Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, October 29, 2009

Aku dan Makanan

Assalamualaikum wbt...

Puas memasak + baca Food Packaging... dah 3 hari berturut-turut bubur nasi menjadi menu utama. Bubur ni hanya dimasak dengan bawang putih, sedikit garam dan sedikit kiub ayam. Rasanya...Fuh! subhanallah... simple je tapi berkhasiat dan mengenyangkan. Aku makin loya makan makanan cafe.

Sepanjang Khazinatul Asrar 09 berjalan, aku mengalami sakit tekak (sedikit pendarahan). Mungkin kerana cuaca yang sering berubah dan kekurangan air dalam badan. Ditambah dengan kekurangan tidur (adeh)... Aku hampir demam semasa program berjalan. Makanan sukar ditelan membuat aku malas nak makan (heheh, sapa kenal Izyati, tahulah bahawa perkara itu adalah mustahil! =P) Tapi bila mengingatkan amanah yang dipikul dan juga semangat para urusetia yang bertungkus lumus menjayakan program, aku lawan juga sakit itu. Alhamdulillah, Allah Maha Penyayang. Demam aku kebah juga pada hari yang sama. Cuma sakit kepala tu, biasalah...

Kini sedang menikmati air rebusan halia yang kutahu banyak khasiatnya untuk kesihatan badan. Bila kulihat di pantri, banyak sangat bungkusan makanan segera (mee maggi) dalam tong sampah. MasyaAllah! ini adalah contoh mengkufurkan nikmat Allah. Sengaja memberikan toksin dan racun dalam badan. Akibatnya, belum pun sempat tua, kulit berkedut, rambut sudah keputihan, apa lagi banyak penyakit dalam badan. Diabetes, kencing manis, darah tinggi, sakit jantung, buah pinggang, cancer. Kini kita lihat sekarang bilangan doktor-doktor hospital bertambah disebabkan perkara inilah. Bila dah kronik, salahkan doktor! Bila ahli keluarga mati, dalahkan doktor! Semua salah doktor! habis, yang kamu dok telan makanan yang tak sihat tu pasal apa?

Bukan tak boleh makan mee segera, boleh... tapi berkadarlah. kalo sekali 2 minggu tu kira minimumlah. Kurangkan...kurangkan... Jangan beri peluang penyakit-penyakit datang menyerang badan, espacially ikhwah wa akhawat yang memegang amanah dakwah. Pemakanan sangat penting untuk menjamin tubuh badan yang sihat. Amalkan pemakanan yang sihat. kurangkan minyak, garam dan gula. lebihkan sayur dan buah-buahan dalam gizi. Banyakkan juga bersenam. Kalaupun tak banyak berjogging, berjalan laju juga adalah satu senaman yang simple, ditambah dengan pernafasan yang betul. Banyakkan minum air masak.

Aku juga sedang berusaha mengamalkan. Doakan moga istiqomah, ameen.

Sebenarnya dah tak larat makan makanan kat cafe. Berminyak dan banyak perasa. Setiap kali makan, aku akan terasa loya dan pening kepala. Especially lepas sakit tekak kelamarin. Maka aku mengambil inisiatif masak sendiri. Lebih sihat dan tak memeningkan.

Semoga bermanfaat.
Wassalam.

Tuesday, October 27, 2009

Nutrients info

Assalamualaikum wbt... Lately my head had been full with cooking and medical information in certain food. So, i would like to share some with the readers so that the muwasafat "Qowiyyul Jism" can be achieved, insyaAllah. Try it!
__________________




Ginger Health: Goodness of Ginger Herb

Revered in the Orient for its powerful healing qualities and its culinary uses, Ginger has been in use since ages. A perennial herb, ginger is a greenish yellow rhizome. The botanical name of the spice is Zingiber Officinale. Ginger is been used extensively in the Orient; its benefits covering a spectrum so wide, that it includes the medicinal, culinary as well as aromatherapy fields. A pungent and flavourful spice, ginger is one of the most widely used spices in the East.

Ginger is known to be beneficial to the body in a number of ways. Ginger can be used in its raw as well as dried form. Raw ginger is thermogenic, anti-flatulent, appetiser, digestive and a powerful laxative.

Dried ginger is thermogenic, appetiser, laxative, expectorant, stimulant and effective to cure stomach disorders. Dried and ground ginger is used to cure cold, cough, cholera, nausea ad vomiting, inflammations, diarrhoea, colic, flatulence, anorexia, asthma and headaches.

Ginger has extensive uses in aromatherapy as well. Ginger yields an essential oil that is steam distilled from the unpeeled, dried and ground root. Ginger oil is used in combination with sandalwood, cedar wood and patchouli, which renders a woody-spicy scent to the mixture.

The uses of ginger as a digestive aid can be largely attributed to the presence of gingerols and shogaols, which help neutralise stomach acids, enhance the secretion of digestive juices and tone the muscles of the digestive tract.

The active ingredient in ginger is terpenes and an oleoresin, which is called ginger oil. These active agents are responsible for its antiseptic qualities, lymph-cleansing, circulation-stimulating and mild constipation relief. Research has shown that ginger lowers blood cholesterol by reducing cholesterol absorption in the blood and liver.

Other Ginger health benefits

Ginger has been known to reduce inflammation of the joints and muscle tissue for people suffering from arthritis or rheumatism. Ginger improves blood circulation, hence thought to improve the complexion too. It is also known to have reduced nervousness, ease tendonitis and relieve sore throats. Ginger is an effective herbal remedy for all kinds of motion sickness and even morning sickness during pregnancy. A great way to get rid of the uneasy, queasy feeling in the stomach. Scientists have found that ginger can block the effects of prostaglandin - a substance that causes inflammation of the blood vessels in the brain, which leads to migraine. Many women believe that consuming ginger tea during periods helps minimise menstrual cramps. Known for its warming action, ginger is an effective treatment in colds and flu. An effective remedy for cramps caused by flatulence, ginger stimulates digestion. Ginger is a mood enhancer, the Cineole present in ginger helps provide stress relief. It is a great mouth freshener and ginger tea is known for its refreshing properties.

