat wanita di rumah itu lebih baik bagi wanita daripada solat mereka di masjid sekiranya mereka mengetahui, tetapi mereka tidak mengetahuinya lantas meminta izin untuk ke masjid dan menganggap bahawa pahala mereka bersolat di masjid itu lebih banyak. Solat mereka di rumah itu lebih baik kerana ia lebih aman dari fitnah, lebih-lebih lagi setelah berlakunya tabarruj dan berhias-hias di kalangan wanita…[9]. Perintah ini dikuatkan lagi dengan sebuah hadis Nabi :selawat yang bermaksud : «Wanita itu aurat, jika dia keluar maka syaitan akan memandangnya, dan seorang wanita itu paling hampir dengan Tuhannya sekiranya dia berada tetap di dalam rumahnya»[10]. Perkataan istasyrafa dalam hadis di atas membawa maksud syaitan akan mencantikkan wanita itu di mata lelaki, dan ada pendapat yang mengatakan bahawa maksud hadis ini ialah syaitan akan memandang wanita itu untuk menyesatkannya dan orang lain akan menjadi sesat disebabkan olehnya[11]. Subhanallah! Hadis ini menunjukkan kelebihan melazimi rumah bagi seorang wanita dan itu merupakan antara cara yang terbaik untuk dia mendekatkan diri kepada Allah. Maksudnya sama seperti hadis[12] yang menyatakan bahawa seorang hamba itu paling hampir dengan Allah dalam keadaan sujud, yang mana hadis ini menunjukkan kelebihan sujud dan galakan untuk memperbanyakkan sujud.

Perintah bagi wanita supaya tetap di rumah dan larangan untuk mereka keluar dikecualikan sekiranya mereka keluar dengan sebab-sebab dan hajat tertentu yang dibenarkan syara. Ini berdasarkan hadis Nabi :selawat di mana Aisyah :radhia menceritakan : Saudah :radhia telah keluar –selepas turunnya perintah hijab- kerana hajat tertentu, dan dia adalah seorang wanita yang berbadan besar, mereka yang mengenalinya pasti akan akan mengetahui bahawa dia adalah Saudah (walaupun dia memakai pakaian menutupi seluruh badan ataupun keadaan malam yang gelap), maka Umar melihatnya lalu berkata : Wahai Saudah, demi Allah, kamu tidak akan dapat menyembunyikan diri dari kami, maka fikirlah cara bagaimana kamu keluar tanpa dikenali. Aisyah berkata : Maka Saudah pun pulang, dan Baginda :selawat berada di rumahku sedang makan malam dan tangannya menggenggam daging, lalu dia masuk dan berkata : Wahai Rasulullah, aku telah keluar untuk menunaikan hajatku dan Umar telah berkata kepadaku (itu dan ini). Aisyah berkata : Maka Allah telah menurunkan wahyu kepadanya dan ketika keadaan itu selesai, daging itu masih berada di genggamannya seakan-akan beliau tidak mahu menyimpannya, lalu Nabi :selawat bersabda : «Kamu diizinkan keluar untuk memenuhi keperluanmu»[13].

(3) Sentiasa menundukkan pandangan dan memelihara dirinya. Seorang wanita yang beriman dan solehah itu sentiasa menundukkan pandangannya dari melihat perkara-perkara yang haram dan sentiasa memelihara kehormatan dirinya sebagai seorang wanita yang beriman.

Telah menjadi kebiasaan bagi wanita-wanita zaman ini samada yang sudah bersuami atau pun masih belum berkahwin –kecuali mereka yang dipelihara oleh Allah- untuk mempunyai sahabat dari kalangan lelaki. Ini bertentangan dengan sifat wanita yang beriman dari kalangan hamba yang disifatkan oleh Allah dalam surah al-Nisa yang bermaksud : «…dan berikanlah kepadanya mas kahwinnya dengan kadar yang patut, sedang hamba itu perempuan yang baik, bukan perempuan lacur dan bukan pula mengambil lelaki lain sebagai teman secara rahsia…» [al-Nisa : 25]. Inilah budaya barat yang cuba diserap masuk di kalangan wanita-wanita Muslimah kerana musuh-musuh Allah ini tahu bahawa rosaknya wanita Muslimah bererti rosaklah generasi Islam yang akan datang! Tetapi malangnya, fenomena ini dianggap biasa di zaman ini bahkan wanita yang tiada sahabat lelaki itu pula yang dikatakan ketinggalan zaman serta tidak pandai bersosial dan sebagainya. Allah jualah tempat meminta pertolongan.

