Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label copy n paste. Show all posts
Showing posts with label copy n paste. Show all posts

Wednesday, February 23, 2011

Ketika Para Gadis Muslimah Belajar Dari Kisah Pernikahan Cinderella



“Rapunzel....lay down your hair...” Ibu tiri Rapunzel memanggil sang putri raja cantik jelita yang dalam kisah film kartun Rapunzel, digambarkan sebagai toko film kartun yang digambarkan berwajah cantik jelita, memiliki tubuh dan wajah yang mempesona serta bergelar putri raja, begitu memukau penonton yang kebanyakan anak-anak perempuan berbagai umur, baik dewasa remaja maupun anak-anak.


Tokoh-tokoh film kartun yang digemari anak-anak perempuan dari dulu hingga sekarang selalu menggambarkan wanita cantik yang lemah gemulai, lembut dan rupawan, cerdas dan cantik, yang menemukan cinta sejati, satu-satunya pria gagah yang menolong sang putri dari kutukan ataupun nasib buruk lainnya dengan mencium lembut bibir sang putri yang digambarkan sebagian awalan dari cinta kasih yang suci dan sejati.

Padahal ciuman pertama yang diperoleh sang putri dari bibir pemuda yang baru dikenalnya jelas adalah bentuk perzinahan karena dilakukan dengan orang lain yang bukan muhrimnya. Namun di dalam kisah film anak-anak, hal tersebut digambarkan sebagai cinta sejati.


Kisah romantika percintaan kaum putri dengan pangeran yang paling terkenal adalah kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca dan akhirnya menemukan seorang pangeran yang tampan rupawan yang menikahinya dan akhir ceritanya ditutup dengan berdansa dan perkawinan yang bahagia selamanya. Kisah cinta tersebut kemudian dikembangkan dan ditutup dengan akhiran yang menggambarkan pernikahan yang diselenggarakan antara sang putri dengan penolongnya yang akhirnya kisah selesai dengan akhiran happily ever after, akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.


Gambaran tokoh film kartun Cinderella, Snow White, Rapunzel dan film-film kartun lainnya sungguh sangat meninabobokan kaum wanita yang telah diprogram sejak anak-anak remaja kita dan anak-anak gadis kita masih kecil. Hal yabg digambarkan adalah sebuah kisah percintaan yang sangat romantis dimana sang putri adalah pihak yang lemah yang menunggu datangnya seorang pangeran yang menyuguhkan cinta sejati, dan hidup bahagia selamanya.


Kaum wanita dari kecil dininabobokan kisah percintaan seperti itu, sehingga persiapan bagi para anak gadis kurang dipersiapkan dikalangan umat islam. Seharusnya kita mampu membuat film yang menyuguhkan kisah pernikahan dan walimahan seorang gadis yang digambarkan akan memperoleh lelaki yang baik bila dari kecil mereka taat pada Allah, mampu menjaga dirinya dan menjadi pribadi gadis yang solehah yang pada akhirnya hanya lelaki soleh saja yang mampu untuk menyuntingnya. Dan perjuangan sang gadis dalam memperoleh pangeran hatinya berupa lelaki yang soleh itu, digambarkan dengan ketekunannnya menjaga solat malam, menjaga dirinya dan menjaga serta memperbanyak amalan soleh.


Fenomena yang ada sekarang sangat banyak, anak gadis kita yang dilalaikan dengan kisah-kisah romansa percintaan yahudi, sehingga pada umumnya banyak anak gadis kita yang memuliakan sebuah resepsi pernikahan dengan romansa percintaan picisan yang dikemas dengan nama kisah Cinderela, Rapunzel maupun Snow White yang kemudian berkembang dengan kisah-kisah percintaan di sinetron, dan terakhir romansa percintaan film-film korea yang sangat digandrungi anak gadis jaman sekarang.


Wahai, dimanakah kisah sohabiyah yang mampu menggandeng dan membentuk kisah-kisah percintaan yang islami sehingga gadis-gadis kaum muslimah memiliki contoh bagaimana pernikahan yang akan dilaluinya nanti dilakukan secara islami, tidak hanya sekedar happily ever after (hidup bahagia selamanya), yang penuh khayal dan membuat sang gadis tidak siap dan sangat terkejut ketika menemukan kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan berumah tangga.


Source: http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/ketika-para-gadis-muslimah-belajar-dari-kisah-pernikahan-cinderella.htm

Saturday, October 30, 2010

10 CIRI KADER ANDALAN

Ada ungkapan yang mengatakan, “yang tidak memiliki tak kan bisa memberi”.
Bagi seorang kader dakwah, ungkapan itu menggambarkan perlunya membentuk karakter yang memungkinkannya menjadi salah satu motor penggerak dakwah. Ini pula yang akan membedakannya dengan orang kebanyakan. Agar ia selalu bisa ’memberi’ di tengah kekacauan umat.

1. Salimul Aqidah (aqidahnya bersih)
Akidah adalah asas dari amal. Amal-amal yang baik dan diridhai Allah lahir dari aqidah yang bersih. Dari sini akan lahir pribadi-pribadi yang memiliki jiwa merdeka, keberanian yang tinggi, dan ketenangan. Sebab, tak ada ikatan dunia yang mampu membelenggunya, kecuali ikatan kepada Allah swt. Seorang kader dakwah yang baik akan selalu menjaga kemurnian aqidahnya dengan memperhatikan amalan-amalan yang bisa mencederai keimanan dan mendatangkan kemusyrikan. Sebaliknya, selalu berusaha melakukan amalan-amalan yang senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Aplikasi: Senantiasa bertaqorrub (menjalin hubungan) dengan Allah, ikhlas dalam setiap amal, mengingat hari akhir dan bersiap diri menghadapinya, melaksanakan ibadah wajib dan sunnah, dzikrullah di setiap waktu dan keadaan, menjauhi praktik yang membawa pada kemusyrikan.

2. Shahihul Ibadah (ibadahnya benar)
Ibadah, wajib dan sunnah, merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Allah swt. Kedekatan seorang hamba ditentukan oleh intensitas ibadahnya. Ibadah menjadi salah satu pintu masuk kemenangan dakwah. Sebab, ibadah yang dilakukan dengan ihsan akan mendatangkan kecintaan Allah swt. Dan kecintaan Allah akan mendatangkan pertolongan.
Aplikasi: Menjaga kesucian jiwa, berada dalam keadaan berwudhu di setiap keadaan, khusyu dalam shalat, menjaga waktu-waktu shalat, biasakan shalat berjamaah di masjid, laksanakan shalat sunnah, tilawah al-Qur’an dengan bacaan yang baik, puasa Ramadhan, laksanakan haji jika ada kesempatan.

3. Matinul Khuluq (akhlaqnya tegar)
Seorang kader dakwah harus ber-iltizam dengan akhlaq islam. Sekaligus memberikan gambaran yang benar dan menjadi qudwah (teladan) dalam berperilaku. Kesalahan khuliqiyah pada seorang kader dakwah akan berdampak terhadap keberhasilan dakwah.
Aplikasi: Tidak takabur, tidak dusta, tidak mencibir dengan isyarat apapun, tidak menghina dan meremehkan orang lain, memenuhi janji menghindari hal yang sia-sia, pemberani, memuliakan tetangga. Bersungguh-sungguh dalam bekerja, menjenguk orang sakit, sedkit bercanda, tawadhu tanpa merendahkan diri.