Saturday, October 17, 2009

Allah Bersamamu


Album : Saatnya Kemenangan
Munsyid : Izzatul Islam
http://liriknasyid.com

Allah pasti kan bersamamu
bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti kan menolongmu
bila kau menolong agama-Nya

Takwalah pada Allah agar Allah memudahkan
sgala urusan dan perjuangan kita
sungguh Allah kan bersama yang berjihad di jalan-Nya
sungguh Allah Maha Kuat dan Perkasa

Allah pasti kan bersamamu
bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti kan menolongmu
bila kau menolong agama-Nya

Keadilan yang kita perjuangkan
Kesejahteraan yang kan kita wujudkan
Membutuhkan keimanan serta keikhlasan
Dalam meniti jalan keridhoan

Allah pasti kan bersamamu
bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti kan menolongmu
bila kau menolong agama-Nya

Amalkan syariat-Nya tuk mendapat balasan-Nya
Keikhlasan tuk tegaknya keadilan
Keadilan di bumi nusantara
Untuk masyarakat adil sejahtera

Ikhlas Dalam Berdakwah

Makna Ikhlash

Ikhlash (الإخلاص) adalah persoalan paling penting dalam amal dan ibadah seorang hamba kepada Allah SWT. Ikhlash, seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawy hafizhahullah adalah


عمل من أعمال القلوب، بل هو في مقدمة الأعمال القلبية، لأن قبول الأعمال لا يتم إلا به


“Sebuah amal dari amal-amal hati, tetapi ikhlash merupakan amal hati yang pertama-tama, karena sesungguhnya diterimanya amal-amal itu tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlash.”

Beliau juga menyebutkan hubungan antara ikhlash dengan tauhid, yaitu


ثمرة من ثمرات "التوحيد" الكامل لله تبارك وتعالى، الذي هو إفراد الله عز وجل بالعبادة والاستعانة


“Buah dari buah-buah tauhid yang sempurna karena Allah Tabaraka wa Ta’ala yaitu dengan menyendirikan Allah Azza wa Jalla dengan ibadah dan memohon pertolongan.”

Ikhlash juga bermakna pemurnian, yaitu membebaskan diri dari segala penyembahan kepada selain Allah, seperti harta, wanita, kedudukan. Allah SWT berfirman

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al An’am 162)

Banyak pula definisi ikhlash yang dikemukakan para ulama, namun pada hakikatnya semuanya sama. Beberapa definisi ikhlash adalah

  • menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah
  • membersihkan amalan dari komentar manusia
  • kesamaan antara amalan yang nampak dengan yang ada di batin (Hudzaifah al-Mar’asyi)
  • melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah (Abu ‘Utsman)

Sementara itu Imam Syahid Hasan al-Banna rahimahullahu memberikan definisi tentang ikhlash yaitu

أن يقصد الأخ المسلم بقوله وعمله وجهاده كله وجه الله , وابتغاء مرضاته وحسن مثوبته من غير نظر إلى مغنم أو مظهر أو جاه أو لقب أو تقدم أو تأخر , وبذلك يكون جندي فكرة وعقيدة , لا جندي غرض و منفعة

“Yaitu setiap al-akh muslim meniatkan dengan perkataannya, perbuatannya dan jihadnya seluruhnya hanya untuk Wajah Allah, mengharap keridhaanNya dan kebaikan ganjaranNya, tanpa melihat kepada harta atau kemasyhuran atau kedudukan atau pangkat atau kemajuan atau kemunduran. Dan dengan demikian ia pejuang fikrah dan aqidah, bukan pejuang kepentingan dan kemanfaatan.”

Urgensi Ikhlash

Ada sebuah hadits shahih mutawatir masyhur yang berkaitan dengan masalah ikhlash dalam niat ini. Rasulullah SAW bersabda

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه (متفق عليه

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR Bukhari-Muslim).

Begitu pentingnya masalah ikhlash ini, sampai-sampai Imam Nawawi rahimahullah meletakkan hadits di atas pada hadits pertama dalam kitab beliau Al-Arba’in An-Nawawiyyah dan Riyadhush Shalihin. Demikian pula Syaikh Fuad Abdul Baqi menempatkannya sebagai hadits di bagian awal dalam kitab beliau Al-Lu’lu’ wal-Marjan, yang merupakan kompilasi hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Asy-Syafi'i berkata, "Hadits ini adalah sepertiga ilmu".

Hadits ini berkaitan dengan sahabat Nabi SAW yang ikut berhijrah dari Makkah ke Madinah dengan niat untuk menikahi shahabiyah Ummu Qais, sehingga terkenal istilah Muhajir Ummu Qais. Dari hadits ini Rasulullah SAW menekankan akan pentingnya kemurnian niat dan keikhlasan. Lafazh innama (ﺎﳕﺇ) pada hadits di atas berfungsi untuk membatasi (hashr). Dengan kata lain, hasil dari suatu perbuatan sangat bergantung pada niat, orientasi dan tujuannya.

