Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, December 21, 2009

Akhirnya Dia Menikah jua....

In The Name Of Allah The Most Gracious The Most Merciful

Alhamdulillah, along sudah selamat menikah dengan gadis pilihannya, org Taiping. Kami sekeluarga lega sket kini. Sekarg tgh bertungkus lumus menyiapkan rumah untuk kenduri menyambut menantu 27 Disember ini. Aku pula di sini, di dalam makmal...masih sibuk menyiapkan projek. Sedih juga tak dapat membantu mereka di sana menyiapkan kelengkapan... Sedey...wuahhh...


Along dengan 2 kali lafaz. Alhamdulillah...



Menyarung cincin pernikahan



Keluarga besar...


Sewaktu majlis pernikahan, aku terlewat 5 minit...terlepas pernikahan along. sedey juga! Waktu yang sama, ada 18 pasangan dinikahkan sekali. Sebab tu masjid nampak penuh. Lepas solat Jumaat, dimulakan dengan pasangan pertama. Along ku pasangan ke-7. Tu pun aku terlewat juga.

Keluarga kami berkonvoi lebih 10 buah kereta. Subhanallah...sangat meriah. Keluarga belah ibu n ayah datang sekali.

Alhamdulillah... alhamdulillah... Semoga Allah memberkahi pernikahan mereka, dan minta doa drpd pembaca semua, semoga Allah memberikan alongku hidayah melalui perkahwinan ini. Ameen...

Wassalam.

Saturday, December 05, 2009

Belajar dari Burung Hud-Hud


Umat Islam patut bersyukur karena ajaran dan agama yang dianutnya adalah agama yang telah diridhai oleh Allah Taala.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْأِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Ali Imran:19)

Islam adalah agama para nabi dan umat-umat terdahulu ketika mereka masih lurus menjalankan agama mereka sesuai dengan perintah rasul dan nabi mereka. 2:132-133,136; 3:52,64,84; 5:111. Karena itu, umat Islam kaya akan kisah dan pelajaran dari umat-umat terdahulu. Kisah yang dialami oleh saudaranya seiman dalam menegakkan tauhid dan memakmurkan bumi. Kisah dan kejadian yang dialami umat terdahulu dapat kita lihat pada kalamullah untuk diambil ibrah dan dars. Pengkisahan merupakan salah satu uslub dari asalib quraniyah fi tarbiyatil ummah.
Beberapa kisah dapat kita jumpai pada sabda Rasulullah saw. yang kebenarannya sudah dijamin Allah Taala.

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm:3-4)

Ditambah lagi bahwa umat Islam memiliki contoh beberapa generasi beliau yang kaya akan rawai’ imaniyah wa ukhawiyah. Hal ini telah oleh legitimasi dengan firman-Nya, Al-Fath: 29, At-Taubah: 100, Al-Hasyr: 8

حَدِيثُ عِمْرَان بنِ حُصَّينِ: إِنَّ خَيرَكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الذِينَ يَلُونَهُم ثُمَّ الذِينَ يَلُونَهُم ثُمَّ الذِينَ يَلُونَهُم – ثُمَّ قَالَ عِمْرَان: فَلاَ أَدْرِي أَقَالَ رَسُولُ الله صَلىَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ قَرْنِهِ مَرَتَينِ أَوْ ثَلاَثاً

Dari ‘Imran bin Hushain r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah abadku (para sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka. Kemudian Imran berkata, “Aku tidak tahu apakah Rasulullah saw. mengatakan setelah mereka itu dua kali atau tiga kali.”

Yaitu pada masa Rasulullah saw. dan shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. Tetapi kita masih juga memiliki banyak pelajaran dari generasi-generasi setelah mereka.

عَنْ عِمْرَان بنِ حُصَّين قَالَ قَالَ رَسُولُ الله صَلىَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَزَالُ طَائِفَةُ مِنْ أُمَّتيِ ظَاهِرِينَ عَلىَ اْلحَقِّ حَتىَّ تَقُومَ السَّاعَةُ

Dari ‘Imran bin Hushain, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Senantiasa ada segolongan umatku yang tegak pada kebenaran sampai datang hari kiamat.”

Di antara kisah dan kejadian unik yang ditayangkan dalam Alquran adalah kisah burung Hud-hud dengan nabi Sulaiman a.s. Seekor burung hud-hud yang melakukan kerja dakwah tanpa ada perintah terlebih dahulu. Ia mengintai suatu aktivitas suatu kaum yang dengan sebab kabar itulah, segolongan umat mendapat hidayah Allah, masuk ke dalam agama Islam.

وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لاَ أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ. لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَاباً شَدِيداً أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ. فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطْتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَأٍ بِنَبَأٍ يَقِينٍ. إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ

“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.”Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (An-Naml:22-23)

Tindakan burung Hud-hud janganlah dijadikan dalil untuk tasayyub (lepas kontrol), tetapi harus dipahami dengan positif bahwa yang dilakukan burung Hud-hud merupakan tindakan memanfaatkan furshah untuk menjalankan misi dakwah. Dakwah yang diawali dengan mengetahui keadaan spiritual mereka.

Burung Hu-hud tidak keluar dari tujuan jamaah dan sarananya, juga tidak melanggar prinsip-prinsip umum atau mengabaikan perintah lainnya yang lebih utama, tetapi kisah tersebut menunjukkan bahwa pada diri prajurit terdapat ciri yaqzhah (selalu sadar akan misi), diqqah (teliti) dalam beramal dan semangat untuk menyadarkan kaum. Juga menunjukkan bahwa pada diri pemimpin terdapat sifat atau sikap kontrol, ketegasan pemimpin dan penyelesaian yang tidak sembrono.

Kecerdasan dan kecemerlangan berfikir burung Hud-hud tersebut telah ia manfaatkan untuk mengambil kesempatan untuk mencari berita dan kabar suatu kaum karena ia berkeinginan untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka, mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah diserta dengan tindakan yang bijak, presentasi yang gemilang serta keberanian dalam mengemukakan uzur.

Kisah ini banyak mengandung pelajaran untuk para dai dan para mas-ul atau murabbi, di antaranya:

1. Seorang dai tentu lebih mulia dari seekor burung Hud-hud yang memiliki inisiatif positif dan mencari-cari kebaikan. Seorang dai lagi mukmin lebih terpanggil untuk berinisiatif dan melakukan perbuatan baik tanpa harus meninggu perintah.

2. Memandang kepada para pemimping dakwah bahwa tidak seluruh rencana dan program dapat dikerjakan dan dapat dimutabaahi, karena itu pengarahan terhadap semua perintah dan kebijakan adalah lebih diutamakan. Kita dapat menyimak bahwa Nabi Sulaiman a.s. yang dikuatkan dengan wahyu Allah dan ditundukkan untuknya jinn dan burung-burung tidak mampu mengetahui semua perkara dan tidak mampu menyerap semua informasi. Karenanya ia memerlukan sedikit informasi dari burung yang kecil yang secara positif merupakan masukan besar bagi dakwah.

3. Dari kisah tersebut kita menyaksikan pengecekkan atas keterlambatan burung Hud-hud. Dengan sikap ijabiyah (positif) yang dikembangkan burung Hud-hud, maka alasannya itu diterima. Di lain pihak, قَالَ سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (النمل:27) (Sulaiman berkata, “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.) menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus menerima alasan keterlambatan tersebut dan membatalkan hukuman yang telah ia janjikan karena alasan burung itu. Alasan burung Hud-hud tersebut mengandung ihtimal benar dan dusta.

Tetapi kenyataannya adalah bahwa yang dikabarkan oleh burung hud-hud adalah benar dan dari kabar itulah nabi Sulaiman a.s. kemudian menyerukan untuk berjihad.

4. Dari kisah tersebut kita dapat melihat adanya i’tidzar lil qa-id fi ada-il wajib. Jika kita jadikan kisah ini sebagai amal ijabi, maka kita akan melihat bahwa dalam ma’dzirah dan i’tidzar terdapat sesuatu yang berharga, ketika pengetahuan burung Hud-hud memberikan manfaat kepada pemimpin, nabi Sulaiman yang mempunyai segala jenis kekuatan. Bahkan burung Hud-hud tersebut menyampaikan dengan ta’bir naba yaqin (berita penting dan besar yang diyakini kebenarannya), suatu jenis kekuatan yang dimiliki burung Hud-hud ketika menyampaikan alasan keterlambatannya di hapapan kekuasaan nabi Sulaiman yang telah berniat akan menyiksa dengan siksaan yang pedih atau ia akan menyembelihnya.

Suatu kekuatan yang dimiliki burung Hud-hud yang digunakan secara positif untuk taat kepada pemimpin, kekuatan ilmu pengetahuan. Sehingga ia selamat dari hukuman berupa siksaan dan penyembelihan dengan ilmu pengetahuan.

فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطْتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَأٍ بِنَبَأٍ يَقِينٍ

“Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.” (An-Naml: 22)

Keberanian burung Hud-hud untuk berbicara kepada nabi Sulaiman a.s. karena kabar yang dibawa burung Hud-hud merupakan kabar penting dan nabi Sulaiman a.s. belum mempunyai kabar tersebut. Kalaulah ia terlambat tanpa ada hal yang akan ia sampaikan, maka dengan kelemahannya dari segala hal, maka ia tidak akan mampu untuk berbicara dari lantang di hadapan pemimpinnya.