4. Qadirul’alal Kasb (kemampuan berpenghasilan)
Kita mengenal prinsip dakwah yang berbunyi ”shunduquna juyubuna (sumber keuangan kita dari kantong kita sendiri)”. Yang berarti setiap kader harus menyadari bahwa dakwah membutuhkan pengorbanan harta. Oleh karena itu setiap kader dakwah harus senantiasa bekerja dan berpenghasilan dengan cara yang halal. Tidak menjadikan dakwah sebagai sumber kehidupan.
Aplikasi: Menjauhi sumber penghasilan haram, menjauhi riba, membayar riba, membayar zakat, menabung meski sedikit, tidak menunda hak dalam melaksanakan hak orang lain, bekerja dan berpenghasilan, tidak berambisi menjadi pegawai negeri. Mengutamakan produk umat Islam, tidak membelanjakan harta kepada non-muslim.

5. Mutsaqaful Fiqr (pikirannya intelek)
Intelektualitas seorang kader dakwah menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah. Sejarah para nabi juga memperlihatkan hal itu. Kita melihat bagaimana ketinggian intelektualitas Nabi Ibrahim, dengan bimbingan wahyu, mampu mematahkan argumentasi Namrud. Begitu pula kecerdasan Rasul dalam mengemban amanah dakwahnya, sehingga ia digelari fathonah (orang yang cerdas).
Aplikasi: Baik dalam membaca dan menulis. Upayakan mampu berbahasa Arab, menguasai hal-hal tertentu dalam masalah fiqih seperti shalat, thaharah dan puasa, memahami syumuliatul Islam, memahami ghazwul fikri, mengetahui problematika kaum nasional dan internasional, menghafal al-Qur’an dan hadits, memiliki perpustakaan pribadi sekecil apapun.

6. Qawiyul Jism (fisiknya kuat)
Beban dakwah yang diemban para kader dakwah sangat berat. Kekuatan ruhiyah dan fikriyah saja tidak cukup untuk mengemban amanah itu. Harus ditopang oleh kekuatan fisik yang prima. Sejumlah keterangan al-Qur’an dan Hadits menjelaskan betapa pentingnya aspek ini.
Aplikasi: Bersih pakaian, badan dan tempat tinggal, menjaga adab makan dan minum sesuai dengan sunnah, berolahraga, bangun sebelum fajar, tidak merokok, selektif dalam memilih produk makanan, hindari makanan/minuman yang menimbulkan ketagihan, puasa sunnah, memeriksakan kesehatan.

7. Mujahidu Linafsihi (bersungguh-sungguh)
Bersungguh-sungguh adalah salah satu ciri orang mukmin. Tak ada keberhasilan yang diperoleh tanpa kesungguhan. Kesadaran bahwa kehidupan manusia di dunia ini sangat singkat, dan kehidupan abadi adalah kehidupan akhirat, akan melahirkan kesungguhan dalam menjalani kehidupan.
Aplikasi: Menjauhi segala yang haram, menjauhi tempet-tempat maksiat, memerangi dorongan nafsu, selalu menyertakan niat jihad, hindari mengkonsumsi yang mubah, menyumbangkan harta untuk amal islami, menyesuaikan perkataan dengan perbuatan, memenuhi janji, sabar, berani menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

8. Munazham fi syu’unihi (teratur dalam semua urusannya)
Seorang kader dakwah harus mampu membangun keteraturan dalam kehidupan pribadi dan keluarganya agar bisa menghadapi persoalan umat yang rumit dan kompleks.
Apalikasi: Memperbaiki penampilan, jadikan shalat sebagai penata waktu, teratur di dalam rumah dan tempat kerjanya, disiplin dalam bekerja, memprogram semua urusan, berpikir secara ilmiah untuk memecahkan persoalan, tepat waktu dan teratur.

9. Haritsun ’ala waqtihi (efisien menjaga waktu)
Untuk menggambarkan betapa pentingnya waktu, ada pepatah mengatakan ”waktu ibarat pedang”. Bila tak mampu dimanfaatkan maka pedang waktu akan menebas leher kita sendiri. Seorang kader harus mampu seefektif mungkin memanfaatkan waktu yang terus bergerak. Tak boleh ada yang terbuang percuma.
Aplikasi: Bangun pagi, menghabiskan waktu untuk belajar, mempersingkat semua urusan (tidak bertele-tele). Mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, tidak tidur setelah fajar.

10. Nafi’un Lighairihi (berguna bagi orang lain)
Rasul menggambarkan kehidupan seorang mukmin itu seperti lebah yang akan memberi manfaat pada lingkungan sekitarnya. Kader dakwah memberi manfaat karena setiap ucapan dan gerakannya akan menjadi teladan bagi sekitarnya.
Aplikasi: Melaksanakan hak orang tua, ikut berpartisipasi dalam kegembiraan, membantu yang membutuhkan, menikah dengan pasangan yang sesuai, komitmen dengan adab Islam di dalam rumah, melaksanakan hak-hak pasangannya (suami-istri), melaksanakan hak-hak anak, memberi hadiah pada tetangga, mendo’akan yang bersin.


source: deddy24.multiply.com/journal/item/6

Buah Manis dari Sebuah Kesabaran

Oleh Mira Kania Dewi

Aku mengenalnya empat tahun silam. Usianya terpaut empat tahun lebih muda dariku. Sebut saja Melati (bukan nama sebenarnya). Kami pertama bertemu saat bersama-sama melakukan tadabbur alam ke pantai Rayong bersama komunitas muslim Indonesia lainnya di Negeri Siam.


Melati menikah di tahun yang sama dengan pernikahanku (tahun 1995). Pernikahannya tergolong muda di jaman seperti sekarang ini. Aku menikah di usia 24 tahun, berarti tentunya Melati menikah di usia 20 tahun.


Sejak mengenalnya aku banyak belajar hal-hal baru yang tentunya bernilai positif. Banyak keunggulan yang dimiliki Melati sebagai seorang wanita sekaligus seorang istri. Walaupun usianya masih muda namun pengetahuannya sangat luas. Selain ia sudah menyandang gelar S2 dan menguasai berbagai bahasa asing, Melati juga pandai mengaji dan memiliki pemahaman yang baik tentang Islam. Tak heran, ia menjadi salah satu ustadzahku dalam menimba ilmu agama.


Tak hanya itu, Melati juga seorang yang sangat bersahaja, mandiri, dan seorang wanita yang kuat dalam menjalani hidup. “Tiada seorangpun yang dapat kita sandarkan termasuk suami, ayah, ibu atau kakak dan adik, kecuali Alloh,” sahutnya lirih kepadaku saat ia menghadapi cobaan hidup.


Persahabatan kami tak hanya seputar murid dan guru, Melati juga menjadi partnerku dalam bermain badminton di akhir pekan. Kami mempunyai tujuan yang sama, ingin menjaga kesehatan dan stamina tubuh.


Satu hal yang membedakan kami berdua, aku telah meraih gelar “ibu” sedangkan Melati masih berjuang mendapatkannya. Melati bercerita, berbagai ikhtiar telah dilakukannya sejak awal pernikahannya termasuk usaha bayi tabung. Namun akhirnya ia harus menelan kekecewaan saat mengalami keguguran di usia kehamilan satu bulan.


Entah satu dan lain hal yang aku sendiri tak tahu pasti, Melati berkata bahwa keguguran yang ia alami mengharuskannya menjalani operasi di perutnya. Maka sejak saat itu pula perutnya mengalami gangguan. Pihak rumah sakit di Negara Hitler tempat dahulu ia bermukim di sana, menyatakan bahwa Melati tak mungkin bisa hamil dan mendapatkan keturunan. Kejadian itu terjadi lebih dari 10 tahun silam. Melati berduka, pupus sudah asa menjadi seorang ibu dan menimang buah hati di pangkuannya. Namun ia tetap berusaha untuk tetap tegar dan selalu riang.


Seiring dengan kepindahannya ke Negeri Gajah Putih, suatu hari sempat aku utarakan kepada Melati agar ia mencoba untuk berobat lagi untuk mendapatkan keturunan.


“Setahuku, sudah cukup banyak lho orang-orang Indonesia yang berhasil mendapatkan keturunan di sini,” sahutku.