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW menekankan pentingnya kelurusan niat dalam berhijrah. Dalam amal Islami, hijrah merupakan salah satu amal yang sangat besar. Dalam sejumlah ayat seperti pada Surat Al Anfal 72-75, Allah SWT menggabungkan hijrah dengan iman dan jihad. Hijrah hakikatnya merupakan upaya untuk meninggalkan segala yang dilarang Allah SWT. Hijrah merupakan peralihan perjuangan Islam di masa Rasulullah SAW dari fase bina’ul iman wal aqidah, taqwiyyah ash-shabr dan ta’sisu qa’idah Islamiyah menjadi fase iqamatu ad-daulah, jihad dan intisyaru ad-da’wah fil ardh. Namun demikian hijrah yang diniati karena motivasi duniawi seperti memperoleh harta dan wanita, tidak akan bernilai lebih dari motivasi tersebut.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda

إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان خالصا، وابتغى به وجهه (رواه النسائي بإسناد جيد

“Sesungguhnya Allah SWT tidak menerima suatu amal kecuali dengan ikhlash dan dengannya mengharap wajah-Nya.” (HR Nasai dengan sanad yang bagus)

Hadits di atas sekali lagi menegaskan urgensi keikhlasan dalam beramal. Huruf لا danإلا menunjukkan nafi (pengecualian) dan itsbat (pengokohan) seperti dalam kalimat tauhid الله إلا لاإله

Sebuah atsar yang masyhur dari Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu menegaskan akan pentingnya dua syarat diterimanya amal, yaitu ikhlash dan shawab (sesuai dengan sunnah). Beliau berkata

إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل، وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل، حتى يكون خالصا وصوابا، والخالص: أن يكون لله، والصواب: أن يكون على السنة

“Sesungguhnya amal itu apabila ikhlash tetapi tidak shawab maka tidak akan diterima. Dan jika shawab tetapi tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima, hingga terdapat ikhlash dan shawab. Dan ikhlash itu adalah karena Allah dan shawab itu sesuai dengan sunnah.”

Setelah itu, Fudhail bin ‘Iyadh membaca ayat

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Al Kahfi 110).

Riya’ dan Sum’ah

Penyimpangan amal terjadi ketika niat tidak lagi ikhlash. Keinginan untuk dilihat orang lain atau pamer amal dinamakan dengan riya’. Sedangkan rasa ingin didengar orang lain disebut sebagai sum’ah. Baik riya’ maupun sum’ah adalah dua penyakit yang sangat berbahaya. Riya’ bahkan dikatakan sebagai asy-syirk al-ashghar (syirik kecil), sebab pahala amal yang disertai riya’ akan musnah. Rasulullah SAW bersabda

إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر" قالوا: وما الشرك الأصغر يا رسول الله؟ قال: الرياء
(رواه أحمد بإسناد جيد، وابن أبي الدنيا)

“Sesungguhnya yang paling takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya, apakah syirik kecil itu wahai Rasulallah? Rasulullah menjawab: Riya’.” (Diriwatkan oleh Ahmad dengan sanad jayyid dan Ibnu Abi Dunya)

Bahkan pelaku riya’ diancam dengan azab besar di neraka. Na’udzubillahi min dzalik. Sebuah hadits shahih berikut ini sangat penting untuk menjadi renungan kita bersama.

عن أبي هريرة قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
إن أول الناس يقضى يوم القيامة عليه: رجل استشهد، فأتى به، فعرفه نعمته فعرفها، قال: فما عملت فيها؟ قال: قاتلت فيك حتى استشهدت. قال: كذبت، ولكنك قاتلت لأن يقال: هو جرئ، فقد قيل، ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار، ورجل تعلم العلم وعلمه، وقرأ القرآن، فأتى به، فعرفه نعمه فعرفها، قال: فما عملت فيها؟ قال: تعلمت العلم وعلمته، وقرأت فيك القرآن. قال: كذبت، ولكنك تعلمت ليقال: عالم، وقرأت القرآن ليقال هو قارئ، فقد قيل، ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار، ورجل وسع الله عليه وأعطاه من أصناف المال، فأتى به، فعرفه نعمه فعرفها، قال: فما علمت فيها؟ قال: ما تركت من سبيل تحب أن ينفق فيها إلا أنفقت فيها لك، قال: كذبت، ولكنك فعلت ليقال: هو جواد، فقد قيل، ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار
(رواه مسلم والنسائي، ورواه الترمذي وحسنه، وابن حبان في صحيحه)

Dari Abu Hurairah yang berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Quran. Dia didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Quran karena-Mu.” Allah berfirman, ”Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka
Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”

(Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasai, dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Kurang apalagi kebaikan orang yang berjihad, mempelajari dan mengajarkan ilmu, membaca Al Quran dan suka berinfaq. Namun kebaikan itu musnah di sisi Allah SWT manakala orientasi amal tersebut karena mengharap pujian manusia, bukan pujian Allah SWT.

Dengan demikian, penting sekali buat kita untuk selalu menata dan memperhatikan niat setiap melakukan amal kebajikan.

إنما يبعث الناس على نياتهم (رواه ابن ماجه بإسناد حسن

“Sesungguhnya manusia bangkit (pada hari akhir) atas niat-niat mereka (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan)

Ikhlash dalam berdakwah

Bagi aktivis da’wah, kelurusan niat dalam berda’wah menjadi suatu kemestian. Ada kalanya seseorang berda’wah dan berjihad, tetapi dengan motivasi yang rendah seperti agar dilihat keberaniannya oleh orang lain, agar dianggap eksis serta motivasi memamerkan amal dakwah dan jihadnya. Rasulullah SAW ditanya mengenai masalah ini dan beliau menjawab.

مَنْ قاتَلَ لِتَكُون كلِمةُ اللَّهِ هِي الْعُلْيَا فهُوَ في سَبِيلِ اللَّهِ ( مُتَّفَقٌ عليه)

Hadits di atas menunjukkan definisi yang sejati tentang jihad di jalan Allah SWT, yaitu segala daya upaya untuk meninggikan kalimat Allah. Karena itu, segala aktivitas yang dilabeli jihad namun tidak memiliki orientasi murni untuk menegakkan kalimat Allah SWT, tidaklah dinamakan jihad fi sabilillah.

Bagi aktivis da’wah khususnya, ada sejumlah rambu-rambu yang selayaknya diperhatikan agar niat lurus dalam da’wahnya selalu terjaga.