Kalaulah bukan karena ijabiyah burung Hud-hud, maka uzur dan alasan burung Hud-hud pasti tidak akan diterima, karena keintisaban kita kepada jamaah menuntut kita untuk melaksanakan amal dan kerja sebaik mungkin dalam kerangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Tidak menjadi keharusan seorang dai atau bawahan atau binaan atau anggota jamaah melaksanakan perintah saja, tetapi amal dan kerja yang dilakukan harus ijabi atau memiliki bobot yang memadai untuk tercapainya tujuan dakwah dan tarbiyah.

5. Kita sebagai dai dapat menyimpulkan sebagai pelajaran buat kita bahwa hudhur yang dapat menyelamatkan kita dari uzur kita di hadapan qaid, mas-ul, naqib atau murabbi adalah hudhur da’wi tarbawi. Sejalan dengan semangat kita untuk meningkatkan mutu diri dan memperbanyak kader baru dengan segala jenis tajnid, maka kita dituntut untuk selalu hadhir secara da’wiyan dan tarbawiyan, bukan hanya kehadiran di jilsah atau di halaqah atau di usrah atau di ijtima’. Kita seharusnya selalu hadir dalam segala aktivitas da’wah dan tarbiyah. Boleh jadi seseorang tidak pernah absen untuk hadir di setiap pertemuan, akan tetapi keikutsertaannya di setiap aktivitas sangatlah minim atau ia sendiri tidak ada inisiatif positif untuk melakukan aktivitas da’wah dan tarbiyah. Karenanya di antara ijabiyah seorang pemimpin, mas-ul, naqib atau murabbi adalah memperhatikan dan mengontrol a’dha dan binaannya agar kehadirannya dalam da’wah dan tarbiyah tidak pernah absen. Karena itu kalaupun ia uzur untuk hadir di ijtima’, atau di usrah atau di halaqah karena alasan syar’i, maka tidak serta merta disimpulkan sebagai ketidakhadirannya dalam da’wah, sebelum dilihat kehadirannya pada aktivitas da’wah dan tarbiyah lainnya.

6. Untuk para mas-ulin dan qiyadiyyin juga dapat mengambil beberapa pelajaran yang dapat dicermati dan diperhatikan dari sikap dan respon Nabi Sulaiman terhadap kerja burung Hud-hud. Di antara pelajaran yang dapat kita ambil dari sikap Nabi Sulaiman a.s. adalah:

a. Tafaqqudul amiir lil atba’ (rasa kehilangan seorang pemimpin terhadap pengikutnya). Seorang mas-ul harus memperhatikan siapa yang tidak hadir dalam setiap pertemuan dan kegiatan. Karena perhatiannya terhadap kehadiran binaannya merupakan bagian dari mas-uliyah yang harus diemban. Nabi Sulaiman a.s. mempertanyakan ketidakhadiran burung Hud-hud dalam ijtima’

b. Akhdzul amri bil hazm (sangat perhatian terhadap perkara). Seorang pemimpin harus memiliki haibah di hadapan atba’nya dengan menyatakan sikap tegasnya di hadapan pengikutnya.

c. Muhasabah (evaluasi). Seorang mas-ul harus berinisiatif untuk mengevaluasi proses tarbiyah dan hasil perjalanan tarbiyah yang ia lakukan.

d. Tabayyunul ‘udzr (klarifikasi uzur). Mengklarifikasi alasan keuzuran binaan agar penyikapan dan perlakukan yang akan diambil lebih berdampak positif.

7. Dengan kerja yang kelihatannya kecil, hanya sekadar mengetahui keadaan dan kondisi keagamaan suatu kaum, dapat menghasilkan prestasi besar, yaitu keislaman Ratu dan rakyatnya, tunduk untuk beribadah kepada Allah bersama nabi Sulaiman a.s.

Karena itu pula dalam dunia peradaban materi kita melihat banyak karya dan hasil penemuan besar awalnya dirintis oleh kerja dan inisiatif satu orang. Hasil kerja seorang ini kemudian didukung dan didanai oleh kelompok atau negara. Seperti penemuan sepeda, lalu mesin cetak, telegraf, bola lampu dan lain-lain. Demikan pula dalam medan dakwah, banyak yang awalnya merupakan terobosan pribadi kemudian menjadi garapan jamaah.

Jadi dengan sikap ijabiyah seorang dai, akan banyak amal Islam yang dapat dihasilkan seiring dengan hasil yang gemilang. Di antaranya adalah dengan merasa kurang di hadapan Allah dalam menjalankan semua kewajiban yang telah dibebankan kepadanya, maka akan muncul rasa pada diri seorang mukmin untuk berusaha mengerjakan satu kewajiban dengan sebaik-baiknya dan dengan niat yang lurus. Dengan demikian ia telah mengerti maksud dari taklif Allah, yaitu agar manusia berusaha membaguskan amalnya dengan cara meluruskan niat dan menyesuaikan segala perbuatan dan ibadahnya sesuai dengan syariat.

Dalam hal ini, para ulama memberikan dua syarat suatu perbuatan dikatakan amal shaleh. Syarat pertama adalah muwafaqah lis syar’i (sesuai dengan tuntanan syariat Islam) dan yang kedua adalah ikhlash liwajhillah wahdah (semata-mata dilakukan karena mengharapkan ridha Allah).

Di antara sikap ijabiyah adalah tidak meremehkan perkara kecil, karena seringkali sesuatu yang besar menjadi kecil nilainya karena niat yang kurang ikhlas dan kadang beberapa kalimat akan mendatangkan kebaikan yang banyak karena niat dan keluar dari hati yang tulus. Pernah seorang ulama ditanya, “Sampai kapan Anda terus menulis hadits? Lalu ia menjawab, “Mungkin kalimat yang akan menyelamatkanku masih belum aku tulis.”

Untuk menunjukkan betapa perkara ringan itu tidak boleh dianggap ringan, Rasulullah saw. menegaskan bahwa banyak perkara ringan atau sepele, tetapi di sisi Allah mempunyai bobot pahala dan kebaikan bagi yang melakukannya.

عن أَبِي ذَرّ قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: تَبَسّمُكَ في وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَأَمْرُكَ بِالمَعْروفِ ونهيُكَ عن المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وإِرْشَادُكَ الرّجُلَ في أَرْضِ الضّلاَلِ لَكَ صَدَقَةٌ، وبَصَرُكَ لِلرّجُلِ الرّدِيءِ البَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ، وإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ والشّوْكَ والعَظْمَ عن الطّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ، وإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ في دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَة

Dari Abu Dzar r.a. ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu, perintahmu mengerjakan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah bagimu, kamu menunjuki orang yang tersesat juga merupakan sedekah bagimu, membantu orang yang kurang penglihatannya juga merupakan sedekah bagimu, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan juga merupakan sedekah bagimu, kamu menuangkan air dari timbamu ke timba saudaramu juga merupakan sedekah bagimu.” (H.R. Bukhari dan Tirmidzi)

Allah juga berfirman dalam surah Az-Zalzalah ayat 7-8,

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8)

Bagi dai kata-kata ma’tsur tersebut dapat menjadi motivator untuk tidak menganggap remeh amal dan aktivitas kecil atau kata-kata nasihat dalam dakwah. Karena itu janganlah kikir untuk mengajak bicara keluarganya atau bercakap-cakap dengan anak-anak atau memberikan senyuman kepada tetangga atau memberi nasihat dan bimbingan kepada teman kerja atau dia mendengarkan bacaan Alquran. Semua itu dapat dilakukan dai jika dirinya memiliki ijabiyah.

Dalam konteks amar ma’ruf nahyi munkar, maka kita akan menemukan medan dan lapangannya yang cukup luas dan lebar. Di mana kita akan menemukan setiap hari fenomena atau suasana kemungkaran yang mesti kita hilangkan dari masyarakat. Maka dengan kata-kata yang bijak kita dapat menuliskan keprihatinan kita atau analisa kritis kita di meda cetak.

Atau sekadar mendukung artikel bagus yang mengangkat permasalahan yang sedang kita cermati. Atau mungkin dengan mengirimkan surat ke pejabat atau wakil kita di DPR pusat maupun daerah. Yang penting dalam diri seorang dai adalah keinginan dan kemauan untuk mengadakan perubahan ke arah positif dengan cara yang dapat ia tempuh sebatas otoritas yang ia miliki. Karena itu keberadaan kita pada posisi yang memiliki otoritas yang luas dan besar akan membantu dan mengefektifkan usahan dakwah dalam perbaikan masyarakat.

Meskipun dengan menjadi ketua RT atau RW kita dapat lebih maksimal dan efektif untuk membuat perubahan di lingkungan sekitar tempat tinggal kita, kenapa kita tidak lakukan? Kenapa kita tidak peduli dengan hal ini, sehingga membiarkan posisi itu dipegang atau berada pada orang yang pemahaman perubahan islamnya masih minim.