“Iya, sebetulnya aku sudah ada niat berobat lagi. Nanti deh kalau sedang agak longgar waktunya,” begitulah kurang-lebih jawaban Melati kepadaku. Tak sepertiku, Melati adalah seorang wanita karir yang bekerja di sebuah perusahaan besar sehingga hari-harinya sudah disibukkan dengan bekerja seharian di kantor. Sehingga akhir pekan menjadi sangat berharga baginya untuk melepaskan lelah sekaligus tetap mengurusi urusan rumah tangga lainnya. Jadwal yang cukup padat buat Melati.


Lama kami tak berjumpa. Dalam sebuah pengajian akbar di KBRI, aku bertemu lagi dengan Melati. Tiba-tiba di akhir acara, ia menghampiriku dan dengan sedikit berbisik ia berseru,” Mbak, aku hamil!”.


“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS 16 : 96)


Aku terharu mendengarnya. Subhanalloh! Sahutku sambil memeluknya. Mataku sedikit berair. “Jaga kesehatan ya, Melati,” lanjutku kemudian. Pernyataan dokter tentang ketidakmampuannya memberikan keturunan terbukti keliru. Memang, jika Alloh sudah berkehendak maka tak ada sesuatupun yang dapat menghalanginya.


Kegiatan bermain badminton di akhir pekan tak dapat lagi dilakukannya. Sejak saat itu kami menjadi lebih jarang bertemu. Melati harus menjaga kesehatan dan kehamilannya dengan baik. Belum lagi, ia harus berjuang melawan rasa mual yang menjadi-jadi di awal kehamilan. Namun itulah anugerah yang tiada terkita buat kami, para ibu. Ya, itulah kenikmatan yang hanya diberikan oleh wanita-wanita pilihan-NYA kala memegang amanah untuk menjadi seorang ibu.


Tak terasa empat bulan berlalu. Semua tampak lancar-lancar saja. Namun suatu siang, aku dikejutkan oleh berita via sms tentang kehamilan Melati. Melati mengalami pendarahan. Astagfirullohal’adzim, semoga Melati dan bayinya diberikan kekuatan, kesehatan, dan keselamatan, jeritku dalam hati.


Alloh Hafidz, bayi dalam kandungannya dinyatakan sehat wal’afiat. Melati boleh pulang ke rumah dengan syarat harus tetap bed rest (istirahat di tempat tidur). Tak terbayangkan bagaimana besarnya pengorbanan yang dilakukan Melati dan berjuta-juta wanita lainnya selama masa kehamilan. Maka sudah sepantasnyalah predikat “surga di bawah telapak kaki ibu” disandang oleh wanita-wanita pilihan termasuk Melati.


Dua hari kemudian aku menjenguknya di rumah. Rupanya Melati mengalami plasenta yang letaknya di bawah (plasenta previa) sehingga akan terjadi pendarahan jika ia melakukan suatu aktivitas. Kulihat Melati berbaring tak berdaya di atas tempat tidur. “Sabar ya, Melati. Beginilah kalau menjadi ibu. Harus siap berkorban kapan saja, di situlah letak surganya,” sahutku perlahan. Aku yakin, Melati pasti lebih paham tentang hal ini daripada aku.


“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)...” (QS 46 : 15).


“Do’akan kami ya, Mbak. Aku sangat bersyukur dan bahagia sekali sudah bisa merasakan hamil dan sampai ke tahap seperti ini,” ujarnya sambil berusaha tersenyum. Tanpa ia jelaskan, aku sudah mafhum betapa bahagianya ia menyambut buah hatinya. Foto-foto hasil USG (ultra sono grafi) dipajang di dinding kamar Melati bersebelahan dengan tempat tidurnya. Belum lagi, berbagai literatur yang dibaca Melati untuk mempersiapkan kehadiran jabang bayi.


Melati menceritakan kejadian yang telah dialaminya malam itu. Sekitar pukul 12 malam ia terbangun dari tidur dan terkejut menemukan seprai tempat tidurnya berlumuran darah segar. Meski takut dan bingung, Melati berusaha berjalan perlahan dituntun sang suami menembus gelapnya malam mencari sebuah taksi menuju rumah sakit.


Ah, sudah tiga buah taksi yang ia hentikan di pinggir jalan namun tak satupun yang mau mengantarnya ke rumah sakit. Melati panik dan gelisah. Melati lupa, bahwa hari itu adalah hari terakhir masih berlakunya jam malam akibat konflik politik yang sedang melanda Negeri Gajah Putih saat itu. Sesuai aturan yang berlaku, tidak boleh ada yang keluar rumah saat jam malam diberlakukan (24.00-04.00). Jadi itulah sebabnya mengapa beberapa taksi tak bersedia mengantarnya. Allohu Akbar!


Do’a seorang wanita hamil, diijabah oleh Alloh dan di’amin’kan oleh beribu-ribu malaikat. Alhamdulillah, Alloh Maha Penolong, akhirnya taksi ke-4 bersedia mengantarnya menuju rumah sakit.


Singkat cerita, empat bulan berlalu sejak aku meninggalkan Negeri Siam untuk berhijrah pulang ke tanah air tercinta. Tiga hari lalu, aku kembali dikejutkan oleh berita tentang Melati. Namun kali ini berita gembira yang aku dapat dari sms telepon genggamku. Alhamdulillah, Melati telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat wal’afiat melalui operasi caesar.


Melati, kuucapkan selamat atas kelahiran buah hatimu yang telah engkau dambakan dan engkau tunggu 15 tahun lamanya. Aku turut bahagia. Aku do’akan dari jauh, semoga anakmu menjadi anak yang sholeh, yang menjadi penyejuk hati ayah-bundanya.
Melati, akhirnya gelar “ibu” berhasil kau raih. Betapa mulianya derajat itu sehingga patut kita syukuri bersama. Tak semua wanita mendapatkan gelar yang indah itu. Kau layak mendapatkannya. Semua itu adalah buah manis dari Yang Maha Penyayang dari kesabaran dan keihklasanmu selama ini.


Melati, semoga suatu hari nanti kita dapat bertemu kembali dan berkenalan dengan permata hatimu. Kelak kau akan menyadari betapa nikmat dan bahagianya menjadi seorang ibu seperti yang aku rasakan.


Wallohua’lam bishshowaab.

(mkd/bintaro/19.10.10)


source: www.eramuslim.com

Wednesday, October 06, 2010

The Miracle Of Talking birds 1

The Physical Formation of Sound in Birds

You might assume that in order for a parrot to be able to imitate the human voice-to use a person's same spoken words, stresses and pronunciation-they must possess a larynx whose structure is similar to a human's. However, the structure of the human larynx bears no resemblance to these creatures' physical structures. The larynx, vocal cords, tongue, lips, palate and teeth that humans use in speech are completely different in birds, and some do not exist at all. But even though all birds lack these structures, still these species can reproduce phrases spoken by humans-and in the same tones. If we consider that a person without a tongue is unable to speak or that we lose our voice if the vocal cords are damaged, it's also worth considering that parrots, budgerigars, and mynahs, members of the crow family, have completely different physical characteristics which nevertheless enable them to talk in the same way as humans.