Menjauhi kemasyhuran

Berbagai akhlaq salafush shalih mengajarkan bahwa mereka sangat takut dengan puji-pujian, kemasyhuran dan popularitas. Bagi mereka, cukuplah Allah SWT sebagai Dzat yang memuji. Mereka berpandangan, pujian dari manusia dapat melengahkan dan melenakan diri sehingga amal perbuatan tidak lagi ikhlash karena Allah.

Ibn Muhairiz berkata kepada orang yang meminta nasihat kepadanya, “Jika bisa, hendaklah engkau mengenal tetapi tidak dikenal, berjalanlah sendiri dan jangan mau diikuti, bertanyalah dan jangan ditanya. Lakukanlah hal ini.”

Bisyr al-Hafi berkata, “Saya tidak mengenal orang yang suka kemasyhuran melainkan agama menjadi sirna dan dia menjadi hina. Tidak akan merasakan manisnya kehidupan akhirat, orang yang suka terkenal di tengah manusia”.

Fudhail bin Iyadh berkata, ”Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sukarnya engkau tidak dikenal? Apa sukarnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak mengapa engkau tercela di hadapan manusia selagi engkau terpuji di sisi Allah.”

Imam Ahmad berkata: “Aku ingin tinggal di jalan-jalan di sela-sela gunung-gunung yang ada di Mekah hingga aku tidak dikenal. Aku ditimpa musibah ketenaran

Bagi aktivis da’wah, popularitas dan pujian dari manusia dapat merubah orientasi da’wah seseorang. Dari da’wah karena Allah, menjadi da’wah untuk mencari popularitas. Dari da’wah untuk mendapatkan pujian Allah, menjadi da’wah untuk mendapatkan pujian manusia.

Sebenarnya, popularitas dan kemasyhuran itu tidaklah jelek. Para Nabi, Khulafa ar-Rasyidin dan para Imam adalah orang yang dikenal manusia. Ungkapan salafush shalih tersebut bukanlah ajakan untuk ber’uzlah. Tetapi yang tercela adalah mencari kemasyhuran dan kedudukan, serta sangat bercita-cita untuk mendapatkannya.

Beramal secara diam-diam

Amal yang dilakukan diam-diam berpeluang lebih selamat dari riya’ dibandingkan dengan amal secara terbuka. Allah SWT berfirman

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Baqoroh: 271).

Para ulama menjelaskan tentang keutamaan menyembunyikan amal kebajikan (karena hal ini lebih menjauhkan dari riya) itu hanya khusus bagi amalan-amalan mustahab bukan amalan-amalan yang wajib. Sedekah yang wajib secara terang-terangan lebih afdhol daripada secara tersembunyi. Adapun sedekah yang mustahab maka sebaliknya.” Sebagian mereka juga mengecualikan orang-orang yang merupakan teladan bagi masyarakat, maka justru lebih afdhol bagi mereka untuk beramal terang-terangan agar bisa diikuti dengan syarat mereka aman dari riya’, dan hal ini tidaklah mungkin kecuali jika iman dan keyakinan mereka yang kuat.

Secara khusus ada keuntungan bagi orang-orang yang “hidden”. Dalam hadits Mu’adz, Rasulullah SAW bersabda

إن الله يحب الأبرار الأتقياء الأخفياء، الذين إن غابوا لم يفتقدوا، وإن حضروا لم يعرفوا، قلوبهم مصابيح الهدى، يخرجون من كل غبراء مظلمة

“Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa dan yang menyembunyikan amalnya. Yaitu orang-orang yang jika tidak hadir mereka tidak dicari, dan jika hadir mereka tidak dikenal. Hati mereka adalah pelita petunjuk. Mereka keluar dari setiap tempat yang gelap.”

Selalu sabar dalam berda’wah

Allah SWT memberikan ilustrasi berupa kisah Nabi Nuh AS yang begitu sabar berda’wah selama 950 tahun (Al Ankabut 14). Nabi Nuh selalu berda’wah siang dan malam tanpa kenal lelah (Nuh 5). Beliau juga menggunakan berbagai metode, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan (Nuh 8-9). Bahkan keluarganyapun juga tidak menyambut ajaran beliau. Kesabaran beliau ditunjukkan ketika mendapatkan wahyu Allah SWT untuk membuat kapal (Al Mu’minuun 27-28) dimana orang-orang kafir mengejek Nabi Nuh dan para pengikut beliau (Hud 11).

Kesabaran dalam berda’wah berbanding lurus dengan keikhlasan. Orang-orang yang ikhlash selalu bersabar dalam menghadapi ujian dalam da’wah. Namun, terkadang ada orang-orang yang ingin segera cepat-cepat menikmati hasil da’wahnya. Perilaku yang disebut isti’jal, dilakukan oleh orang-orang yang mengubah tujuan da’wahnya, dari da’wah murni kepada Allah SWT menjadi da’wah yang berorientasi kepada hasil. Ketika sahabat Khubaib bin al-Arat menanyakan kapan datangnya pertolongan Allah, Rasulullah SAW menjawabnya dengan ilustrasi kisah orang pada zaman terdahulu yang tetap bersabar walaupun harus menerima ujian disisir dari sisir besi. Di akhir, Rasulullah mengatakan (ولكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ) “Akan tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR Bukhari)

Berbuat yang ikhlash dan wajar ketika memimpin

Orang yang ikhlash karena Allah akan berbuat yang wajar, baik ketika memimpin di depan sebagai qiyadah maupun ketika berada di belakang sebagai jundiyah. Tidak ada perubahan dalam orientasi amalnya maupun sikap dan perbuatannya, baik ketika dikenal orang banyak, maupun ketika tidak dikenal. Dalam hal ini, sikap Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dapat menjadi teladan, ketika beliau tetap ikhlash berjuang meskipun diberhentikan dari panglima perang oleh khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Syaikh Yusuf Qaradhawy memberikan taushiyah mengenai (الفرح بكل كفاية تبرز ) dalam hubungannya dengan persoalan jama’ah. Beliau menyatakan, qiyadah yang ikhlash akan senang jika banyak orang-orang baik yang bergabung dengan jama’ah. Dia tidak akan terganggu atau dengki atau gelisah karena kehadirannya. Bahkan qiyadah yang ikhlash melihat, jika ada orang lain yang lebih baik dari dirinya dalam hal memikul tanggung jawab, ia dengan senang hati untuk mundur dan memberikan tanggung jawab kepada orang lain.