Atau posisi struktural di tempat pekerjaan yang menyebabkan kita memiliki otoritas terhadap bawahan kita, maka merupakan suatu bekal dan modal untuk menjadi bagian dari anashir taghyir di tempat tersebut. taghyir yang mengarah kepada model dan prilaku Islam.

Atau bahkan bagi mereka yang kerap mengadakan perjalanan ke daerah atau pelosok dan menemukan informasi obyektif, kemudian informasi tersebut dapat menjadi pintu untuk proyek dakwah yang lebih efektif, maka itu juga bagian dari ijabiyah yang diperankan oleh seorang dai.

Karena di era dakwah yang sudah mulai agak terbuka ini keperluan kita akan informasi obyektif terhadap keadaan dan kondisi suatu daerah atau suatu kelompok orang (segmen tertentu).


source : www.al-ikhwan.net

Tuesday, December 01, 2009

Nota dari Hati


"Hiduplah Untuk Memberi Sebanyak-banyaknya, bukan Menerima sebanyak-banyaknya"

quote Laskar Pelangi


Abdullah bin Abbas

Dia pemuda tua, banyak bertanya (belajar), dan sangat cerdas.

Sahabat yang mulia ini mulia segala-galanya, tidak ada yang ketinggalan. Dalam pribadinya terdapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah saw. Dia beroleh kemuliaan sebagai keluarga dekat Rasulullah karena sebagai anak paman beliau, Abbas bin Abdul Mutthalib. Dia mulia dari sudut ilmu karena dia umat Muhammad yang amat alim dan saleh.

Nama lengkapnya Abdullah bin Abbas. Dia sangat alim tentang kitabullah (Alquran) dan sangat paham maknanya. Dia menguasai Alquran sampai ke dasar-dasarnya, mengetahui sasaran, dan segala rahasianya.

Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah. Ketika Rasulullah Saw wafat, dia baru berumur tiga belas tahun. Dalam usia sebaya itu, dia telah menghafal seribu enam ratus enam puluh hadis untuk kaum muslimin yang diterimanya langsung dari Rasulullah dan dicatat oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka.

Setelah Ibnu Abbas lahir ke dunia, bayi yang masih merah itu segera dibawa ibunya kepada Rasulullah saw. Beliau memasukkan air liurnya ke dalam kerongkongan bayi itu. Air liur Nabi yang suci dan penuh berkat itulah yang pertama-tama masuk ke dalam rongga perut anak tersebut, sebelum ia disusukan ibunya. Seiring dengan air liur Nabi, masuk pulalah ke dalam pribadi bayi itu takwa dan hikmah. "Dan siapa saja yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebajikan yang banyak." ( Al-Baqarah: 269).

Ketika anak itu meninggalkan usia kanak-kanak dan mulai memasuki usia tamyiz (usia 6 atau 7 tahun), dia tinggal di rumah Rasulullah seperti adik terhadap kakak yang saling mengasihi. Dia menyediakan air wudu beliau apabila hendak wudu. Bila Rasulullah salat, anak itu ikut salat; bila beliau bepergian, dia membonceng di belakang. Sehingga, Ibnu Abbas bagaikan bayang-bayang yang senantiasa mengikuti ke mana saja beliau pergi, atau dia senantiasa berada di seputar beliau. Sementara itu, anak tersebut dapat menyimpan dalam hati dan pikirannya yang bersih segala peristiwa yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya, tanpa alat tulis menulis seperti yang kita kenal sekarang.

Ibnu Abbas bercerita mengenai dirinya, "Pada suatu ketika Rasulullah saw hendak mengerjakan salat. Aku segera menyediakan air wudu untuk beliau. Beliau gembira dengan apa yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk salat, dia memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi, aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai salat, beliau menoleh kepadaku seraya bertanya, "Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?" Jawabku, "Anda sangat tinggi dalam pandanganku, dan sangat mulia untukku berdiri di samping Anda." Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdoa, "Wahai Allah, berilah dia hikmah."

Allah memperkenankan doa Rasulullah tersebut. Dia memberi cucu Hasyim tersebut hikmah, melebihi hikmah ahli-ahli hikmah yang besar-besar. Tentu Anda ingin tahu, hikmah bentuk apa yang telah dilimpahkan Allah kepada Abdullah bin Abbas. Marilah kita perhatikan kisah selanjutnya.

Ketika sebagian sahabat memencilkan dan menghina Khalifah Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas berkata kepada Ali, "Ya, Amirul Mukminin, izinkanlah saya mendatangi mereka dan berbicara kepadanya." Kata Ali, "Saya khawatir risiko yang mungkin engkau terima dari mereka." Jawab Ibnu Abbas, "Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa." Ibnu Abbas masuk ke dalam majlis mereka. Dilihatnya mereka orang-orang yang sangat rajin beribadah. Mereka berkata, "Selamat datang, hai Ibnu Abbas. Apa maksud kedatangan Anda kemari?" Jawab Ibnu Abbas, "Saya datang untuk berbicara dengan tuan-tuan." Sebagian yang lain berkata, "Katakanlah, kami akan mendengarkan bicara Anda." Ibnu Abbas berkata, "Coba tuan-tuan katakan kepada saya, apa sebabnya tuan-tuan membenci anak paman Rasulullah yang sekaligus suami anak perempuan beliau (mantu Rasulullah), dan orang yang pertama-tama iman dengan beliau?" Jawab mereka, "Kami membencinya karena tiga perkara." Tanya Ibnu Abbas, "Apa itu?" Mereka menjawab, "Pertama, dia bertahkim (mengangkat hakim) kepada manusia tentang urusan agama Allah. Kedua, dia memerangi Aisyah dan Muawiyah, tetapi dia tidak mengambil harta rampasan dan tawanan. Ketiga, dia menanggalkan gelar Amirul Mukminin dari dirinya, padahal kaum muslimin yang mengukuhkan dan mengangkatnya. Kata Ibnu Abbas, "Sudikah tuan-tuan mendengar Alquran dan hadis Rasulullah yang saya bacakan? Tuan-tuan tentu tidak akan membantah keduanya. Apakah tuan-tuan bersedia mengubah pendirian tuan-tuan sesuai dengan maksud ayat dan hadis tersebut?" Jawab mereka, "Tentu!" Kata Ibnu Abbas, "Masalah pertama, bertahkim kepada manusia dalam urusan agama Allah. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, siapa saja di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu." (Al-Maidah: 95). Saya bersumpah dengan tuan-tuan menyebut nama Allah. Apakah putusan seseorang tentang hak darah atau jiwa, dan perdamaian antara kaum muslimin yang lebih penting ataukah seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?"
Jawab mereka, "Tentu darah kaum muslimin dan perdamaian di antara mereka yang lebih penting." Kata Ibnu Abbas, "Marilah kita keluar dari persoalan ini."

Kata Ibnu Abbas, "Masalah kedua, Ali berperang tetapi dia tidak menawan para wanita seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Mengenai masalah ini, sudikah tuan-tuan mencaci Aisyah, lantas tuan-tuan halalkan dia seperti wanita-wanita tawanan yang lain-lain. Jika tuan-tuan mengatakan "Ya," tuan-tuan kafir. Dan, jika tuan-tuan menjawab, dia bukan ibu kami, tuan-tuan kafir juga. Allah SWT berfirman: "Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka." (Al-Ahzab: 6).

"Nah, pilihlah mana yang tuan-tuan suka. Mengakui ibu atau tidak. Kata Ibnu Abbas, "Ali menanggalkan gelar 'Amirul Mukminin' dari dirinya. Sesungguhnya ketika Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, mula-mula Rasulullah menyuruh untuk ditulis, inilah perjanjian dari Muhammad Rasulullah. Lalu kata kaum musyrikin, "Seandainya kami mengakui engkau Rasulullah, tentu kami tidak menghalangi engkau mengunjungi Baitullah dan tidak memerangi engkau. Karena itu, tuliskan nama engkau saja, "Muhammad bin Abdullah."
Rasulullah memenuhi permintaan mereka seraya berkata, "Demi Allah, aku adalah Rasulullah, sekalipun kalian tidak mempercayaiku.
"Bagaimana?" tanya Ibnu Abbas, "Tidak pantaskah masalah memakai atau tidak memakai gelar 'Amirul Mukminin' itu kita tanggalkan saja? Jawab mereka, "Ya Allah, kami setuju." Hasil pertemuan Ibnu Abbas dengan mereka (kaum Khawarij) dan alasan-alasan yang dikemukakannya menyebabkan 20.000 orang yang membenci Ali kembali masuk ke dalam barisan Ali. Yang memusuhinya hanya tinggal 4.000 orang.