There are other differences between the systems that humans and birds use to produce vocal sounds. We produce most sounds d by expelling air from the lungs through the larynx. Different sounds are created, according to the degree of vibration of the vocal cords. The position of the tongue and lips and the flow of air through the mouth or nasal cavity are only a few of the many other factors affecting sound production. The pharynx, found in humans, lets the tongue divide the vocal tract above the larynx into two cavities with their own distinct resonances. Where these resonances occur, the overtones of the frequencies (or number of vibrations) from the vocal cords are amplified. Formants (from the Latin formare: to shape, or form) are resonant frequencies of the vocal tract, the natural shapes that air assumes in the vocal passage. When you make a consonant, for example, this has an effect on the formants of the neighbouring vowels, raising or lowering formants as the vowel sound gets closer to the corsonant. Experiments have shown that two formants are sufficient in order to differentiate speech sounds from each other. 5

Birds have no larynx similar to a human's, but do have a special vocal organ, known as the syrinx, that enables them to produce sounds. In birds, air from the lungs passes through this organ. In a sense, the bird's syrinx is the equivalent of our human larynx. One of the principal differences is that in humans, our vocal cords are positioned closer to the windpipe. So far, the fact that the bird's syrinx is deep inside the body has prevented scientists from obtaining a complete answer as to how birds produce sound. Scientists have filmed birds using infra-red and x-ray cameras, and have made close studies of their song and speech by means of fiber-optic microscopes inserted in their throats. Yet we still cannot explain the physical process by which birds produce song and imitate sounds.

Within the bird's breast, its vocal organ is like a branched instrument, located at where its voice box meets the two bronchial tubes. As shown on the adjacent page, one branch of the syrinx opens into one bronchus and the second branch into the other; and either one of these two bronchi can produce sound. Some birds can use either both sides of their voice organ simultaneously, or one of the two independently and, by this means, can produce two separate tones of the same frequency, at the same time. They can sing a high note with one side, while producing a low note with the other. And since the bird's vocal organ is situated at the juncture of the two bronchial tubes, it can produce sound from two different sources. This even allows the bird to produce two different notes simultaneously, and even to sing a duet with itself. To a great extent, sounds produced here are subsequently combined, giving birds the potential of creating rich melodies. While humans use only about 2% of the air they inhale to produce sound, birds have the ability to use it all.6

The syrinx is located in a pouch within the clavicle below the bird's throat. The membrane covering this pouch is sensitive to the air coming from the lungs, and its elasticity and complexity of the membrane are factors that determine the quality of sounds. The sound quality is also affected by the length of the windpipe, the constriction of the voice box, the neck muscles, structure of the beak, and their respective movements. In short, the complexity of the birds' syrinx determines the complexity of the sounds they produce. Its muscles affect the air flow and consequently, the quality of the sound. In parrots, budgerigars, and some songbirds, the syrinx has a greater number of muscles, and its structure is more complex.

Furthermore, the different techniques that parrots and budgerigars employ for imitating the human voice are most effective. Like humans, parrots have thick tongues that enable them to produce sounds resembling ours. Sound is produced by blowing air through two separate places in their syrinx, and at the same time producing the independent sounds required to produce consonants. The initial sound from the syrinx is shaped with the help of the throat, and then in the mouth with the tongue. In their research studies with grey parrots, Dianne Patterson and Irene Pepperberg reached important conclusions on vowel production: Due to the radically different anatomy of this parrot's vocal organ, even though they lack teeth and lips, they can produce sounds that closely resemble sounds produced by humans.7 Indeed, parrots and budgerigars can quite clearly imitate sounds such as "m" and "b," which we normally produce with the help of our lips.

Budgerigars, however, due to their small size, are not able to use the same technique as parrots. Using their syrinx to create frequencies from 2,000 to 3,000 Hz, they then add on a second vibration. This system is known as frequency modulation or FM, the principle behind the AM (amplitude modulation) radios to be found in practically every home. These days, many FM broadcasting stations add low transmitters to their signals which, in common with normal signals, are adjustable through a transmitter, but are of a very high frequency. While the frequency of normal signals varies from 20 to 20,000 Hz, the frequency of many low transmitters starts at 56,000 Hz. The main reason for using the FM system is to offset the major disadvantage of the AM system-namely, the interference of many natural or man-made radio sounds, called "parasites." Because the weak signals of AM radio are quieter than the stronger ones, differences in signal level are formed, which are then perceived as noise. AM receivers have no facility for cutting out these parasitic sounds.

To solve this problem, Edwin H. Armstrong invented a system for eliminating noise caused by the power of the waves. Instead of changing the transmission signal or the strength of the transmitter, he changed the frequency of sound waves per second. Thanks to this system, the amplitude of noise (strength of sound waves) could be reduced to a minimum. But scientists are still mystified how budgerigars manage to use this same system.
To solve this problem, Edwin H. Armstrong invented a system for eliminating noise caused by the power of the waves. Instead of changing the transmission signal or the strength of the transmitter, he changed the frequency of sound waves per second. Thanks to this system, the amplitude of noise (strength of sound waves) could be reduced to a minimum. But scientists are still mystified how budgerigars manage to use this same system.
Of course, no little budgerigar can possibly work out for itself from the time it is hatched how to apply a series of principles discovered by man only after long trials. In the same way, no parrot can know that it must produce auxiliary sounds in order to make consonants distinct or to develop systems in its throat to enable it to do so. Also, it's not possible for such a system to be the end product of a series of blind coincidences. All these complex systems we have seen are without doubt, the work of God, the Creator.

Birds' Sense of Hearing

For birds to display their talents in communicating by sound, song and in the case of some birds, words, they require excellent hearing. At critical times in their lives, their sense of hearing becomes particularly important. Experiments have shown that in order for birds to learn their species' song, they need an auditory feedback system. Thanks to this system, young birds learn to compare the sounds they produce themselves with the patterns of a song they have memorized. If they were deaf, it wouldn't normally be possible for them to sing recognizable songs.8

Birds' ears are well equipped for hearing, but they hear in a different way from us. For them to recognize a tune, they have to hear it in always the same octave (a series of seven notes), whereas we can recognize a tune even if we hear it in a different octave. Birds cannot, but can instead recognize timbre-a fundamental note combined with harmonies. The ability to recognize timbre and harmonic variations lets birds hear and reply to many diverse sounds, and sometimes even reproduce them.

Birds can also hear shorter notes than we can. Humans process sounds in bytes in about 1/20th of a second 9, whereas birds can distinguish these sounds in 1/200th of a second, which means that birds are superior at separating sounds that arrive in very rapid succession.10 In other words, a bird's capacity to perceive sound is approximately ten times greater, and in every note heard by a human, it can hear ten.11 Moreover, some birds are also able to hear lower sounds than we are. Their hearing sensitivity is so finely tuned that they can even tell the difference between pieces by such famous composers as Bach and Stravinsky.
Birds' extremely sensitive hearing functions perfectly. Clearly, each of this sense's components is created by special design, for if any one failed to work properly, the bird would not be able to hear anything. This point also disproves the theory that hearing evolved or emerged gradually, as a result of coincidental influences.

source: www.harunyahya.com

Monday, September 06, 2010

Making Up for Bad Health Habits

By Sarah Jio, Woman's Day
Tue, Aug 31, 2010


i specially dedicate this article to my beloved housemates =)


Bad Habit #1: Not Enough Calcium

Your mother told you to drink your milk (you didn’t). Your doctor encouraged you to take calcium supplements (you didn’t). Now what? “Your body will lay down bone mass until your early 30s, so if you are in your teens or 20s, you have time to reverse the years of inadequate calcium intake and start building stronger bones,” says Nikki Tierney, a registered dietician in private practice in Quincy, Massachusetts. “If you've passed this age, all is not lost. You may have missed the opportunity to build bone mass, but it is never too late to prevent more bone loss.”

Women who are 19 to 50 years old need 1,000 mg of calcium per day; those 51 or older need 1,200 mg per day. “You absorb calcium best from food sources, so be sure to include these in your diet,” she says. “The easiest way to get your calcium is to get three servings of milk or yogurt each day. If you are looking to add in a supplement, get something with 500 to 1,000 mg, such as calcium chews.” In addition to dairy, you can get your calcium from the following sources: ½ cup firm tofu (204 mg), 3 oz canned salmon (181 mg), 1 cup pinto beans (103 mg) or 1 cup cooked kale (94 mg).