Firman Allah lagi dalam surah yang sama mengenai sifat-sifat wanita yang baik itu : «…Perempuan-perempuan yang solehah ialah perempuan-perempuan yang taat, yang memelihara kehormatannya sewaktu suaminya tiada, sebagaimana Allah telah memeliharakan dirinya…» [al-Nisa : 34]. Maksudnya, mereka ini memelihara kehormatan diri mereka dan memelihara rahsia suami ketika ketiadaannya sebagaimana Allah memelihara mereka dengan memerintahkan para suami supaya bergaul dengan baik dengan mereka dan menunaikan hak-hak para isteri[14]. Inilah ciri-ciri wanita yang solehah.

Manakala perintah menundukkan pandangan pula tidaklah terhad pada lelaki sahaja, bahkan Allah telah mengkhususkan satu ayat yang menyuruh para wanita juga menundukkan pandangan. Firman Allah yang bermaksud : …«Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, supaya mereka merendahkan pandangan…» [al-Nur : 31].

(4) Menjaga lisan daripada mengumpat, memfitnah dan sebagainya. Suka mengumpat, mencerca dan melaknat adalah satu sifat yang sering dikaitkan dengan wanita –kita memohon keselamatan dari Allah supaya dijauhkan dari sifat ini-. Manakan tidak, sedangkan Allah sendiri mengkhususkan larangan ini kepada wanita di samping ayat yang umum melarang orang mukmin itu menghina sesama mukmin. Allah berfirman yang bermaksud : «…dan jangan pula kaum perempuan menghina kaum perempuan yang lain, kerana boleh jadi perempuan yang dihina itu lebih baik dari perempuan yang menghina…» [al-Hujurat : 11]. Allah mengkhususkan larangan ini kepada wanita kerana kaum inilah yang seringkali cepat mengeluarkan kata-kata yang tidak baik samada mengumpat, menghina, mengata dan sebagainya[15]. Syeikh al-Sadi rahimahullah di dalam tafsirnya berkata : …pada realitinya memang selalunya mereka yang dihina itu lebih baik dari yang menghina, kerana penghinaan itu tidak akan datang kecuali dari hati yang penuh dengan keburukan dan akhlak yang keji…[16].

Allah Taala juga berfirman yang bermaksud : «…dan janganlah kamu mengumpat orang lain, sukakah salah seorang kamu memakan daging saudaranya yang telah mati?...» [al-Hujurat : 12]. Maka selayaknya bagi wanita yang beriman untuk menjauhi larangan Allah ini dan cuba sedaya-upaya untuk menjaga lisannya dari berkata yang tidak baik. Hendaklah seorang wanita itu bertaqwa pada Allah dan meletakkan syurga dan neraka di hadapannya sebelum berkata apa-apa mengenai orang lain.

Dari Huzaifah :radhia, Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Tidak akan masuk syurga qattaat (orang yang mendengar sesuatu sedangkan dia tidak mengetahui hakikat sebenarnya dan kemudian menyebarkannya untuk tujuan berbuat kerosakan[17])[18].

(5) Menjaga pendengarannya daripada muzik, kata-kata yang keji dan perkara-perkara lain yang haram untuk didengari. Seorang wanita yang beriman hendaklah berusaha sedaya-upaya untuk menjauhi apa jua perkara yang boleh melalaikannya dan tidak mendatangkan faedah bagi agamanya. Dia hendaklah sentiasa memelihara pendengarannya kerana ia adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan ke atasnya dan akan disoal oleh Allah di hari akhirat kelak. Allah berfirman yang bermaksud : «…Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, masing-masing akan dipertanggungjawabkan» [al-Isra : 36].