Waktu muda Abdullah bin Abbas mencari ilmu dengan berbagai cara yang dapat dilakukannya. Waktunya dihabiskan umtuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Mula-mula dia memperoleh ilmu dari mata air yang mulia, yaitu langsung dari Rasulullah sampai beliau wafat. Setelah beliau tiada, dihubunginya ulama-ulama sahabat, lalu dia belajar kepada mereka. Ibnu Abbas pernah bercerita, "Apabila seseorang menyampaikan sebuah hadis kepadaku yang diperolehnya dari seorang sahabat Rasulullah, maka kudatangi sahabat tersebut ke rumahnya waktu dia tidur siang. Lalu, aku bentangkan serbanku dekat tangga rumahnya dan aku duduk di situ menunggu dia bangun. Sementara itu, angin bertiup memenuhi tubuhku dengan debu tanah. Seandainya aku minta izin masuk kepadanya, tentu dia akan mengizinkanku. Tetapi, memang aku sengaja melakukan demikian supaya tidak menganggunya tidur. Ketika dia keluar dan melihatku dalam keadaan demikian, dia berkata, "Wahai anak paman Rasulullah. Mengapa Anda sendiri yang datang ke sini? Mengapa tidak Anda suruh saja seseorang memanggilku. Tentu aku datang memenuhi panggilan Anda!" Jawabku, "Akulah yang harus mendatangi Anda, ilmu harus didatangi, bukan ilmu yang harus mendatangi. Sesudah itu kutanyakan kepadanya hadis yang kumaksud."

Ibnu Abbas rendah hati dalam menuntut ilmu. Dia menghormati derajat ulama. Pada suatu hari Zaid bin Tsabit, penulis wahyu dan ketua pengadilan Madinah bidang Fiqih, Qira'ah, dan Faraidh, mendapat kesulitan karena hewan yang ditungganginya bertingkah. Lalu, Abdullah bin Abbas berdiri ke hadapannya seperti seorang hamba di hadapan majikannya. Ditahannya hewan kendaraan Zain bin Tsabit. Kata Zaid, "Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah!" Jawab Ibnu Abbas, "Beginilah caranya kami diperintahkan Rasulullah terhadap ulama kami." Kata Zaid bin Tsabit, "Coba perlihatkan tangan Anda kepada saya!"
Ibnu Abbas mengulurkan tanganya kepada Zaid, lalu dicium oleh Zaid. "Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah menghormati keluarga Nabi kami, Kata Zaid."

Ibnu Abbas sangat rajin menuntut ilmu sehingga mencengangkan ulama-ulama besar. Masruq bin Ajda', seorang ulama besar Tabi'in berkata, "Paras Ibnu Abbas sangat elok. Bila dia berbicara, bicaranya sangat fasih. Bila dia menyampaikan hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu."

Setelah ilmu yang dicarinya sempurna, Ibnu Abbas beralih menjadi guru mengajar. Rumahnya berubah menjadi jam'iah (universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah kalau kita katakan universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda universitas Ibnu Abbas dengan universitas kita sekarang ialah di universitas kita yang mengajar ada sepuluh sampai ratusan orang dosen atau profesor. Tetapi, di universitas Ibnu Abbas yang mengajar Ibnu Abbas seorang.

Salah seorang kawan Ibnu Abbas bercerita, "Saya berpendapat, seandainya kaum Quraisy mau membanggakan universitas Ibnu Abbas, memang pantas mereka bangga. Saya lihat orang banyak sudah penuh berkumpul di jalan menuju ke rumah Ibnu Abbas, sehingga jalan itu sempit dan tertutup oleh kepala orang banyak. Saya masuk menemuinya dan memberi tahu bahwa orang banyak sudah berdesak-desak di muka pintu. Katanya, "Tolong ambilkan saya air wudu!" Lalu dia berwudu dan sesudah itu duduk di ruangan majelis. Katanya, "Siapa yang hendak belajar Alquran suruhlah mereka masuk." Saya keluar memberi tahu orangn banyak. Mereka pun masuk, sehingga seluruh ruangan dan kamar-kamar penuh dengan orang yang hendak belajar Alquran. Apa saja yang mereka tanyakan dijawabnya panjang lebar. Kemudian berkata kepada mereka, "Beri kesempatan kawan-kawan yang lain!" Lalu mereka keluar semuannya. Katanya, "Suruh masuk orang-orang yang hendak belajar tafsir Alquran dan takwilnya!" Maka, kuumumkan kepada orang banyak, sehingga mereka masuk pula memenuhi ruangan dan kamar-kamar. Apa yang ditanyakan mereka dijawabnya sampai mereka puas. Katanya, "Sekarang beri kesempatan pula kawan-kawan yang lain!" Saya disuruhnya keluar menyilakan orang yang hendak belajar tentang halal dan haram dan masalah-masalah fikih. Mereka pun masuk. Segala pertanyaan mereka dijawabnya panjang lebar. Setelah cukup waktunya, dia berkata pula, "Kini beri kesempatan kawan-kawan yang hendak belajar faraid dan sebagainya!" Mereka pun keluar, dan masuk pula orang-orang yang hendak belajar ilmu faraidh. Setelah selesai pelajaran faraid, disuruh masuk pula orang-orang yang hendak sastra Arab, syi'ir dan kata-kata arab yang sulit. Kemudian Ibnu Abbas membagi-bagi hari untuk beberapa macam bidang ilmu dalam beberapa hari, guna mencegah orang berdesak-desakkan di muka pintu. Umpamanya, sehari dalam seminggu untuk bidang ilmu tafsir, besok ilmu fikih, besok ilmu peperangan (sejarah peperangan Rasulullah) atau strategi perang. Sesudah itu ilmu syi'ir, sesudah itu ilmu sastra Arab. Tidak ada orang alim yang duduk dalam majelis Ibnu Abbas melainkan menundukkan diri kepadanya.

Karena kealiman dan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh khalifah rasyidah (bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabila Khalifah Umar bin Khattab menghadapi suatu persoalan yang rumit, diundangnya ulama-ulama terkemuka termasuk Ibnu Abbas yang muda belia. Bila Ibnu Abbas hadir, Khalifah Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu Abbas dan Khalifah sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata, "Anda lebih berbobot daripada kami."

Pada suatu ketika Khalifah Umar mendapat kritik karena perlakuan yang diberikannya kepada Ibnu Abbas melebihi dari ulama yang tua-tua. Maka, kata Umar, "Dia pemuda tua, dia lebih banyak belajar dan berhati tenang."

Ketika Ibnu Abbas beralih mengajar orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan kewajibannya terhadap orang-orang awam. Maka, dibentuknya majelis-majelis wa'azh dan tadzkir (pendidikan dan pengajaran). Di antara pengajarannya, dia berkata kepada orang-orang yang berdoa, "Wahai orang yang berbuat dosa! Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan dosa itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau engkau tidak merasa malu kepada orang lain, padahal engkau telah berbuat dosa, maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa. Kegembiraanmu ketika melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat Allah atas dirimu adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena tidak dapat berbuat dosa, maka kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada perbuatan itu. Engkau takut kalau-kalau angin bertiup membukakan rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah berbuat dosa tanpa takut akan Allah yang melihatmu. Maka, sikap seperti itu adalah lebih besar dosanya ketimbang perbuatan dosa itu."

"Wahai orang yang berdosa! Tahukah Anda dosa Nabi Ayyub as. Yang menyebabkannya mendapat bala (ujian) mengenai jasad dan harta bendanya? Ketahuilah, dosanya hanya karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta pertolongannya untuk menyingkirkan kezaliman."

Ibnu Abbas tidak termasuk orang-orang yang pandai berkata tetapi tidak berbuat. Dia tidak termasuk orang yang pandai melarang tetapi tidak menghentikan. Abdullah bin Mulaikah bercerita, "Saya pernah menemani Ibnu Abbas dalam suatu perjalanan dari Mekah ke Madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam, sementara yang lain-lain tidur karena lelah. Saya pernah pula melihatnya pada suatu malam membaca ayat ke-19 surat Qaf berkali-kali sambil menangis hingga terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa Ibnu Abbas yang berparas tampan itu senantiasa menangis tengah malam karena takut akan siksa Allah sehingga air mata membasahi kedua pipinya.

Ibnu Abbas sampai ke puncak ilmu yang dimilikinya. Pada suatu ketika musim haji, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan pergi haji. Bersamaan dengan Khalifah, pergi pula Abdullah bin Abbas. Khalifah Muawiyah diiringkan oleh pasukan pengawal kerajaan. Abdullah bin Abbas diiringkan oleh murid-muridnya yang berjumlah lebih banyak daripada pengiring Khalifah.

Usia Abdullah bin Abbas mencapai tujuh puluh satu tahun. Selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah, dan takwa. Ketika dia meninggal, Muhammad bin Hanafiyah turut melakukan salat atas jenazahnya bersama-sama dengan para sahabat yang lain-lain serta para pemuka tabi'in.

Tatkala mereka menimbun jenazahnya dengan tanah, mereka mendengar sura membaca, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya. Masuklah ke dalam kelompok jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke surga-Ku" (Al-Fajr: 27 -- 30).

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia

source: Halaqah Online

Sunday, November 29, 2009

Coretan Pengorbanan

Bismillahi Walhamdulillah...

Assalamualaikum wbt.