Bad Habit #2: Poor Posture
Misaligned posture can lead to back, knee, hip and neck issues as well as collapsed arches and a host of other problems, says Dana Davis, MA, CYT, a senior certified balance teacher in Petaluma, California. If you’ve had poor posture most of your life, you probably think there’s nothing you can do to improve it. Not true, says New York City–based fitness expert Story von Holzhausen. “You can make changes instantly, transform yourself and don't have to wait to see results,” says von Holzhausen.

She suggests this easy exercise to turn back years of bad posture habits: “Stand with your heels almost touching a wall. Roll your shoulder blades back and drop them down until they touch the wall. Slightly lower your chin and pull the base of your head against the wall, lengthening the back of your neck. Hold this position for 15 seconds, breathe, rest and repeat. If you cannot touch the wall, then your goal is to work up to it slowly.” Photo by Shutterstock.

Bad Habit #3: Smoking Cigarettes
So you smoked in college—OK, and grad school, and maybe occasionally when you’re socializing. You already feel guilty about it, but what can you do now? “The quickest way to improve your health if you're a smoker is to quit now rather than later,” says Shelena C. Lalji, MD, founder of the Dr. Shel Wellness and Medical Spa in Houston. “Research shows that people who quit smoking when they're in their 30s and 40s have a much lower risk of emphysema, stroke, hypertension and cardiac disease. Medical-grade supplements can help smokers reduce their cravings to increase their success.”

According to the American Cancer Society, after three months of not smoking, your lung function improves dramatically and your circulation is revitalized. After one year of being cigarette-free, your risk of coronary heart disease is 50 percent less than when you were a smoker. One of the best ways to reclaim your smoke-ravaged lungs is to make a new commitment to fitness, says Dr. Lalji. “Increasing exercise both during the transition from smoker to nonsmoker and afterward will help you keep the commitment to yourself while improving circulation, gaining lung capacity and reducing cardiac-related problems.”

Bad Habit #4: Too Much Booze
Do you regret years of excess drinking? While alcohol-related damage to the body can be harmful, and experts say there’s no way to completely reverse it, there are certain things you can do to improve your liver function and overall health. “Drinking can cause fat buildup in the liver, which causes the liver to work harder to metabolize the fat,” says Carlos Tirado, MD, MPH, chief medical officer of Enterhealth, an addiction disease management provider in Dallas.

Help your liver recover by starting a weight-loss regimen and eating a lowfat diet. “In general, eating a diet rich in fruits and vegetables and reducing fat—especially trans fat and saturated fat—can enhance recovery from alcohol-related liver injury,” he says. If you haven’t completely cut alcohol from your life, health experts recommend one drink per day, max, for women, and two for men—though it’s best not to drink daily, so to pick a few days a week that you don’t drink at all.

Bad Habit #5: Being Overweight
One of the leading causes of heart disease—and the number-one cause of death in women in the U.S.—is being overweight. But once you’re diagnosed with cardiovascular issues, it doesn’t mean it’s a life sentence. “Losing weight will significantly reduce this risk,” says Sohah Iqbal, MD, a cardiologist practicing at New York University Hospital. “Weight loss, through a diet and exercise program, can significantly reduce multiple cardiac risk factors that significantly increase the risk of coronary artery disease and heart attacks.”

Weight loss is not only associated with lower blood pressure, but it has also been shown in studies to improve your lipid profile—decreasing LDL (bad cholesterol) and increasing HDL (good cholesterol)—and reduce triglycerides. “Cholesterol buildup in arteries starts at a young age, but if you improve your cholesterol profile later in life, it stabilizes the cholesterol plaque and decreases the risk of it enlarging and occluding the artery or rupturing and causing a heart attack,” says Dr. Iqbal. The American Heart Association says you can reduce your risk of death from cardiovascular disease by 20 percent and ensure your ticker is in optimal health by following their 7-Point Checklist. Visit MyLifeCheck.Heart.org to learn more.

Bad Habit #6: Exercise Procrastination
You know that old saying: If you don’t use it, you lose it? Well, it’s only partly true, says Sarah Clachar, a New England–based health educator, fitness expert and the cofounder of Fit Family Together. “The opposite is true as well. When you start to use your muscles, you can regain them—at any age. So even if you've never worked out or had muscles to show off, you can certainly acquire them through a good fitness strategy.”

Where to start? Avoid an intense jog or hike, and think weights first. “If you haven't been active for years, your muscles aren't up for the activity,” she says. To avoid injury, focus on strength-training first. “Start by building up your muscles so you have the capacity to do exercise,” she recommends. Also, consider short bursts of intense exercise known as interval training. “Not only is research showing that this has more impact on your health with less wear and tear, but it works faster and it's easier [to do].” Here’s how: “Whatever you start to do, do it in shorter, intensive spurts,” says Clachar. “Walk briskly for 1 minute, then stop and rest. Walk briskly again for 1 minute and repeat. Or bike hard for 4 minutes and then rest.” With this method, you can pack 30 minutes of regular exercise into just 15 minutes, with less injury risk.

Bad Habit #7: Not Eating Right for Years
The antidote for years of burgers, fries and ice cream binges? Eating right, of course. Here’s an easy way to jump-start your health and get the vital nutrients you need without going on a restrictive diet: Eat one salad every day, suggests Brian Zehetner, MS, a registered dietician with Anytime Fitness in Hastings, Minnesota. “The primary reason to have a salad is because it helps to reduce the energy density of the diet,” he says. “You can eat a very large salad for very few calories.”

Plus, you’ll load up on vegetables that can give your body the nutrients it’s crying out for: vitamins C and E, selenium, beta-carotene and lots of fiber. Add 3 ounces of lean chicken, and you have a filling meal. If you eat a salad once a day for a year, you could lose up to 30 pounds without making any other major dietary changes. By just having one salad per day—for lunch or dinner—Zehetner says, your body will feel the difference.

Bad Habit #8: Staying Too Long in an Unhealthy Relationship
According to Howard Rankin, PhD, a clinical psychologist and founder of The Rankin Center for Neuroscience and Integrative Health, a bad marriage or relationship can be as hard on you as any other damaging health choice. “The impact of a negative relationship goes beyond self-esteem, into the very body itself,” Dr. Rankin explains. “Under chronic stress, the immune system breaks down, leading to a whole host of diseases. A recent study of breast cancer patients showed that many women believed that their cancer was caused by stress. Technically, no one gets cancer because of stress. But what does happen is that the suppression of the immune system by prolonged stress makes it more likely that the body can't fight off the cancer and creates an environment where cancer cells can grow.”

How can you get healthy and happy after years of being in a negative relationship? “It’s important to look at all the main relationships in your life and reevaluate which work for you and which don't,” he says. If a decades-long friendship is the culprit, cut the ties. If it’s a boyfriend who treats you poorly, move on. “Recognize that detachment is always difficult but sometimes necessary, and stay focused on the realities of the situation.” One of the best ways to give yourself a boost of happiness—and health—when doing so is to remember that there are infinite possibilities for you out there.

Bad Habit #9: Negative Self-Talk and Poor Body Image
After years of negative self-talk (“Look at how fat I am,” or “No one likes me at work because I’m not talented”), a funny thing happens, says Dr. Rankin: People tend to withdraw from social situations and intimacy. A poor or destructive self-image is also linked with depression and anxiety.

So how do you break the cycle of negativity toward yourself? “The variables that drive behavior are brain biochemistry, innate drives, habits and addictions, and relationships,” says Dr. Rankin. “Note that logic isn't in there. So you need to do things that will optimize brain function—exercise, good-quality sleep, stress management and proper diet all are critical for proper brain function.” And, because our self-image is so often affected by the people in our lives, he suggests you “hang around positive friends and ditch the people who are not on the same page as you.”