Nabi :selawat berkata yang bermaksud : «Akan muncul dari umatku orang-orang yang menghalalkan (menganggap halal) zina, memakai baju sutera, arak dan alat muzik…»[19]. Perbuatan menghalalkan itu tidak terjadi melainkan apabila hukum asal sesuatu itu adalah haram. Dalam hadis ini, alat muzik diletakkan sebaris dengan arak dan zina yang mana jelas pengharamannya pada umat Islam. Ibn Masud :radhia berkata : "Nyanyian itu menumbuhkan nifaq dalam hati sebagaimana air itu menumbuhkan sayuran"[20].

Dr. Aidh al-Qarni berkata[21] : Sesiapa yang mendengar muzik itu maka dia akan dihukum dengan tiga perkara :

1- Terputus hubungan hatinya dengan Allah.

2- Dia tidak lagi menyintai al-Quran, zikir, hadis, sirah Nabi :selawat dan sebagainya.

3- Allah akan mengharamkan mendengar nyanyian baginya di syurga nanti.

Bersambung insha Allah…



[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab Badu al-wahyi, Bab Halawat al-iman, no. hadis : 16; Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Iman, Bab Bayan khisal man ittashafa bihinna wajada fiihi halawat al-iman, no. hadis : 67; al-Nasaie dalam Sunannya, Kitab al-Iman wa syaraiihi, Bab Halawat al-iman, no. hadis : 4988; Ahmad dalam Musnadnya, 3/103, no. hadis : 12021.

[2] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Zuhd wa al-Raqaiq, Bab al-Mumin amruhu kulluhu khayr, no. hadis : 64; Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban bi Tartib Ibn Balban, Kitab al-Janaiz, Bab Ma jaa fi al-sabr, no. hadis : 2896. Lafaz hadis ini adalah lafaz Muslim.

[3] Ibn Kathir, Tafsir al-Quran al-Azhim, (T.Tp, T.Th) 3/636.

[4] Al-Qurtubi, al-Jami li Ahkam al-Quran, (T.Tp, T.Th) 14/158.

[5] Al-hujrat : Kawasan lapang di dalam rumah. Lihat : al-Azhim Abadi, Syaraf al-Haq Muhammad Asyraf, Aun al-Mabud Syarh Sunan Abi Daud, (Beirut : Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2001) 2/166.

[6] Al-makhda : Rumah kecil yang ada dalam rumah besar; tempat menyimpan barang-barang yang berharga. Lihat : Ibid.

[7] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab al-Tasydid fi zalik, no. hadis : 570; Ibn Khuzaimah dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ikhtiyar Salat al-Marah fi Baytiha ala Salatiha, no. hadis : 1688; al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitab al-Imamah wa Salat al-Jamaah, no. hadis : 757; al-Baihaqi dalam Sunannya, Kitab al-Haidh, Bab Khayr Masajid al-Nisa Qar Buyutihinna, no. hadis : 5144. Berkata al-Hakim : Hadis ini hadis sahih menepati syarat Bukhari dan Muslim tetapi mereka tidak meriwayatkannya di dalam kitab mereka. Keduanya berhujah dengan Muwarriq ibn Musyamrij al-Ajaliyy; dan ia dipersetujui oleh al-Zahabi.

[8] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab Ma jaa fi khuruj al-nisa ila al-masjid, no. hadis : 567; Ahmad, 2/76, no. hadis : 5468 & 5471; al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitab al-Imamah wa Salat al-jamaah, no. hadis : 755; al-Baihaqi dalam Sunannya, Kitab al-Haidh, Bab Khayr Masajid al-Nisa Qar Buyutihinna, no. hadis : 5142. Berkata al-Hakim : Hadis ini sahih menepati syarat Bukhari dan Muslim, keduanya berhujah dengan al-Awwam bin Hawsyab dan telah thabit bahawa Habib mendengar dari Ibn Umar; tetapi mereka tidak meriwayatkan penambahan dalam hadis ini wa buyutuhunna khayrun lahunna. Dipersetujui oleh al-Zahabi.

[9] al-Azhim Abadi, op. cit, 2/165.