Eidul Adha kali ni disambut biasa aja. Cuti semester sudah seminggu. But it seems that i will not have the opportunity to enjoy the long semester break. I have to go back tomorrow and serve for my project. Ah, that's the first sacrificing term for me i think.. (sigh)

Raya eidul adha ni kami banyak habiskan masa menyiapkan persediaan walimah along disember ini. Klaka pulak bila fikir, kami pergi 'beraya' dari rumah ke rumah sambil mengajak ke kenduri. Dan aku suka suasana itu. Pagi lepas solat sunat aidul adha, kami ke rumah wan seperti biasa, menjamu selera. Rendang wan yang tak boleh sapapun challenge. Tapi kali ni ada addition sket, gulai maman favourite aku... fuh, subhanallah, kat umah wan je aku bleh dapat gulai ni. Tempat lain xde! =P

Then pi umah paklong. Sedikit berbincang tentang hantaran along. Memandangkan keluarga kami ni baru nak terima menantu, maka ibu banyak minta tolong menantu-menantu maklong yang berpengalaman menguruskan 6 kenduri kahwin (anak paklong 8 org semuanya). Termasuk juga sepupu lelaki yang sebaya aku. Sekarang anaknya dah 1 tahun setengah! (huhu...)

Lepas tu mula operasi, aku sibuk nak mengekor ibu n ayah pi jenjalan (jalan kaki tau!). Pegi umah jiran-jiran dan akhirnya kami berjalan sejauh 700m (lebih kurangla)... menjemput ke kenduri. Aku saja ikut sebab nak tambah pengalaman. Nak tengok macamana jiran-jiran kampung ni lepas lama tinggal di "hutan batu". Alhamdulillah, aku suka pengalaman ni. Walau penat berjalan n lenguh kaki (sebab pakai high-heel...xda kasut dah!) subhanallah, aku rasa bagaimana sebenarnya perasaan Mus'ab bin Umair berdakwah di Madinah semasa menjadi duta Rasulullah SAW. Bagaimana KH Rahmat Abdullah yang aku selalu baca ceritanya berdakwah di kampungnya, dimulai dengan menziarahi jiran-jiran tetangganya dan menunjukkan akhlak yang baik. Barangkali pengalaman ini nampak simple, tapi ia banyak membantu aku restore semangt dakwah dan iman yang hanya senipis kulit bawang. Alhamdulillah..

Kami juga melalui satu jalan yang dikelilingi hutan pokok getah. Keadaan di situ agak menyeramkan.. Fuh, selama aku hidup kat kampung Pondoi ni, tak pernah lagi aku jejakkan kaki ke sini, walau masa kecik-kecik dulu selalu gak pi jalan-jalan raya. Tak pernah pulak datang sini. Ada seekor ular hijau di tepi jalan, sedang nyawa-nyawa ikan. Kepalanya penyek...kasihan... pasti digelek motor budak-budak kampung. Bila aku tolak badannya sedikit dengan kaki, ia masik bergerak-gerak... seram gak. Sebelum papehal, baik aku blah.



Aku pandang ke depan, jalan yang agak jauh ke depan, di kelilingi pokok getah. Subahanallah, sungguh cantik pemandangan itu. Macam dalam hutan "winter sonata". Di hadapan aku lihat loving couple sedang berjalan berpimpin tangan. Haha...nak tergelak pun ada. Sayangnya handset tertinggal dalam kereta. Gambar seperti itu adalah yang paling suka aku tangkap. Yang seorang berjubah putih, berkopiah putih. Yang seorang berbaju kurung ungu, bertudung sedondon. Wah, dah tua-tua begini pun masih romantik lagi! (Parents aku tuh!) Aku dah biasa dah dengan pemandangan begini =P

Banyak jugak pengalaman yang mematangkan diri bila kita banyak berinteraksi dengan masyarakat dan orang-orang yang berpengalaman. Semoga kelebihan itu dapat dimanfaatkan unduk dakwah ke depan.

Jalan masih jauh...

Wassalam.

Saturday, November 14, 2009

Maher Zain- Palestine Will Be Free



Every day we tell each other
That this day will be the last
And tomorrow we all can go home free
And all this will finally end
Palestine tomorrow will be free
Palestine tomorrow will be free

No mother no father to wipe away my tears
That’s why I won’t cry
I feel scared but I won’t show my fears
I keep my head high
Deep in my heart I never have any doubt
That Palestine tomorrow will be free
Palestine tomorrow will be free

I saw those rockets and bombs shining in the sky
Like drops of rain in the sun’s light
Taking away everyone dear to my heart
Destroying my dreams in a blink of an eye
What happened to our human rights?
What happened to the sanctity of life?
And all those other lies?
I know that I’m only a child
But is your conscience still alive

I will caress with my bare hands
Every precious grain of sand
Every stone and every tree
‘Cause no matter what they do
They can never hurt you
Coz your soul will always be free

Palestine tomorrow will be free
Palestine tomorrow will be free
........................................................
Lyrics: Maher Zain & Bara Kherigi
Melody: Maher Zain
Arrangement: Maher Zain & Hamza Namira
© Awakening Records 2009

Tarik Preston: Namaku Membawaku Kepada Islam


Cerita Tarik Preston masuk Islam tergolong unik. Ia bersyahadat pada tahun 1988 dalam usia yang relatif masih muda, 19 tahun. Menurut Tarik, perjalanannya menjadi seorang muslim bukan cerita yang panjang, tapi perjalanan bagaimana Allah Swt terus menuntunnya menjadi seorang muslim setelah masuk Islam, justeru menjadi kisah-kisah yang penuh inspirasi buatnya.

Semuanya berawal dari namanya yang berbau nama Islam, yaitu Tarik, meski ia seorang non-Muslim. "Saya diberi nama Tarik sejak lahir. Di era tahun 60-an, 70-an bahkan 80-an menjadi hal yang biasa bagi para orangtua di Amerika memberi nama anaknya dengan nama khas Afrika. Dalam banyak kasus, mereka memilih nama Afrika yang sebenarnya nama islami dan itulah yang terjadi pada saya," tutur Preston.

Sebelum menjadi muslim, ia sering bertemu dengan orang yang juga bernama Tarik atau orang yang paham makna nama Tarik. Orang-orang itu, kata Preston, akan bertanya "kamu tahu apa arti namamu?". Ketika itu Tarik dengan bangga menjawab arti namanya seperti yang diceritakan kedua orangtuanya, "bintang yang menyebarkan cahaya terang". Setelah menjadi seorang muslim, Preston kadang menambahkan cerita dibalik namanya dengan kisah Tariq bin Ziyad. tokoh muslim yang berhasil menaklukan Spanyol.

Tarik Preston memilih jurusan biologi saat sekolah menengah karena ia bercita-cita ingin menjadi dokter. Dan di tahun-tahun pertama menjadi mahasiswa kedokteran, ia mulai membaca Alkitab, tapi ia menemukan ajaran-ajaran Kristen yang menurutnya tidak masuk akal.

Saat liburan musim semi, Preston berdiskusi dengan neneknya tentang teologi. Meski seorang Kristiani, pernyataan neneknya membuat Preston takjub. "Dia bilang, 'aku menyembah tuhan dan bukan menyembah Yesus, karena aku merasa lebih aman menyembah tuhan'," ujar Preston menirukan pernyataan neneknya. Sejak kecil Preston memang dekat dengan neneknya itu.

Sejak perbincangan itu, kata Preston, kebiasaannya berdoa setiap malam tidak lagi dilakukan atas nama Yesus, tapi ia memanjatkan doannya langsung atas nama tuhan.

Suatu hari, Preston sedang berjalan menuju kampus ketika berjumpa dengan seorang juniornya yang ia tahu sudah memeluk agama Islam. Juniornya itu menyapa Preston dengan ucapa "assalamua'alaikum". Bagi Preston yang tumbuh dewasa di kawasan Chicago di era tahun 70-an, kata "assalamua'alaikum" bukan kata yang asing buatnya. Maka ia menjawab salam itu dengan ucapan "wa'alaikumsalam".

Juniornya itu kemudian bertanya apakah Preston seorang Muslim. Ia menjawab "bukan" dan mengatakan bahwa ia seorang penganut 'persekutuan metodis". Dan juniornya berkata, "Oh! saya kira kamu seorang muslim karena namamu Tarik."

Tak lama setelah pertemuan itu. Preston berjumpa lagi dengan juniornya itu di satu mata kuliah dan ia berusaha menjelaskan tentang Islam pada Preston dan beberapa teman sekelas. "Dia masih sangat muda dan baru sedikit tahu tentang Islam. Tapi ia memperingatkan kami tentang bahayanya menyembah Yesus," tutur Preston mengingat perbincangan itu.

Musim panas pun tiba. Preston mengisi liburan dengan bekerja sebagai telemarketer dimana ia bertemu dengan seorang muslim bernama Ahmed. Ahmed juga seorang mualaf asal Puerto Rico. Pertama kali bertemu, Preston bertanya pada Ahmed, "Apakah kamu seorang muslim?"

Ahmed menjawab, "Ya, Tarik. Kamu?

"Saya bukan muslim. Saya penganut persekutuan metodis," ujar Preston.

Ahmed tersenyum dan berkata,"Dengan nama Tarik, kamu seharusnya seorang muslim."

Dan selanjutnya, dari Ahmed, Preston tahu tentang apa itu agama tauhid dan Preston mengaku terkesan dengan konsep Islam tentang keesaan Tuhan. Suatu ketika saat diundang ke rumah Ahmed, Preston kagum melihat betapa Ahmed sangat memuliakan kitab suci Al-Quran dan Preston bertanya apakah ia boleh meminjam Al-Quran itu.