Bad Habit #10: Too Much Tanning
Did you once have a love affair with the tanning salon? There may be a ray of hope for sun-damaged skin, say experts. “There is not much one can do to undo serious sun exposure, but it is never too late to protect your skin,” says Pamela Jakubowicz, MD, a board-certified dermatologist at Montefiore Medical Center in New York. She stresses the importance of annual skin checks with your dermatologist or primary care physician.

But you can also take matters into your own hands: “Products containing retinols, soy and some antioxidants have been shown to provide some reversal of sun damage,” she explains. “Retinol is a milder form of Retin-A that makes collagen stronger and can bring about changes in the skin. Researchers believe soy makes the skin lighter when there is pigmentation from sun damage.” Fortunately, you don’t have to spend a lot of money to get products that work. Dr. Jakubowicz recommends Aveeno's Positively Radiant SPF 30 lotion, a product that contains soy, and Neutrogena Healthy Skin lotion, which is made with retinols. Also, consider your diet and activity level, says Marina Peredo, MD, an assistant clinical professor at Mount Sinai Medical Center in New York. “Adding a diet rich in omega-3s and vitamin E is a must, as is a daily exercise regimen to get the blood circulating to the face and other parts of the body.”


source: http://health.yahoo.net/articles/womens-health/making-bad-health-habits

Tuesday, August 31, 2010

I’tikaf Dan Adab-Adabnya

oleh:

Badrul Hisham bin Sulaiman (abikamil05@yahoo.com.my)


Menyebut perkataan i'tikaf mengingatkan saya kepada kenangan lama ketika saya sedang menuntut di Universiti Islam Madinah. Apa tidaknya, ketika berada di tahun akhir pengajian seorang rakan sekuliah berasal dari wilayah Pattani, Selatan Thailand, mengajak saya untuk beri'tikaf bersama beliau di Masjidil Haram Mekah, sepuluh terakhir bulan Ramadhan.


Pada mulanya saya merasa teragak-agak dan serba salah kerana tidak biasa dan tiada pengalaman, apatah lagi amalan i'tikaf yang hendak dilaksanakan akan berlangsung di Masjidil Haram. Namun setelah diyakinkan oleh beliau yang sudah ada pengalaman beri'tikaf di Masjidil Haram saya memberanikan diri.


Percubaan saya tidak sia-sia. Sesungguhnya saya merasai keseronokan beramal ibadah yang belum pernah saya rasai sebelum itu. Di dalam artikel ini, saya tidaklah berhasrat untuk menceritakan pengalaman-pengalaman yang telah dilalui selama tempoh berkenaan. Cukuplah saya nyatakan, bagi anda yang berkesempatan dan berkemampuan untuk melakukan amalan i'tikaf. Walau di mana jua anda berada, berusahalah untuk melaksanakannya kerana ia adalah sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh baginda Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam walaupun hukumnya tidak wajib.


Takrif i'tikaf.


Dari segi bahasa bermaksud menahan atau berhenti. Dari segi syara' ia bermaksud berada di dalam masjid dengan niat untuk melazimkan diri di dalamnya bagi tujuan mendekatkan diri kepada Allah.

Ia merupakan satu ibadah yang telah lama disyariatkan. Al-Quran menunjukkan bahawa di zaman Nabi Ibrahim alaihissalam ianya sudah wujud. Firman Allah yang maksudnya:


Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia

dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim

(tempat berdiri Nabi Ibrahim ketika membina Ka'abah) tempat shalat.

Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:

"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".

Al-Baqarah [2:125] .


Hukum i'tikaf.

Para ulama' sepakat mengatakan bahawa amalan i'tikaf disyariatkan berdasarkan dalil-dalil yang sahih. Baginda Nabi Sallallahu alaihi wasallam beri'tikaf pada setiap bulan Ramadhan iaitu pada sepuluh akhirnya. Hukumnya adalah sunat muakkadah (sunat yang sangat dituntut) pada bila-bila masa tanpa mengira di dalam bulan Ramadahan atau di luar bulan Ramadhan. Ada kalanya i'tikaf itu menjadi wajib apabila seseorang itu bernazar untuk melaksanakannya atas tujuan tertentu. Aisyah Radhiallahu anha berkata yang maksudnya:


Bahawa Nabi Sallallahu alaihi wasallam adalah beliau beri'tikaf sepuluh terakhir dari Ramadhan

sehingga Allah mewafatkan beliau, kemudian para isteri baginda juga beri'tikaf selepas itu

(selepas kewafatan baginda).[1]


Sekalipun amalan i'tikaf adalah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, tiada sebarang dalil sahih yang menyatakan tentang apa-apa jua fadhilat tentangnya. Berkata Imam Abu Daud: Aku berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah: Adakah kamu mengetahui apa-apa dalil tentang kelebihan i'tikaf ? Kata Imam Ahmad: Tidak, melainkan sesuatu yang lemah (riwayatnya).


Manakala i'tikaf yang wajib ialah apa yang diwajibkan oleh seseorang ke atas dirinya sendiri. Samada dalam bentuk [1] nazar mutlak, contohnya seseorang berkata: Kerana Allah Taala ke atas diriku bahawa aku beri'tikaf sekian sekian ( tempohnya). [2] nazar muallaq, contohnya seseorang itu berkata : Sekiranya Allah sembuhkan aku dari penyakit ini nescaya aku akan beri'tikaf sekian sekian. Di dalam Sahih Bukhari bahawa Nabi Sallallahu alaihi wasallam bersabda melalui hadis riwayat Aisyah yang maksudnya:


Sesiapa yang bernazar untuk mentaati Allah maka Taatlah kepadaNya, sesiapa yang bernazar untuk menderhakainya maka janganlah dia derhakaiNya.[2]


Diriwayatkan bahawa Umar Al-Khattab Radhiallahu anh pernah bernazar di zaman jahiliah untuk beri'tikaf di Masjidil Haram. Setelah beliau memeluk Islam, hasrat beliau untuk beri'tikaf di Masjidil Haram disuarakan kepada Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam, maka jawab baginda: Tunaikanlah nazarmu itu, maka Umar beri'tikaf satu malam.[3]


Tempat i'tikaf.

Di antara persoalan yang sering dilontarkan oleh orang ramai tentang amalan i'tikaf ialah [1] Adakah dibolehkan i'tikaf di tempat yang bukan masjid seperti surau yang banyak kedapatan di kawasan kampung? [2] Adakah masjid-masjid yang tidak ditunaikan padanya solat Jumaat, dibolehkan kita beri'tikaf di dalamnya?


Jumhur ulama' berpendapat i'tikaf hanya dilaksanakan di masjid-masjid sahaja. Berhubung dengan permasalahan ini Sayyid Sabiq di dalam kitabnya Fiqh Al- Sunnah meperincikannya di bawah tajuk kecil: “Pandangan para fuqaha' tentang masjid yang dibolehkan beri'tikaf di dalamnya”.[4] Ia seperti berikut:

  1. Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat amalan i'tikaf hanya dilaksanakan di dalam masjid yang ditunaikan padanya solat lima waktu dan solat secara berjemaah.

  2. Imam As Syafie dan Imam Malik pula berpendapat ianya sah dilaksanakan pada setiap masjid[5] tanpa mengkhususkan masjid-masjid tertentu. Namun di sisi As Syafieyah (para ulama' mazhab Syafie) yang afdhal ialah i'tikaf di dalam masjid yang ditunaikan padanya solat Jumaat. Ini kerana bilangan para jemaah di dalamnya lebih ramai. Bahkan memudahkan pihak yang beri'tikaf menunaikan solat Jumaat pada hari Jumaat tanpa keluar untuk pergi ke masjid lain.

Adakah disyaratkan orang yang i'tikaf berpuasa?

Ada tiga pendapat di kalangan ilmuan dalam persoalan ini:

  1. Adalah lebih baik bagi orang yang beri'tikaf berpuasa kerana begitulah dari segi sunnahnya. Sekiranya dia tidak berpuasa, tidaklah menjadikan apa-apa kesalahan ke atasnya. I'tikafnya dikira sah.