Beliau mengkritik orang-orang yang diberikan amanah namun selalu berusaha mempertahankan jabatannya, tidak mau mundur dan suka menekan orang lain. Padahal seiring dengan perjalanan waktu, keadaan akan berubah dan orang yang kuat akan menjadi lemah. Ada ungkapan (لكل زمان رجاله) , setiap zaman ada rijalnya. Beliau mengkritik pemimpin yang yang mati-matian mempertahankan kedudukannya dengan anggapan dialah yang paling mampu mengendalikan perahunya.

Syaikh Yusuf Qaradhawy juga menyatakan, aktivis dakwah tidak boleh menutup mata dan telinga ketika mendapatkan kritik dari orang lain. Beliau bahkan memperingatkan bahaya sebuah jamaah yang disusupi dari luar, kepincangan dalam berfikir dan beramal, tidak ada inovasi dan pembaharuan, sebagai akibat kerakusan satu atau dua orang yang terlibat di dalamnya.

Menghindari ujub.

Ujub (i'jab bin nafsi) adalah penyakit membanggakan diri sendiri, dengan tidak merendahkan orang lain. Walaupun tidak merendahkan orang lain, penyakit ini cukup berbahaya, karena berpotensi menuju ghurur. Ghurur adalah penyakit membanggakan diri sendiri disertai dengan merendahkan orang lain. Karena itu ghurur dikatakan sebagai syiddatul i'jab. Di atas ghurur adalah penyakit takabbur alias sombong. Takabbur dikatakan syiddatu syiddatil i'jab. Jadi pada akhirnya, ujub berbahaya karena menuju kepada takabbur. Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Aafatun ‘ala ath-thariq menjelaskan tentang bahaya penyakit ujub, ghurur dan takabbur.

Perang Hunain memberikan pelajaran besar akan bahaya penyakit ujub, ketika kaum muslimin merasa yakin akan mendapatkan kemenangan karena membanggakan jumlah yang besar. Allah SWT berfirman


لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (At-Taubah 25)

Lafazh (أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ) menunjukkan bahwa kaum muslimin berbangga dengan jumlah yang besar, pada akibatnya mereka bercera-berai.

Penyakit ujub juga dapat muncul ketika seseorang atau sebuah jama’ah merasa dirinya lebih baik atau lebih suci daripada orang atau jama’ah lain. Padahal Allah SWT berfirman

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“…Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (an-Najm 32)

Selayaknya, aktivis da’wah seperti halnya orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang gemar membersihkan diri (at Taubah 108). Sebab aktivis da’wah bukanlah orang yang bersih dari dosa. Taubat dan muhasabah adalah alat untuk mengevaluasi diri dan jamaah, sejauh mana kelurusan niat dan langkah dakwahnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

Bahan rujukan:

  • Al Quranul Karim
  • Imam Nawawy, Riyadhush Shalihin
  • Ibnu Hajar al-Atsqalany, Fathul Bari
  • Yusuf al-Qaradhawy, An-niyyat wal-ikhlash, http://www.qaradawi.net
  • Hasan al-Banna, Majmu’ah Rasail.

Friday, October 09, 2009

Grow Stronger...day by day

الَّذِینَ یُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَیَخْشَوْنَهُ وَلَا یَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَآَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا

“Orang-orang yang menyampaikan risalah Tuhannya (Allah) dan takut hanya kepadanya tidak kepada lainnya, cukuplah Allah sebagai Pengira segala Amal dan makhluknya.”
( Al-Ahzab:39)

قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُم بِوَاحِدَةٍ أَن تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُم مِّن
جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِیرٌ لَّكُم بَيْنَ یَدَيْ عَذَابٍ شَدِیدٍ

Katakanlah !
Hanya sebuah wasiatku kepadamu, yalah, kamu akan menghadap kepada Allah berdua-dua dan sendiri. Kemudian renungkanlah dalam-dalam. Tidak ada sifat gila pada sahabat kamu itu (Muhammad). ía hanyalah seorang pembawa peringatan buat kamu dihadapan adzab yang pedih. (Saba':46)

قُلْ مَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ وَهُوَ عَلَى آُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ( 47
Upah yang kuharapkan dari kamu adalah buat kamu. Balasan jasa buatku terserah kepada Allah, kerana ia menyaksikan segala sesuatu. (Saba' :47)

( قُلْ جَاء الْحَقُّ وَمَا یُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا یُعِيدُ ( 49
Telah datang kebenaran, dan kebathilan tidak bisa memulai sesuatu buat mengalahkan kebenaran dan tidak bisa mengembalikannya. (Saba':49)

ENAM PEGANGAN
  1. Agama hanya akan dapat dirasakan oleh orang yang menegakkan dia dalam dirinya.
  2. Bahagia dan sa’adah hanya akan dirasakan oleh orang yang membela keyakinan, kebenaran dan keadilan.
  3. Kemenangan dan kejayaan hakiki hanya akan diberikan kepada para pejuang yang rela berkorban, kuat menahankan penderitaan dan kepapaan.
  4. Kesabaran dan ketahanan berjuang hanya akan diberikan kepada Mukmin yang mendekatkan dirinya kepada Allah s.w.t.
  5. Tegaklah dengan keyakinan dan perjuangan, kerana makna dan guna hidup terletak pada keyakinan dan perjuangan.
  6. Belajarlah menfanakan diri guna kepentingan Cita dan Agama.
Taken from: Usrah & Dakwah by HAB