Ahmed awalnya terlihat enggan dan beralasan bahwa ia cuma punya satu Al-Quran. Tapi Ahmed akhirnya mengijinkan dengan permintaan agar Preston benar-benar menghormati Al-Quran, menjaganya agar tetap bersih dan disimpan ditempat yang layak.

"Saya tidak sabar ingin segera membaca Al-Quran itu," imbuh Preston.

Dua minggu kemudian, Preston mengundang Ahmed ke rumahnya dan kembali berdiskusi tentang Islam. Saat itu Preston mengatakan pada Ahmed bahwa ia meyakini Al-Quran sebagai kebenaran dan ia ingin menjadi seorang muslim.

Akhirnya, keesokan harinya, Preston dan Ahmed berangkat ke Islamic Center di Washington D.C. Di sanalah, Preston mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang muslim.

Berkat rahmat Allah Swt, beberapa tahun kemudian, Preston mendapatkan kesempatan untuk belajar tentang Islam di Universitas Islam di kota Madinah, Arab Saudi dimana ia mendapatkan gelar sarjana di bidang bahasa Arab dan ilmu hadist.

"Saya berharap, cerita bagaimana saya memeluk Islam bisa mendorong non-muslim lainnya untuk hijrah ke agama Islam. Saya juga berharap kisah saya ini mendorong saudara-saudara saya sesama muslim untuk terus menyebarkan kebenaran pesan-pesan Islam, baik dengan perkataan maupun perbuatan," tukas Tarik Preston menutup kisahnya. (ln/readislam)

source: Eramuslim

Monday, November 09, 2009

Caffeine Health Effects – A Psychoactive Drug

by Kevin Pederson


Caffeine is a stimulating chemical that occurs naturally and is used in beverages like coffee and foods like chocolate. Caffeine, the most commonly found psychoactive drug, is consumed regularly by about 80% of the world’s population.

Since caffeine is such a potent psychoactive drug, its effects are under constant observation.

Every year, many studies are conducted to find the real health effects of caffeine. Whether or not caffeine has any health benefits, is still unclear. However, it is known that this substance is addictive and commonly used in many beverages, including the much popular soft drinks.

Caffeine is absorbed by the blood stream almost as soon as it is consumed. It takes our body about 30-40 minutes to completely absorb caffeine. After the initial 30-40 minutes, its effects can be experienced the most.

However, soon after, in about three hours, the psychoactive affects begin to diminish.

Caffeine, in its purest form, is a white crystalline substance which is bitter to taste. It is chemically known as 1, 3, 7-trimethylxanthine. From various studies, it has been proved that caffeine in fact has a strong effect on the cerebral vascular system, as well as the mood and stamina of a person. Caffeine may also have some effect on digestion and the activity of the gastric system as well as the colon (usus besar).

Caffeine occurs naturally in the fruits, leaves and seeds of a variety of plants. Coffee, tea and cocoa beans make up for a major part of the caffeine consumption of an average person. Sometimes, caffeine, because of its stimulating effects, is added artificially to various foods.
The psychoactive stimulation of the drug is so significant that a lot of times, people are not able to function without their first cup of coffee. There may be a feeling of sleepiness and lethargy until the first cup of coffee in the morning. While some people consume coffee simply for the pleasure of its rich taste and aroma, there are many others for whom coffee is much more than a simple beverage.

Research has provided compelling evidence of the fact that coffee is an addictive substance. However, there is a growing body of equally compelling evidence which states that caffeine is in fact not addictive. However, there is no denying that for people who have a habit of consuming large amounts of coffee, omitting it from their diet is a very difficult proposition. There are several withdrawal symptoms when a person tries to refrain from having coffee. The withdrawal symptoms may range from headaches and nausea to difficulty in concentration and depression.

There have been studies which are trying to link consumption of caffeine as a part of high risk lifestyle. Caffeine consumption has begun to be viewed as an impediment to good health. There may be risks of developing heart diseases associated with consumption of caffeine. Evidence also suggests that a heavy intake of caffeine may cause accelerated bone loss, causing irreversible damage and making a person prone to diseases like arthritis.

References:

Caffeine: The Most Popular Stimulant (Encyclopedia of Psychoactive Drugs. Series 1), Richard M. Gilbert

Sunday, November 08, 2009

Khazinatul Asrar '09

Bismillahi Walhamdulillah...

Assalamualaikum wbt..

Khazinatul Asrar? Ini adalah nama program yang dijalankan lebih kurang 2 minggu yang lalu, baru nak update...

Alhamdulillah, program ini brjalan dgn jayanya walaupun jumlah peserta tak mencapai target. Subhanallah, dalam kesempitan budget, akhirnya berlebih banyak baki akaun. Alhamdulillah.

Tahniah kepada semua yang menjayakan program ini, peserta, fasilitator, dan khasnya para urusetia yang bertungkus lumus berusaha sejak awal lagi. Ana bersyukur pada Allah atas komitmen antum. Subhanallah... semoga pengalaman ini menjadikan antum lebih matang dalam berda'wah, ameen.

Serba sedikit perkongsian pengalaman sepanjang LDK dan aktiviti yang berjalan...

Makan makanan berkhasiat... nyum..nyum.. (peria, epal hijau, tomato, limau nipis)



Nak tengok, kenela berkorban sikit! (pekena roti lada hitam, bawang putih, bawang merah, air asam jawa) =P



Memasukkan daun dalam jag air (jauhnya 1.5 meter)



Mengisi air dalam botol



Taaruf..yang kalah kene suap kek ke mulut akhawat =)


Jumpa lagi di next program, InsyaAllah...

p/s: Nantikan NEXTGCG '09...

Wednesday, November 04, 2009

Menghadapi Exam Stress...

food sensory evaluation kene buat analysis ANOVA juga!

Monday, November 02, 2009

Tahniah, Prof!

Bismillahi Walhamdulillah

Tak terlambat untuk mengucapkan tahniah kepada Professor Dr. Abdul Karim Alias yang berjaya memenangi Anugerah Akademik Negara 2008 dalam bidang Sains Gunaan.

Beliau merupakan pensyarah saya yang mengajar subjek "Food Ingredients" pada semester 1 tahun2 dan "Primary Product Technology" semester ini (semester1 tahun4)

Moga terus cemerlang, Prof! =)

Thursday, October 29, 2009

Aku dan Makanan

Assalamualaikum wbt...

Puas memasak + baca Food Packaging... dah 3 hari berturut-turut bubur nasi menjadi menu utama. Bubur ni hanya dimasak dengan bawang putih, sedikit garam dan sedikit kiub ayam. Rasanya...Fuh! subhanallah... simple je tapi berkhasiat dan mengenyangkan. Aku makin loya makan makanan cafe.

Sepanjang Khazinatul Asrar 09 berjalan, aku mengalami sakit tekak (sedikit pendarahan). Mungkin kerana cuaca yang sering berubah dan kekurangan air dalam badan. Ditambah dengan kekurangan tidur (adeh)... Aku hampir demam semasa program berjalan. Makanan sukar ditelan membuat aku malas nak makan (heheh, sapa kenal Izyati, tahulah bahawa perkara itu adalah mustahil! =P) Tapi bila mengingatkan amanah yang dipikul dan juga semangat para urusetia yang bertungkus lumus menjayakan program, aku lawan juga sakit itu. Alhamdulillah, Allah Maha Penyayang. Demam aku kebah juga pada hari yang sama. Cuma sakit kepala tu, biasalah...

Kini sedang menikmati air rebusan halia yang kutahu banyak khasiatnya untuk kesihatan badan. Bila kulihat di pantri, banyak sangat bungkusan makanan segera (mee maggi) dalam tong sampah. MasyaAllah! ini adalah contoh mengkufurkan nikmat Allah. Sengaja memberikan toksin dan racun dalam badan. Akibatnya, belum pun sempat tua, kulit berkedut, rambut sudah keputihan, apa lagi banyak penyakit dalam badan. Diabetes, kencing manis, darah tinggi, sakit jantung, buah pinggang, cancer. Kini kita lihat sekarang bilangan doktor-doktor hospital bertambah disebabkan perkara inilah. Bila dah kronik, salahkan doktor! Bila ahli keluarga mati, dalahkan doktor! Semua salah doktor! habis, yang kamu dok telan makanan yang tak sihat tu pasal apa?

Bukan tak boleh makan mee segera, boleh... tapi berkadarlah. kalo sekali 2 minggu tu kira minimumlah. Kurangkan...kurangkan... Jangan beri peluang penyakit-penyakit datang menyerang badan, espacially ikhwah wa akhawat yang memegang amanah dakwah. Pemakanan sangat penting untuk menjamin tubuh badan yang sihat. Amalkan pemakanan yang sihat. kurangkan minyak, garam dan gula. lebihkan sayur dan buah-buahan dalam gizi. Banyakkan juga bersenam. Kalaupun tak banyak berjogging, berjalan laju juga adalah satu senaman yang simple, ditambah dengan pernafasan yang betul. Banyakkan minum air masak.

Aku juga sedang berusaha mengamalkan. Doakan moga istiqomah, ameen.