  2. Tidak dikira i'tikaf kecuali dalam keadaan berpuasa.

  3. Harus beri'tikaf walaupun tidak berpuasa.

Penulis cenderung kepada pendapat pertama di mana orang yang mahu beri'tikaf boleh memilih samada mahu beri'tikaf dalam keadaan berpuasa atau sebaliknya. Seandainya amalan i'tikaf itu berlaku di siang hari bulan Ramadhan maka tidak timbul soal puasa atau tidak kerana sememangnya ibadat puasa pada ketika itu adalah wajib.


Sebagai tambahan penulis memetik penjelasan Al-Imam Ibnu Al-Qayyim (w.751 H) di dalam kitab beliau Zaad Al-Maad yang cenderung kepada pendapat kedua:


Oleh kerana tujuan i'tikaf ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengasingkan jiwa dari tarikan duniawi, hanya sanya ia dapat disempurnakan dengan berpuasa. Bahkan i'tikaf disyariatkan dalam tempoh yang dikira paling utama dalam ibadah puasa Ramadhan (sepuluh hari terakhir). Dan tidaklah pernahkan dinaqalkan (apa-apa riwayat) dari Nabi Sallallahu alaihi wasallam bahawa baginda pernah beri'tikaf dalam keadaan tidak berpuasa.


Aisyah Radhiallahu anha pernah berkata: “Tidak dikira i'tikaf kecuali dalam keadaan berpuasa".[6] Allah Subhanahu Wataala juga tidak menyebut persoalan i'tikaf (di dalam Al-Qur'an) melainkan bersama dengan ibadah puasa. Bahkan Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam tidak pernah melakukannya kecuali bersama ibadah puasa.


Maka pendapat yang rajih berdasarkan dalil dan dihujjahkan oleh jumhur para salaf ialah, ibadah puasa menjadi syarat dalam melakukan amalan i'tikaf. Pendapat ini ditarjihkan oleh Syaikh Al-Islam Ibn Taimiyyah (w.728 H).[7]

Dalil pihak yang berpendapat tidak disyaratkan puasa kepada orang yang beri'tikaf (pendapat ketiga) ialah hadis Ibn Abbas Radhiallahu anhuma bahawa baginda bersabda yang maksudnya:


Tiadalah kewajipan puasa ke atas yang beri'tikaf melainkan dia menjadikannya wajib ke atas dirinya.[8]


Tidak sabit dari Nabi Sallallahu alaihi wasallam sebarang dalil yang menunjukkan diperlukan berpuasa bagi sesiapa yang mahu beri'tikaf. Syaikh Muhammad Siddiq Hasan Khan di dalam kitab beliau Al Raudhah An Nadiyyah Syarah Ad Durrul Bahiyyah memberikan pandangan:


Ketahuilah! Menjadikan sesuatu syarat bagi sesuatu yang lain, atau rukun baginya dan salah satu kefardhuan – tidaklah ianya boleh disabitkan melainkan dengan dalil kerana ianya adalah hukum syarak. Dan tidak datang sebarang dalil yang menunjukkan bahawa I'tikaf tidak boleh dilaksanakan tanpa puasa. Bahkan apa yang sabit dari Nabi ialah galakan supaya beri'tikaf.


Tidak pula ada dinaqalkan kepada kita bahawa baginda menjadikan puasa sebagai syarat untuk beri'tikaf. Kalaulah puasa itu diambil kira sebagai syarat untuk beri’tikaf sudah tentu baginda akan menjelaskannya kepada umatnya. Sekalipun i'tikaf Nabi itu dilaksanakan dalam keadaan baginda berpuasa, bukanlah menjadi satu kelaziman bahawa i'tikaf disyaratkan dalam keadaan berpuasa. Sekiranya puasa Nabi itu diambil kira sebagai syarat untuk melakukan amalan i'tikaf maka sudah tentu yang turut diambil kira ialah i'tikaf hanya boleh dilakukan di dalam masjid Nabawi (di Madinah) sahaja kerana baginda tidak pernah beri'tikaf di masjid lain.[9]


Amalan-amalan orang yang i'tikaf dan adab-adabnya.


Dengan lain perkataan, tajuk ini mengupas apakah amalan yang harus dilakukan oleh pihak yang beri'tikaf, dan apakah amalan yang tidak digalakkan mereka melakukannya?

Adalah disunatkan bagi pihak yang beri'tikaf ialah membanyakkan amalan-amalan sunat samada dalam bentuk solat, berzikir kepada Allah dengan cara bertasbih, bertahmid dan bertahlil atau membaca Al-Qur'an, berselawat dan berdo'a.[10]


Termasuk di dalam pengertian amalan-amalan diharuskan ke atas pihak yang beri'tikaf ialah mempelajari ilmu (menyertai majlis pengajian ilmu yang berlangsung di dalam masjid), mengulangkaji kitab-kitab tafsir, hadis, fiqh, membaca kisah-kisah perjuangan Nabi-nabi dan orang-orang soleh terdahulu dan seumpamanya.


Adalah makruh bagi orang yang beri'tikaf meyibukkan diri dengan urusan atau perkara yang tidak penting dan berfaedah untuknya. Ini berdasarkan umum sabda Nabi Sallallahu alaihi wasallam yang berbunyi:


Di antara tanda keelokan Islam seseorang itu ialah dia meninggalkan perkara yang tidak perlu baginya.[11]


Juga dikira makruh seorang yang menahan diri dari berkata-kata (langsung tidak bercakap) atas alasan tindakan itu ialah untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. Sebaiknya hendaklah dia bercakap mengikut sekadar keperluan yang diperlukan olehnya.


Perkara-perkara yang harus dilakukan oleh orang yang i'tikaf.

  • Keluar dari tempat i'tikaf untuk bertemu dengan ahli keluarga yang datang menemuinya.

    Berkata Safiyyah: Adalah Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam sedang beri'tikaf, kemudian aku datang menziarahinya pada waktu malam. Aku bercakap-cakap dengannya seketika, kemudian bangun untuk beredar. Baginda turut bangun dan mengiringiku pulang. [12]

  • Menyikat rambut, mencukur kepala, memotong kuku, membersihkan badan dari kekotoran, memakai pakaian yang dan elok dan mengenakan bau-bauan yang harum.

    Kata Aisyah: Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ketika baginda sedang beri'tikaf, dia menghulurkan kepalanya dari tingkap rumah (kerana rumah baginda bersebelahan dengan masjid), maka aku membasuh kepalanya. Aku menyikat rambutnya sedang dalam keadaan haidh.[13]

  • Keluar dari masjid kerana sesuatu keperluan ( hajat ) yang tidak boleh dielakkan .

    Kata Ibnu Sal-Munzir: Para ilmuan bersepakat bahawa orang yang beri'tikaf boleh keluar dari tempat i'tikafnya atas tujuan buang air besar dan air kecil. Atau juga dengan tujuan untuk makan dan minum sekiranya tidak ada sesiapa yang membawa makanan dan minuman kepadanya.

    Termasuklah semua perkara yang tidak mungkin dapat dilakukan di masjid, dia diharuskan keluar. I'tikafnya tidak dikira rosak selagi mana tempoh keluarnya tidak terlalu panjang. Imam Abu Daud meriwayatkan daripada Aisyah Radhiallahu anha: Bahawa Nabi Sallallahu alaihi wasallam pernah melalui di sisi orang yang sakit padahal baginda masih dalam tempoh beri'tikaf.

    Adapun apa yang diriwayatkan dari Aisyah, bahawa menjadi sunnah bagi orang yang beri'tikaf tidak menziarahi orang sakit ialah dengan maksud tidak keluar dari tempat i'tikaf atas tujuan semata-mata untuk menziarahi orang sakit.