[10] Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dalam Sunannya, Kitab al-Ridha, Bab bi dun tarjamah , no. hadis : 1173; Ibn Hibban dalam Sahihnya, Kitab al-Hazr wa al-Ibahat, no. hadis : 5599; Ibn Abi Syaibah dalam al-Musannaf, Kitab al-Salawat, Bab Man kariha zalik, no. hadis : 7616; Ibn Khuzaimah dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ikhtiyar Salat al-Marah fi Baytiha ala Salatiha…, no. hadis : 1685; al-Tabarani dalam al-Mujam al-Kabir dan al-Awsath, no. hadis : 10115 & 8096. Dalam riwayat al-Tirmizi oleh Abdullah, tiada lafaz : Wa aqrabu ma takuunu… dan dia berkata : Ini hadis hasan sahih gharib. Berkata al-Haithami : Diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Kabir dan perawi-perawinya dipercayai. Lihat : al-Haithami, Nur al-Din Ali bin Abi Bakr, Majma al-Zawaid wa Manba al-Fawaid, (Beirut : Dar al-Fikr, 1412H) 2/156.

[11] Lihat : al-Mubarakfuri, Muhammad Abdul Rahman bin Abdul Rahim, Tuhfat al-Ahwazi bi Syarh Jami al-Tirmizi, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2001) 4/283.

[12] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Salat, Bab Ma Yuqaal fi al-Ruku wa al-Sujud, no. hadis : 482; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Salat, Bab Fi al-Dua fi al-Ruku wa al-Sujud, no. hadis : 875; al-Nasaie dalam Sunannya, Sifat al-Salat, Aqrab Ma Yakuunu al-Abd Min Allah Azza wa Jalla, no. hadis : 1137; Ahmad dalam Musnadnya, 2/421, no. hadis : 9442.

[13] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Tafsir, Bab Qauluhu Taala : [33 : 53], no. hadis : 4517; Muslim dalam Sahihnya, Kitab al-Salam, Bab Ibahat al-khuruj li al-nisa li qadha hajat al-insan, no. hadis : 2170.

[14] Lihat : al-Baghawi, al-Hussain bin Masud, Maalim al-Tanzil, (al-Riyadh : Dar Thiibah, 2002M/1423H) 1/519.

[15] Lihat : al-Qurtubi, op. cit., 16/275.

[16] Al-Sadi, Abdul Rahman bin Nasir, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (al-Riyadh : Dar al-Salam, 2002M/1422H) 945.

[17] Lihat : Ibn Hajar, Ahmad bin Ali Abu Fadhl, Fath al-Bari, (Beirut : Dar al-Marifah, 1379H) 10/473.

[18] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Adab, Bab Ma Yukrahu min al-Namimah, no. hadis : 5709; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Adab, Bab fi al-Qattaat (al-Nammaam), no. hadis : 4871; Ahmad dalam Musnadnya, 5/382, 389, 397, 402, 404; al-Nasaie dalam Sunan al-Kubra, Kitab al-Tafsir, Surah al-Qalam, no. hadis : 11614.

[19] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahihnya, Kitab al-Asyribat, Bab Ma Jaa fi Man Yastahillu al-Khamr…, no. hadis : 5268; Abu Daud dalam Sunannya, Kitab al-Libas, Bab Ma Jaa fi al-Hirr, no. hadis : 4039.

[20] Dinaqalkan dari : al-Suyuti, Jalaluddin bin al-Kamal, al-Amru bi al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida, (al-Riyadh : Dar Ibn al-Qayyim, 2001M/1422H) 107.

[21] Lihat : Al-Qarni, Aidh bin Abdillah, Bayt Ussisa ala al-Taqwa, (Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000M) 214

Sunday, March 20, 2011

Bersabarkah Terhadap Cobaan Dunia

oleh Sheikh Yusuf Al-Qardhawi

Salah satu dari bentuk sabar adalah sabar atas cobaan dunia dan bencana zaman. Menyangkut hal ini, tak seorangpun yang luput darinya. Baik Muslim atau pun kafir, yang miskin atau pun yang kaya, penguasa ataupn rakyat biasa. Sebab hal ini merupakan tabiat kehidupan dan manusia.


Tidak ada seorangpun yang terbebas dari keresahan bathin, penyakit pisik, kehilangan orang yang dicintai, kerugian harta benda, gangguan orang, kesengseraan kehidupan dan peristiwa yang tiba-tiba terjadi yang tidak dapat diduga, seperti gempa dan tsunami.