Sebenarnya dah tak larat makan makanan kat cafe. Berminyak dan banyak perasa. Setiap kali makan, aku akan terasa loya dan pening kepala. Especially lepas sakit tekak kelamarin. Maka aku mengambil inisiatif masak sendiri. Lebih sihat dan tak memeningkan.

Semoga bermanfaat.
Wassalam.

Tuesday, October 27, 2009

Nutrients info

Assalamualaikum wbt... Lately my head had been full with cooking and medical information in certain food. So, i would like to share some with the readers so that the muwasafat "Qowiyyul Jism" can be achieved, insyaAllah. Try it!
__________________




Ginger Health: Goodness of Ginger Herb

Revered in the Orient for its powerful healing qualities and its culinary uses, Ginger has been in use since ages. A perennial herb, ginger is a greenish yellow rhizome. The botanical name of the spice is Zingiber Officinale. Ginger is been used extensively in the Orient; its benefits covering a spectrum so wide, that it includes the medicinal, culinary as well as aromatherapy fields. A pungent and flavourful spice, ginger is one of the most widely used spices in the East.

Ginger is known to be beneficial to the body in a number of ways. Ginger can be used in its raw as well as dried form. Raw ginger is thermogenic, anti-flatulent, appetiser, digestive and a powerful laxative.

Dried ginger is thermogenic, appetiser, laxative, expectorant, stimulant and effective to cure stomach disorders. Dried and ground ginger is used to cure cold, cough, cholera, nausea ad vomiting, inflammations, diarrhoea, colic, flatulence, anorexia, asthma and headaches.

Ginger has extensive uses in aromatherapy as well. Ginger yields an essential oil that is steam distilled from the unpeeled, dried and ground root. Ginger oil is used in combination with sandalwood, cedar wood and patchouli, which renders a woody-spicy scent to the mixture.

The uses of ginger as a digestive aid can be largely attributed to the presence of gingerols and shogaols, which help neutralise stomach acids, enhance the secretion of digestive juices and tone the muscles of the digestive tract.

The active ingredient in ginger is terpenes and an oleoresin, which is called ginger oil. These active agents are responsible for its antiseptic qualities, lymph-cleansing, circulation-stimulating and mild constipation relief. Research has shown that ginger lowers blood cholesterol by reducing cholesterol absorption in the blood and liver.

Other Ginger health benefits

Ginger has been known to reduce inflammation of the joints and muscle tissue for people suffering from arthritis or rheumatism. Ginger improves blood circulation, hence thought to improve the complexion too. It is also known to have reduced nervousness, ease tendonitis and relieve sore throats. Ginger is an effective herbal remedy for all kinds of motion sickness and even morning sickness during pregnancy. A great way to get rid of the uneasy, queasy feeling in the stomach. Scientists have found that ginger can block the effects of prostaglandin - a substance that causes inflammation of the blood vessels in the brain, which leads to migraine. Many women believe that consuming ginger tea during periods helps minimise menstrual cramps. Known for its warming action, ginger is an effective treatment in colds and flu. An effective remedy for cramps caused by flatulence, ginger stimulates digestion. Ginger is a mood enhancer, the Cineole present in ginger helps provide stress relief. It is a great mouth freshener and ginger tea is known for its refreshing properties.

Saturday, October 17, 2009

Allah Bersamamu


Album : Saatnya Kemenangan
Munsyid : Izzatul Islam
http://liriknasyid.com

Allah pasti kan bersamamu
bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti kan menolongmu
bila kau menolong agama-Nya

Takwalah pada Allah agar Allah memudahkan
sgala urusan dan perjuangan kita
sungguh Allah kan bersama yang berjihad di jalan-Nya
sungguh Allah Maha Kuat dan Perkasa

Allah pasti kan bersamamu
bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti kan menolongmu
bila kau menolong agama-Nya

Keadilan yang kita perjuangkan
Kesejahteraan yang kan kita wujudkan
Membutuhkan keimanan serta keikhlasan
Dalam meniti jalan keridhoan

Allah pasti kan bersamamu
bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti kan menolongmu
bila kau menolong agama-Nya

Amalkan syariat-Nya tuk mendapat balasan-Nya
Keikhlasan tuk tegaknya keadilan
Keadilan di bumi nusantara
Untuk masyarakat adil sejahtera

Ikhlas Dalam Berdakwah

Makna Ikhlash

Ikhlash (الإخلاص) adalah persoalan paling penting dalam amal dan ibadah seorang hamba kepada Allah SWT. Ikhlash, seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawy hafizhahullah adalah


عمل من أعمال القلوب، بل هو في مقدمة الأعمال القلبية، لأن قبول الأعمال لا يتم إلا به


“Sebuah amal dari amal-amal hati, tetapi ikhlash merupakan amal hati yang pertama-tama, karena sesungguhnya diterimanya amal-amal itu tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlash.”

Beliau juga menyebutkan hubungan antara ikhlash dengan tauhid, yaitu


ثمرة من ثمرات "التوحيد" الكامل لله تبارك وتعالى، الذي هو إفراد الله عز وجل بالعبادة والاستعانة


“Buah dari buah-buah tauhid yang sempurna karena Allah Tabaraka wa Ta’ala yaitu dengan menyendirikan Allah Azza wa Jalla dengan ibadah dan memohon pertolongan.”

Ikhlash juga bermakna pemurnian, yaitu membebaskan diri dari segala penyembahan kepada selain Allah, seperti harta, wanita, kedudukan. Allah SWT berfirman

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al An’am 162)

Banyak pula definisi ikhlash yang dikemukakan para ulama, namun pada hakikatnya semuanya sama. Beberapa definisi ikhlash adalah

  • menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah
  • membersihkan amalan dari komentar manusia
  • kesamaan antara amalan yang nampak dengan yang ada di batin (Hudzaifah al-Mar’asyi)
  • melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah (Abu ‘Utsman)

Sementara itu Imam Syahid Hasan al-Banna rahimahullahu memberikan definisi tentang ikhlash yaitu

أن يقصد الأخ المسلم بقوله وعمله وجهاده كله وجه الله , وابتغاء مرضاته وحسن مثوبته من غير نظر إلى مغنم أو مظهر أو جاه أو لقب أو تقدم أو تأخر , وبذلك يكون جندي فكرة وعقيدة , لا جندي غرض و منفعة

“Yaitu setiap al-akh muslim meniatkan dengan perkataannya, perbuatannya dan jihadnya seluruhnya hanya untuk Wajah Allah, mengharap keridhaanNya dan kebaikan ganjaranNya, tanpa melihat kepada harta atau kemasyhuran atau kedudukan atau pangkat atau kemajuan atau kemunduran. Dan dengan demikian ia pejuang fikrah dan aqidah, bukan pejuang kepentingan dan kemanfaatan.”

Urgensi Ikhlash

Ada sebuah hadits shahih mutawatir masyhur yang berkaitan dengan masalah ikhlash dalam niat ini. Rasulullah SAW bersabda

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه (متفق عليه

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR Bukhari-Muslim).

Begitu pentingnya masalah ikhlash ini, sampai-sampai Imam Nawawi rahimahullah meletakkan hadits di atas pada hadits pertama dalam kitab beliau Al-Arba’in An-Nawawiyyah dan Riyadhush Shalihin. Demikian pula Syaikh Fuad Abdul Baqi menempatkannya sebagai hadits di bagian awal dalam kitab beliau Al-Lu’lu’ wal-Marjan, yang merupakan kompilasi hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Asy-Syafi'i berkata, "Hadits ini adalah sepertiga ilmu".

Hadits ini berkaitan dengan sahabat Nabi SAW yang ikut berhijrah dari Makkah ke Madinah dengan niat untuk menikahi shahabiyah Ummu Qais, sehingga terkenal istilah Muhajir Ummu Qais. Dari hadits ini Rasulullah SAW menekankan akan pentingnya kemurnian niat dan keikhlasan. Lafazh innama (ﺎﳕﺇ) pada hadits di atas berfungsi untuk membatasi (hashr). Dengan kata lain, hasil dari suatu perbuatan sangat bergantung pada niat, orientasi dan tujuannya.

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW menekankan pentingnya kelurusan niat dalam berhijrah. Dalam amal Islami, hijrah merupakan salah satu amal yang sangat besar. Dalam sejumlah ayat seperti pada Surat Al Anfal 72-75, Allah SWT menggabungkan hijrah dengan iman dan jihad. Hijrah hakikatnya merupakan upaya untuk meninggalkan segala yang dilarang Allah SWT. Hijrah merupakan peralihan perjuangan Islam di masa Rasulullah SAW dari fase bina’ul iman wal aqidah, taqwiyyah ash-shabr dan ta’sisu qa’idah Islamiyah menjadi fase iqamatu ad-daulah, jihad dan intisyaru ad-da’wah fil ardh. Namun demikian hijrah yang diniati karena motivasi duniawi seperti memperoleh harta dan wanita, tidak akan bernilai lebih dari motivasi tersebut.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda

إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان خالصا، وابتغى به وجهه (رواه النسائي بإسناد جيد

“Sesungguhnya Allah SWT tidak menerima suatu amal kecuali dengan ikhlash dan dengannya mengharap wajah-Nya.” (HR Nasai dengan sanad yang bagus)

Hadits di atas sekali lagi menegaskan urgensi keikhlasan dalam beramal. Huruf لا danإلا menunjukkan nafi (pengecualian) dan itsbat (pengokohan) seperti dalam kalimat tauhid الله إلا لاإله

Sebuah atsar yang masyhur dari Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu menegaskan akan pentingnya dua syarat diterimanya amal, yaitu ikhlash dan shawab (sesuai dengan sunnah). Beliau berkata

إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل، وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل، حتى يكون خالصا وصوابا، والخالص: أن يكون لله، والصواب: أن يكون على السنة

“Sesungguhnya amal itu apabila ikhlash tetapi tidak shawab maka tidak akan diterima. Dan jika shawab tetapi tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima, hingga terdapat ikhlash dan shawab. Dan ikhlash itu adalah karena Allah dan shawab itu sesuai dengan sunnah.”