Wednesday, October 07, 2009

Suara Dari Dalam Hati (7); Tajarrud (Totalitas) Dalam Kehidupan Akh Muslim

Oleh: DR. Muhammad Mahdi Akif

Penerjemah:

Abu Ahmad

________

Tajarrud merupakan jalan menuju kemenangan

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarga dan para sahabatnya dan orang-orang yang ikut bersamanya…Selanjutnya…

Bahwa jalan dakwah adalah satu, oleh karena itu, berbagai dakwah yang diserukan oleh setiap jamaah atau kelompok tidak akan meraih keberhasilan jika tidak mampu melakukan tajarrud dengan usaha membersihkan jiwa dari fikrah (ideologi) selainnya; karena dengan menguasai dakwah hanya pada akal dan perasaan mereka, maka tidak ada sesuatu apapun yang dapat membantu daiyah dalam menghadapii berbagai ujian dan rintangan di tengah jalan dakwah yang sulit kecuali tajarrud kepada Allah dan ikhlas untuk-Nya…

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al-An’am:162-163)

Dan tajarrud yang sempurna adalah tajarrud terhadap manhaj yang benar, yang bersumber pada Kitabullah dan sunnah Rasulullah saw, serta berpegang teguh kepadanya dan tidak mudah melakukan persamaan dengan yang lainnya

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya “. (Al-An’am:153)

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus”. (Az-Zukhruf:43)

Dan nabi saw juga bersabda:

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا، لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ

“Sungguh aku telah mewariskan kepada kalian (Hujjah) yang begitu terang, malam seperti siang, tidak menyimpang darinya setelahku kecuali akan hancur”. (Ahmad)

Dan beliau juga bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم

“Aku telah mewariskan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya, Kitabullah dan sunnah Rasulullah saw”.

Dan hati Habi saw selalu bertajarrud kepada Allah dan dakwah kepada-Nya, dan bertajarrud untuk menyampaikan dakwah tersebut, kemudian setelah itu, Rasulullah saw mentarbiyah sahabatnya untuk tajarrud kepada Allah, sehingga jiwa mereka lepas dari kepentingan nisbi jiwa, dan menjadikan himmah mereka seluruhnya untuk ikhlas beribadah kepada Allah, bekerja untuk kemenangan agamanya dan menyebarkan risalahanya, maka ketika Allah SWT melihat darinya pada kondisi demikian, maka Allah SWT langsung memberikan kepada mereka ganjaran berupa kejayaan di muka bumi dan kemenangan sesuai dengan karunia-Nya.

Tajarrud merupakan salah satu rukun baiat kami

Ustadz Hasan Al-Banna berkata: Yang saya maksud dengan tajarrud adalah membersihkan fikrah Anda berbagai prinsip dan kepentingan individu lainnya; karena hal tersebut merupakan ideologi paling mulia, lengkap dan tinggi derajatnya

صِبْغَةَ اللهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً

“Shibghah Allah dan siapakah yang lebih baik shibghah nya dari pada Allah?” (Al-Baqarah:138)

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأَبِيهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya. “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali.” (Al-Mumtahanah:4)

Abul Hasan An-Nadwi dalam ceramahnya untuk Ikhwanul Muslimin berkata: “Diantara ciri khas para nabi dan para duat kepada Allah adalah tajarrud untuk berdakwah dan fokus kepada hati dan raga, jiwa dan sesuatu yang berharga, waktu dan kekuatan, dan di antara kepribadian mereka adalah fokus pada kesungguhan, keahlian dan menyerahkan segala waktu dan potensi mereka untuk dakwah ini dan menyebarkannya serta dengan berjihad di jalannya, memberikan seluruh waktunya sehingga tidak ada yang tersisa sedikitpun dari apa yang mereka miliki, tidak sedikit pun yang ditahannya dan tidak terpengaruh atasnya sedikit pun; bukan pada negara, keluarga, kelompok, hawa nafsu dan harta sehingga segala usaha mereka mendapatkan hasil yang gemilang”.

Muhammad Mahmud Showaf berkata: “Dakwah merupakan kehidupan seorang daiyah, yang mampu mengambil darinya inti dakwah dari segala perasaan dan indranya, baik pada saat ini dan masa depannya, kehidupannya bergantung pada kehidupan dakwah, kemenangannya digantungkan pada kemenangan dakwah, dan mensibghah seluruh kehidupan dengan shibghah rabbaniyah, jika berbicara dalam koridor dakwah, jika bekerja untuk dakwah, jika berjalan mengikuti perjalanan dakwah, dan jika berada di suatu tempat maka tidak berpisah darinya dan dakwah tidak lepas darinya, tidak merasa kecil dihadapannya, dan seluruh apa yang dihadirkan untuknya dari berbagai pelayanan selalu memandangnya kecil dan sederhana sesuai yang wajib dilakukan pada jihad akbar”.

Ikhwanul Muslimin ditarbiyah untuk selalu tajarrud

Sesungguhnya harakah kita yang penuh berkah ini sangat membutuhkan akan hati-hati dan jiwa-jiwa yang memiliki tajarrud yang bersambung kepada Allah, yang tidak selalu melihat pada kenikmatan dunia yang hina dan fana, tidak bekerja untuk kepentingan popularitas, atau meraih kepemimpinan, atau kebanggaan, atau ingin menjadi terkenal, tampilan yang beda dengan membusungkan dada, karena itu diantara inti yang menjadi fokus Ikhwan dalam kerja tarbiyah adalah melatih akh untuk membersihkan jiwanya dengan apa yang membuatnya enggan pada hal-hal yang rendah, kemudian meningkatkan diri untuk hidup dengan tajarrud pada risalahnya, tenteram dan siap untuk berkorban di jalannya dengan seluruh potensi yang dimiliki.