Inilah yang pernah disumpahkan Allah tentang kepastian terjadinya, dalam firman-Nya :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ ﴿١٥٦﴾
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ ﴿١٥٧﴾


Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sab ar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan “Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dn rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah yang mendapatkan petunjuk. (QS. Al-Baqarah [2] : 155-157)


Bentuk sabarlah inilah yang tidak terpikirkan oleh kebanyakan orang. Dalam al-Qur’an, sabar ini dicontohkan oleh sabarnya Nabi Ayyub AS atas penyakit da kematian kelaurganya, sabarnya Nabi Ya’kub AS atas kepergian anaknya, Yusuf AS, dan tipu daya anak-anaknya terhadapnya.


Sabar Terhadap Kinginan Nafsu


Ini merupakan salah satu medan kesabaran, yaitu sabar dari keinginan nafsu dan kecenderungan naluri, seperti kemewahan dunia, kesenangan dan pehiasannya yang selalu dicenderungi oleh hawa nafsu dan di dorong serta dihiasi oleh setan.


Pertama, apabila seseorang, sedang mendapatkan kemewahan dan kesenangan kehidupan dunia, maka sangat diperlukan kesabaran dari memperturutkan kesenangan dan kemewahan kehidupan dunia tersebut, sebab ini merupakan salah satu bentuk lain dari ibtila (cobaan), cobaan dengan kesenangan dan kemewahan, bukan dengan kesedihan dan kemiskinan. Firman Allah Ta’ala :


ۗ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ

Kami akan menguji kamu dengna keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. (QS. Al-Anbiya [21] : 35)


فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿١٦﴾

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : “Rabbku telah memuliakanku.” Tetapi bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizki , maka dia berkata : “Rabbku menghinakanku”. (QS. Al-Fajr [89] : 15-16)


Di sini Allah menjadikan kesenangan dan kemewahan sebagai ibtila (cobaan) seprti halnya kemiskinan dan kemewahan.


Setiap mukmin memerlukan kesabaran dari kesenangan dunia, agar tidak terlepas nafsunya mengikuti syahwat, syahwat kepada wanita, anak, kemewahan, kedudukan, dan seb againya. Sebab jjika dia idak dapat mengendalikan nafsunya maka pasti akan terseret kepada sikap sombong, menolak kebenaran dan melampui batas.


Oleh karena itu, sebagian kaum bijak bestari mengatakan, bala (kesengsaraan) itu masih bisa disabari oleh setiap Mukmin, tetapi kesenangan itu jarang sekali dapat disabari kecuali oleh orang yagn mempunyai tingkat shiddiq.


Bahkan dikatakan, sabar terhadap kesenangan itu lebih berat daripada sabar terhadap bala (kesengsaraan). Ketika pintu-pintu dunia dibubakan kepada para sahabat, sebagian mereka berkata, “Kami sudah dicoba dengan kesengsaraan lalu kami-pun bersabar, tetapi ketika kami dicoba dengna kesenangan dan kemewahan, maka kami tidak dapat bersabar”.


Imam al-Gazali berkata, “Sabar terhadap kesenangan itu lebih berat, karena disertai adanya kemampuan. Orang yang lapar ketika tidak ada makanan, lebih dapat bersabar ketimbang ketika terhidang dihadapannya makanan-makanan lezat dan mampu melakukannya. Oleh karena itu, cobaan kesenangan lebih berat”.


Karena nya Allah memperingatkan para hamba-Nya dari cobaan harta, anak, istri, dan semua kesenangan duna, seperti dalam firman-Nya:


إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ


Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). (QS. At-Taghabun [64] : 15)


Demikianlah manusia harus dapat bersabar macam bentuk cobaan, baik itu berupa kesenangan maupun kesulitan yang dihadapinya. Wallahu’alam.


Source:

http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/bersabarkah-terhadap-cobaan-dunia.htm

Wednesday, January 26, 2011

Doa Adalah Inti Ibadah

www.eramuslim.com

Allah swt berfirman :


وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al A'raf : 56)


Allah swt memerintahkan hamba-Nya agar mendekat untuk berdoa kepada-Nya dengan dua dorongan, takut akan adzab dan musibah, berharap hidup damai dan berkelimpahan nikmat, perintah ini berkali-kali Allah nyatakan dalam beberapa firman-Nya :


ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ

الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A'raf : 55)


Allah swt menggambarkan sifat orang-orang shalih :


كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.” (QS. Al Anbiya : 90)


Karena itulah para ulama satu kata dalam menyatakan doa sebagai inti dari pada ibadah, doa adalah karakter utama bagi seorang muslim yang memperlihatkan ketundukan total kepaa Allah swt.