  • Diharuskan kepada pihak yang beri'tikaf makan dan minum di masjid dan tidur di dalamnya.

    Cuma hanya perlu diberi perhatian dalam aspek menjaga kebersihan. Bahkan dibenarkan juga melakukan apa jua bentuk akad (seumpama akad nikah dan juga akad jual beli) selama dalam tempoh beri'tikaf.

Perkara-perkara yang membatalkan i'tikaf.

  • Keluar dari masjid secara sengaja tanpa sebarang keperluan .

  • Murtad – keluar dari agama Islam.

  • Hilang akal (gila) atau mabuk. Perempuan yang didatangi haidh dan nifas.

  • Bersetubuh. Perbuatan jimak antara suami dan isteri haram dilakukan di masjid. Maksud bersetubuh di sini seorang yang sedang beritikaf keluar dari tempat i'tikaf kerana satu keperluan yang tidak dapat dielakkan, kesempatan keluar sekejap dari masjid digunakan untuk melakukan persetubuhan dengan isterinya. Firman Allah :

Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Al-Baqarah [2:187].


Seorang yang sedang beri'tikaf dibenarkan bersentuhan dengan isterinya dengan syarat tanpa keinginan (syahwat). Manakala berhubung dengan perbuatan mencium (isteri) dan menyentuhnya dengan rasa keinginan (syahwat, para ilmuan berselisih kepada dua pendapat :


    • 1. I'tikafnya tidak batal, cuma pihak berkenaan dikira telah melakukan sesuatu yang tidak baik yang berkemungkinan akan menjerumuskan dirinya kepada perbuatan yang merosakkan i'tikafnya.

    • 2. I'tikafnya batal.

Qadha' i'tikaf.


Seseorang yang melakukan I'tikaf sunat, kemudian memutuskannya, diharuskan baginya untuk mengqadha' i'tikafnya itu. Berikut perincian secara ringkas dari pendapat para ilmuan dalam masalah ini :

  1. Wajib dia mengqadha i’tikafnya.

  2. Sekiranya i'tikaf itu bukan i'tikaf yang dinazarkannya, maka tidak ada apa-apa yang wajib ke atasnya sekiranya i'tikaf itu dihentikannya.

  3. Sesiapa yang merosakkan i'tikaf yang ditunaikan atas sebab sesuatu nazar, maka wajib baginya mengqadha' i'tikafnya itu. Sekiranya dia meninggal sebelum sempat ditunaikan i'tikaf yang dinazarkan itu, maka tidak perlu diqadha oleh pihak walinya (ahli keluarganya) kecuali satu pendapat dari Imam Ahmad Rahimahullah yang mengatakan wajib bagi pihak wali mengqadha' i'tikaf yang dinazarkan itu.

Bernazar i'tikaf di dalam masjid tertentu.


Sesiapa yang bernazar untuk beri'tikaf di dalam Masjidil Haram, Masjid Nabawi atau Masjid Al-Aqsa, maka wajib ke atasnya menunaikan nazar berkenaan di dalam masjid yang telah dia tetapkan. Ini berdasarkan Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam :


Janganlah kamu memanjangkan perjalanan melainkan kepada tiga buah masjid:

Al-Masjid Al-Haram, Masjid Al-Rasul Shallallahu alaihi wasallam dan Masjid Al-Aqsa.[14]


Manakala sesiapa yang bernazar untuk beri'tikaf di dalam mana-mana masjid selain dari tiga masjid yang tersebut di atas, maka tidaklah wajib ke atasnya beri'tikaf di dalam masjid yang telah dia tentukan.[15] Bahkan memadai dia melaksanakan i'tikaf berkenaan di dalam mana-mana masjid yang dia kehendaki.


Ini kerana Allah Taala tidak menjadikan tempat yang tertentu secara khusus bagi urusan ibadat itu. Hal demikian juga menggambarkan bahawa sesebuah masjid tidak mempunyai apa-apa kelebihan (fadhilat) berbanding masjid lain selain tiga masjid yang disebut dalam hadis berkenaan. Telah sabit dari Nabi Shallallahu alaini wasallam bahawa baginda ada bersabda :


Satu ibadat solat yang ditunaikan di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik (ganjaran pahalanya)

dari seribu solat di dalam masjid selainnnya kecuali Al-Masjid Al-Haram.[16]


Sekiranya seseorang itu bernazar untuk beri'tikaf di Al-Masjid Al-Nabawi, adalah harus baginya beri'tikaf di Al-Masjid Al-Haram kerana Al-Masjid Al-Haram lebih afdhal.[17]



[1] Sahih: Dikeluarkan oleh Bukhari, no: 2026

[2] Sahih: Dikeluarkan oleh Bukhari, no: 6696

[3] Sahih: Dikeluarkan oleh Bukhari, no: 2042

[4] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Dar Al-Kitab Al-Arabi, ms. 421.

[5] Perkataan "semua masjid" datang secara umum, bermaksud masjid yang ditunaikan padanya solat Jumaat atau masjid yang tidak ditunaikan di dalamnya solat Jumaat, surau-surau, masjid bersaiz kecil atau bersaiz besar, musolla juga termasuk tempat yang dibolehkan i'tikaf di dalamnya.

[6] Sanad Kuat: Dikeluarkan oleh Abdul Razzak dalam Musannaf, no: 8037 dengan sanad yang qawiy (kuat). Demikian nilai para penyemak Zaad Al-Maad: Syu‘aib al-Arna‘uth dan Abdul Qadir al-Arna‘uth.

[7] Ibnu Al-Qayyim Al- Jauziyyah, Zaad Al-Maad, Muassassah Ar-Risalah, jilid 2, ms. 87-88.

[8] Sanad Dhaif: Dikeluarkan oleh Ad Daraqutni dalam Sunannya, no: 2330 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no: 1555. Sanadnya dha‘if kerana salah seorang perawinya yang majhul. Rujuk keterangan Majdi bin Manshur dalam semakannya ke atas Sunan Ad Daraqutni.

[9] Ar Raudah An Nadiyyah, Maktabah Al-Kauthar, Riyadh, jlid 1, ms. 572.

[10] Amalan-amalan seperti berzikir dan membaca Al-Qur'an perlu dijaga adab-adabnya. Iaitu janganlah terlalu ditinggikan suara ketika bertasbi , bertahlil atau membaca Al-Qur'an kerana dikhuatiri akan mengganggu orang-orang lain di dalam masjid. Cara sedemikian lebih menepati perintah Allah di dalam ayat:

Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Maksud surah Al-A'raaf [7: 205].

Terdapat sesetengah pihak yang gemar berzikir secara berjemaah dengan suara yang serentak dan berirama (berlagu). Kaedah berzikir dengan cara sebegini tidak sabit dari amalan Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam dan para sahabat. Orang yang melakukan hanya bertindak mengikut selera sendiri dan bukannya mengikut dalil yang disyariatkan dalam agama.

[11] Sahih: Dikeluarkan oleh Tirmizi dan dinilai Sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmizi, no: 2317.

[12] Sahih: Dikeluarkan oleh Muslim. no: 2175.

[13] Sahih: Dikeluarkan oleh Bukhari, no: 2028.

[14] Sahih : Dikeluarkan oleh Bukhari, no: 1189.

[15] Contohnya: Ahmad bernazar untuk melaksanakan i'tikafnya di dalam masjid Negara Kuala Lumpur. Namun dia dikira sudah melaksanakan i'tikafnya itu walaupun ia berlangsung di dalam masjid berhampiran rumah dan bukannya di masjid Negara. Jadi tidaklah perlu dia bersusah payah ke Kuala Lumpur untuk menunaikan nazar berkenaan.

[16] Sahih: Dikeluarkan oleh Bukhari, no: 1190.

[17] Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah , jilid 1, ms. 428.


source: http://www.hafizfirdaus.com/ebook/Amalan%20Ramadhan/12.htm

 

Text