Dan oleh karena itu pula, akh yang jujur adalah seorang yang selalu semangat dalam jihadnya, tidak terikat pada aktivitas dakwahnya dan kesungguhannya dalam bekerja hanya untuk mendapatkan jabatan atau tampil sebagai pemimpin dalam dakwah; namun hatinya selalu bersih dari itu semua, tidak berlomba-lomba sedikitpun untuk menggapainya, dan atau berhenti dalam kerja jika dipindahkan pada tempat yang lain; baik yang telah maju atau sedang mengalam mundur dalam dakwah, karena dirinya merasa sebagai prajurit dakwah dalam berbagai kondisi apapun, yang siap berbakti dan memberikan yang terbaik untuknya.

Begitupun al-akh yang jujur tidak menjadikan sikap pribadi dengan salah seorang ikhwannya –bagaimanapun bentuknya- sebagai sebab untuk meninggalkan barisan, atau berpisah dan menyempal dari jalan dakwah atau melakukan penistaan kepadanya, atau menyebarkan berita bohong (dusta) dan melakukan banyak kebatilan terhadap dakwah dan pembawanya, namun dirinya akan tetap pada kondisi semula, fokus pada pemberian penjelasan akan hakikat dakwah dan memberikan gambaran yang jelas dan terang untuknya, taat padanya dan kepada para pemimpinnya, dan selalu menolak berbagai berita bohong dan dusta yang ditujukan kepadanya dan kepada mereka (pemimpin dakwah).

Dan neraca tajarrud menurut Akh Muslim adalah menuju pada kebenaran dan mendukung hakikat kebenaran, tidak membedakan antara tampaknya kebenaran pada tangannya atau pada tangan Ikhwan yang lainnya, memandang Ikhwan yang lainnya sebagai partner bukan pesaing, bersyukur jika diberikan teguran akan kesalahannya dan kekeliruannya atasnya, memberikan nasihat kepada Ikhwannya dengan adab, etika dan dhawabith-dhawabit yang sesuai dengan syariat Islam, selalu aktif dalam berdakwah, bersemangat menggapai keberhasilan risalahnya, acuh pada berbagai bentuk istidraj (penguluran waktu), sadar akan berbagai usaha yang ingin memecah belah barisan yang dilakukan oleh musuh-musuhnya.

Wahai Ikhwanul Muslimin..

Sesungguhnya fenomena pertikaian, perpecahan dan perdebatan yang dialami oleh sebagian aktivis dakwah memberikan isyarat kepada kita akan kurangnya tajarrud kepada Allah yang sebenarnya, sehingga ketika terjadi perbedaan pendapat, usaha dan perjuangan kita dan kita selalu tajarrud kepada Allah dan pada kebenaran, sehingga kami selalu menyerahkan pada dhawabith dan tsawabit yang telah kami sepakati, dan niscaya akan berkurang pertikaian, perpecahan dan perdebatan jika tajarrud kepada Allah, menerima nasihat dan kritik, baik untuk pribadi-pribadi kita, ideologi-ideologi kita atau tingkah laku kita, dan ketika kita tajarrud kepada Allah maka kita tidak akan menjadikan diri kita sebagai orbit perhatian dan orbit gerak kita, dan ketika kita tajarrud kepada Allah maka akan menjadikan jalan memberikan putusan pada orang lain sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT kepadanya

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah:8)

Namun ketika tajarrud hilang dari kehidupan seorang muslim, maka dirinya akan diisi oleh hawa nafsu dan bangga pada diri dan pendapat sendiri, dan hal tersebut merupakan pangkal kehancuran

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي القَوْمَ الفَاسِقِينَ

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (As-Shaff:5)

أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ

“Maka Apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan Dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Muhammad:14)

Dalam hadits disebutkan:

ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِى رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعِ الْعَوَامَّ

“Saling memerintah lah kalian pada yang ma’ruf dan melarang akan yang mungkar, sampai jika Anda melihat seseorang yang kikir, mengikuti hawa nafsu, terpengaruh dengan dunia dan bangga dengan pendapatnya sendiri maka fokus lah diri Anda sendiri dan tinggalkan pendapatnya orang awam..” (Abu Daud dan Tirmidzi dan beliau menghasankannya)

Maka dari itu, berpegang teguhlah wahai Ikhwan pada dakwah kalian, dan teruslah berjalan pada jalan dakwah ini, tajarrudlah untuk risalah ini, dan ikhlaslah untuk Allah sebagai Tuhan kalian, dan bekerjalah kalian niscaya Allah SWT selalu bersama kalian.

Sampai juga lagi pada “suara dari dalam hati” berikutnya.. dan saya titipkan kepada Allah agama dan amanah serta akhir dari kerja kalian.

Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah.

Muhammad Mahdi Akif

Mursyid Ikhwanul Muslimin

source: http://www.al-ikhwan.net

Friday, October 02, 2009

Sabar, Kasih Sayang & Lemah Lembut

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan orang-orang yang menahan marahnya serta memaafkan kepada orang banyak dan Allah
itu mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (ali-lmran: 134)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Berilah pengampunan, perintahlah kebaikan dan janganlah menghiraukan kepada orang-orang bodoh." (al-A'raf: 199)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan itu.Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang
sebaik-baiknya, sehingga orang yang bermusuhan antara engkau dengan ia akan menjadi teman yang amat setia. Perbuatan sedemikian itu tidak akan diberikan kepada siapapun, selain dari orang-orang yang berhati sabar dan tidak pula diberikan melainkan kepada orang yang mempunyai keberuntungan besar." (Fushshilat: 34-35)

Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan niscayalah orang yang berhati sabar dan suka memaafkan, sesungguhnya bai yang
sedemikian itu adalah termasuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dengan keteguhan hati." (as- Syura: 43)

630. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda
kepada Asyaj Abdul Qais: "Sesungguhnya dalam dirimu itu ada dua macam perkara yang
dicintai oleh
Allah, yaitu sabar dan perlahan-lahan - dalam tindakan." (Riwayat Muslim)

631. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah-lembut dan mencintai sikap yang lemahlembut
dalam segala perkara." (Muttafaq 'alaih)

632. Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah-lembut dan mencintai sikap lemah-lembut.
Allah memberikan sesuatu dengan jalan lemah-lembut, yang tidak dapat diberikan jika dicari
dengan cara kekerasan, juga sesuatu yang tidak dapat diberikan selain dengan jalan lemahlembut itu." (Riwayat Muslim)

633. Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya sikap lemah-lembut itu tidak menetap dalam sesuatu perkara,
melainkan ia makin memperindah hiasan baginya dan tidak dicabut dari sesuatu perkara,
melainkan membuat cela padanya." (Riwayat Muslim)

634, Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang A'rab -orang Arab dari daerah
pedalaman - kencing dalam masjid, lalu berdirilah orang banyak padanya dengan maksud hendak memberikan tindakan padanya. Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Biarkanlah orang
itu dan di atas kencingnya itu siramkan saja setimba penuh air atau segayung yang berisi air. Karena sesungguhnya saja engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan
kemudahandan bukannya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kesukaran."
(Riwayat Bukhari)

Assajlu dengan fathahnya sin muhmalah dan sukunnya jim, artinya ialah timba yang
penuh berisi air, demikian pula artinya kata adzdzanub.

635. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Berikanlah kemudahan dan jangan
mempersukarkan. Berilah kegembiraan dan jangan menyebabkan orang lari." (Muttafaq
'alaih)

636. Dari Jarir bin Abdullah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah-lembut, maka ia tidak dikarunia segala
macam kebaikan." (Riwayat Muslim)

637. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi
s.a.w.: "Berikanlah wasiat padaku!" Nabi s.a.w. menjawab: "Janganlah engkau marah." Orang itu mengulang-ulangi lagi permintaan wasiatnya sampai beberapa kali, tetapi beliau s.a.w. tetap menjawab: "Janganlah engkau marah." (Riwayat Muslim)

638. Dari Abu Ya'la, yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya:
"Sesungguhnya Allah itu menetapkan untuk berbuat kebaikan dalam segala hal. Maka
jikalau engkau semua membunuh, maka berlaku baiklah dalam membunuh itu dan jikalau
engkau semua menyembelih, maka berlaku baguslah dalam menyembelih itu. Hendaklah
seseorang dari engkau semua itu mempertajamkan pisaunya serta memberi kelonggaran
kepada apa yang disembelihnya itu," seperti mempercepat jalannya pisau, tidak dikuliti sebelum benar-benar dingin, memberi minum sebelum disembelih dan Iain-lain. (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Dalam Agama Islam hukuman bunuh itu juga diadakan, misalnya orang yang berzina
muhshan, yaitu dengan cara dirajam (lihat Hadis keempat belas) atau perampok yang
menghadang di jalan dengan cara dibunuh lalu disalibkan, juga seperti orang yang
bermurtad dari Agama Islam, iapun wajib dibunuh setelah dinanti-kan tiga hari untuk
disuruh bertaubat. Pembunuhannya dengan dipotong lehernya. Dalam hal hukuman bunuh
dengan pemotongan leher ini, Rasulullah s.a.w. memberikan tuntunan hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, umpama pedang yang digunakan untuk itu hendaklah yang tajam, juga jangan mengadakan siksaan yang tidak-tidak, memotong-motong anggotanya setelah mati, dijadikan tontonan dan Iain-Iain.
Mengenai hukuman rajam, yakni dilempari batu yang sedang, sampai mati untuk
orang yang berzina muhshan serta dibunuh lalu disalibkan untuk perampok, maka caranya
memang demikianlah yang ditetapkan oleh syariat. Jadi sekalipun tampaknya kurang baik
tetapi oleh sebab sudah demikian itu yang digariskan oleh syariat Islam, maka cara itu wajib tetap diikuti, sesuai dengan nash-nash yang ada.

Juga di kala menyembelih binatang untuk dimakan, hendaklah dengan cara yang
sebaik-baiknya pula, misalnya pisaunya yang tajam, disenang-senangkan dulu sebelum
disembelih dengan diberi makan minum secukupnya, dibaringkan di tempat yang rata, pisau dijalankan secepat mungkin sampai putuslah urat besar di lehernya,
jangan dikuliti dulu sampai dingin badannya, jangan pula menyembelih yang satu di
muka yang lainnya, jangan pula disembelih binatang yang menyusui sebab kasihan anaknya dan Iain-Iain lagi.

Renungkanlah betapa lengkapnya aturan-aturan dalam Agama Islam itu, sampai
menyembelihpun diberi tuntunan secukupnya.

639. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Tidak pernah samasekali Rasulullah
s.a.w. itu diberi pemilihan antara dua macam perkara, melainkan beliau s.a.w. tentu
mengambil - memilih - yang termudah di antara keduanya itu, asalkan yang dianggapnya
termudah ini bukannya merupakan suatu hal yang dosa. Jikalau hal itu berupa suatu dosa, maka beliau s.a.w. adalah sejauh-jauh manusia daripadanya. Rasulullah s.a.w. juga tidak pernah samasekali membalas sesuatu yang ditujukan pada diri peribadinya, melainkan jikalau kehormatan Allah itu dilanggar, maka beliau s.a.w. pasti membalasnya semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah belaka." (Muttafaq 'alaih)

640. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sukakah engkau
semua saya beritahu tentang siapakah orang yang diharapkan masuk neraka atau kepada
siapakah neraka itu diharamkan memakannya? Neraka itu diharamkan untuk orang yang
dekat pada orang banyak - yakni baik dalam bergaul, lemah-lembut, berhati tenang - tidak gegabah dalam menghadapi sesuatu -serta bersikap mudah - yakni gampang dimintai
pertolongan."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Source: Riyadus Solihin Book 1 Chapter 74
 

Text