Hikmah doa tidak sesempit persepsi sebagian dari kita, yang hanya dibatasi sebagai sarana untuk memperoleh segala keinginan dan menjauhkan segala kekhawatiran dari diri kita, mereka memahami doa hanya sebagai sarana semata, padahal doa adalah sebuah pernyataan manusia akan kehambaan yang disandangnya, akan ketundukan total kepada Allah, apakah doa itu terkabul atau tidak, karena kita tahu tidak ada tempat untuk mengadu kecuali kepada-Nya dalam kondisi apapun kita, tidak ada tempat bernaung dan lari dari keburukan kecuali kepada-Nya yang penuh kasih, tidak ada Tuhan selain-Nya yang menggantikan posisi ataupun menjadi perantara kepada-Nya, Dia adalah Esa dalam kuasa untuk bahagia dan sengsaranya kita.

Jadi tidak ada jalan bagi kita kecuali menghiba kepada-Nya dengan penuh kehambaan dan kehinaan, apapun kondisi yang kita alami.


Inilah hakikat ibadah kita kepada Allah swt, inilah tujuan inti manusia diciptakan, untuk memproklamasikan diri dengan bahasa lisan dan aktifitas raga maupun hatinya, bahwa dirinya adalah hamba Allah, milik Sang Pencipta yang Maha Agung.

Inilah indahnya aturan Allah swt, Dia mendidik hamba-Nya untuk menjiwai karakter ini dengan dua motivasi utama, pertama, berharap akan rahmat dan nikmat-Nya, kedua, khawatir akan siksa dan keburukannya, kita akan mendapati dua sifat ini sebagai bukti akan keadilan Allah, antara satu sifat dengan yang lain saling menyeimbangkan, sehingga sisi harap kita akan rahmat Allah tidak terlalu tinggi sehingga bisa jadi diri kita menggantungkan harapan pada hal yang bukan hak kita, dan sebaliknya sisi kekhawatiran kita akan siksa dan keburukannya tidak menghantui diri kita lalu kita menjadi putus asa dan patah arang.


Jalan terbaik bagi kita adalah istiqamah dalam ibadah kita kepada Allah swt, dengan menggabungkan dua sisi harap dan takut, laksana dua sayap burung yang selalu seimbang dan seirama. Karena itu kita tidak mendapatkan ayat rahmat kecuali setelahnya ada ayat adzab, tidaklah Allah swt mensifati diri-Nya dengan sifat maha memberi dan pengasih kecuali setelah itu mensifati diri-Nya dengan sifat kebalikannya.


Lihatlah firman Allah swt :


نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (49) وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ (50)


“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS. Al Hijr : 49-50)



قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ

الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ


“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu Kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar : 53-54)


Kebersamaan dua sifat ini dalam ayat-ayat Al Quran adalah sebuah cerminan tarbiyah yang ideal dan seimbang.

Bahkan ketika Allah swt mendeskripsikan ahli surga, maka Allah akan ungkapkan secara gamblang sifat dan karakter utama merek, lihat firman-Nya :


كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18) وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (19)


“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz dzariyat : 17-19)


Kalau kita memabaca ayat di atas, maka kita akan mengatakan kepada diri kita, adakah sifat itu dalam diri kita. Dan ketika mendeskripsikan ahli neraka, maka Allah akan ungkapkan dengan jelas sifat dan karakter busuk mereka, Allah swt berfirman :


قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (46)


“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan.” (QS. Al Mudatstsir : 43-46)


Kalau kita merenungkan ayat di atas, maka kita akan mengaca diri kita, ternyata diri kita tidak lebih buruk dari mereka. Kita melihat dengan jernih, diantara dua kondisi tersebut, maka yang kita lakukan adalah berharap dan cemas, kemudian lahirlah sikap kehambaan kita, lalu mendorong kita untuk membuka dua tangan kita, mengharap kepadanya dengan penuh hiba dalam doa yang khusyu.


 

Text