Setelah itu, Fudhail bin ‘Iyadh membaca ayat

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Al Kahfi 110).

Riya’ dan Sum’ah

Penyimpangan amal terjadi ketika niat tidak lagi ikhlash. Keinginan untuk dilihat orang lain atau pamer amal dinamakan dengan riya’. Sedangkan rasa ingin didengar orang lain disebut sebagai sum’ah. Baik riya’ maupun sum’ah adalah dua penyakit yang sangat berbahaya. Riya’ bahkan dikatakan sebagai asy-syirk al-ashghar (syirik kecil), sebab pahala amal yang disertai riya’ akan musnah. Rasulullah SAW bersabda

إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر" قالوا: وما الشرك الأصغر يا رسول الله؟ قال: الرياء
(رواه أحمد بإسناد جيد، وابن أبي الدنيا)

“Sesungguhnya yang paling takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya, apakah syirik kecil itu wahai Rasulallah? Rasulullah menjawab: Riya’.” (Diriwatkan oleh Ahmad dengan sanad jayyid dan Ibnu Abi Dunya)

Bahkan pelaku riya’ diancam dengan azab besar di neraka. Na’udzubillahi min dzalik. Sebuah hadits shahih berikut ini sangat penting untuk menjadi renungan kita bersama.

عن أبي هريرة قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
إن أول الناس يقضى يوم القيامة عليه: رجل استشهد، فأتى به، فعرفه نعمته فعرفها، قال: فما عملت فيها؟ قال: قاتلت فيك حتى استشهدت. قال: كذبت، ولكنك قاتلت لأن يقال: هو جرئ، فقد قيل، ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار، ورجل تعلم العلم وعلمه، وقرأ القرآن، فأتى به، فعرفه نعمه فعرفها، قال: فما عملت فيها؟ قال: تعلمت العلم وعلمته، وقرأت فيك القرآن. قال: كذبت، ولكنك تعلمت ليقال: عالم، وقرأت القرآن ليقال هو قارئ، فقد قيل، ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار، ورجل وسع الله عليه وأعطاه من أصناف المال، فأتى به، فعرفه نعمه فعرفها، قال: فما علمت فيها؟ قال: ما تركت من سبيل تحب أن ينفق فيها إلا أنفقت فيها لك، قال: كذبت، ولكنك فعلت ليقال: هو جواد، فقد قيل، ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار
(رواه مسلم والنسائي، ورواه الترمذي وحسنه، وابن حبان في صحيحه)

Dari Abu Hurairah yang berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Quran. Dia didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Quran karena-Mu.” Allah berfirman, ”Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka
Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”

(Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasai, dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Kurang apalagi kebaikan orang yang berjihad, mempelajari dan mengajarkan ilmu, membaca Al Quran dan suka berinfaq. Namun kebaikan itu musnah di sisi Allah SWT manakala orientasi amal tersebut karena mengharap pujian manusia, bukan pujian Allah SWT.

Dengan demikian, penting sekali buat kita untuk selalu menata dan memperhatikan niat setiap melakukan amal kebajikan.

إنما يبعث الناس على نياتهم (رواه ابن ماجه بإسناد حسن

“Sesungguhnya manusia bangkit (pada hari akhir) atas niat-niat mereka (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan)

Ikhlash dalam berdakwah

Bagi aktivis da’wah, kelurusan niat dalam berda’wah menjadi suatu kemestian. Ada kalanya seseorang berda’wah dan berjihad, tetapi dengan motivasi yang rendah seperti agar dilihat keberaniannya oleh orang lain, agar dianggap eksis serta motivasi memamerkan amal dakwah dan jihadnya. Rasulullah SAW ditanya mengenai masalah ini dan beliau menjawab.

مَنْ قاتَلَ لِتَكُون كلِمةُ اللَّهِ هِي الْعُلْيَا فهُوَ في سَبِيلِ اللَّهِ ( مُتَّفَقٌ عليه)

Hadits di atas menunjukkan definisi yang sejati tentang jihad di jalan Allah SWT, yaitu segala daya upaya untuk meninggikan kalimat Allah. Karena itu, segala aktivitas yang dilabeli jihad namun tidak memiliki orientasi murni untuk menegakkan kalimat Allah SWT, tidaklah dinamakan jihad fi sabilillah.

Bagi aktivis da’wah khususnya, ada sejumlah rambu-rambu yang selayaknya diperhatikan agar niat lurus dalam da’wahnya selalu terjaga.

Menjauhi kemasyhuran

Berbagai akhlaq salafush shalih mengajarkan bahwa mereka sangat takut dengan puji-pujian, kemasyhuran dan popularitas. Bagi mereka, cukuplah Allah SWT sebagai Dzat yang memuji. Mereka berpandangan, pujian dari manusia dapat melengahkan dan melenakan diri sehingga amal perbuatan tidak lagi ikhlash karena Allah.

Ibn Muhairiz berkata kepada orang yang meminta nasihat kepadanya, “Jika bisa, hendaklah engkau mengenal tetapi tidak dikenal, berjalanlah sendiri dan jangan mau diikuti, bertanyalah dan jangan ditanya. Lakukanlah hal ini.”

Bisyr al-Hafi berkata, “Saya tidak mengenal orang yang suka kemasyhuran melainkan agama menjadi sirna dan dia menjadi hina. Tidak akan merasakan manisnya kehidupan akhirat, orang yang suka terkenal di tengah manusia”.

Fudhail bin Iyadh berkata, ”Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sukarnya engkau tidak dikenal? Apa sukarnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak mengapa engkau tercela di hadapan manusia selagi engkau terpuji di sisi Allah.”

Imam Ahmad berkata: “Aku ingin tinggal di jalan-jalan di sela-sela gunung-gunung yang ada di Mekah hingga aku tidak dikenal. Aku ditimpa musibah ketenaran

Bagi aktivis da’wah, popularitas dan pujian dari manusia dapat merubah orientasi da’wah seseorang. Dari da’wah karena Allah, menjadi da’wah untuk mencari popularitas. Dari da’wah untuk mendapatkan pujian Allah, menjadi da’wah untuk mendapatkan pujian manusia.

Sebenarnya, popularitas dan kemasyhuran itu tidaklah jelek. Para Nabi, Khulafa ar-Rasyidin dan para Imam adalah orang yang dikenal manusia. Ungkapan salafush shalih tersebut bukanlah ajakan untuk ber’uzlah. Tetapi yang tercela adalah mencari kemasyhuran dan kedudukan, serta sangat bercita-cita untuk mendapatkannya.

Beramal secara diam-diam

Amal yang dilakukan diam-diam berpeluang lebih selamat dari riya’ dibandingkan dengan amal secara terbuka. Allah SWT berfirman

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Baqoroh: 271).

Para ulama menjelaskan tentang keutamaan menyembunyikan amal kebajikan (karena hal ini lebih menjauhkan dari riya) itu hanya khusus bagi amalan-amalan mustahab bukan amalan-amalan yang wajib. Sedekah yang wajib secara terang-terangan lebih afdhol daripada secara tersembunyi. Adapun sedekah yang mustahab maka sebaliknya.” Sebagian mereka juga mengecualikan orang-orang yang merupakan teladan bagi masyarakat, maka justru lebih afdhol bagi mereka untuk beramal terang-terangan agar bisa diikuti dengan syarat mereka aman dari riya’, dan hal ini tidaklah mungkin kecuali jika iman dan keyakinan mereka yang kuat.

Secara khusus ada keuntungan bagi orang-orang yang “hidden”. Dalam hadits Mu’adz, Rasulullah SAW bersabda

إن الله يحب الأبرار الأتقياء الأخفياء، الذين إن غابوا لم يفتقدوا، وإن حضروا لم يعرفوا، قلوبهم مصابيح الهدى، يخرجون من كل غبراء مظلمة

“Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa dan yang menyembunyikan amalnya. Yaitu orang-orang yang jika tidak hadir mereka tidak dicari, dan jika hadir mereka tidak dikenal. Hati mereka adalah pelita petunjuk. Mereka keluar dari setiap tempat yang gelap.”

Selalu sabar dalam berda’wah

Allah SWT memberikan ilustrasi berupa kisah Nabi Nuh AS yang begitu sabar berda’wah selama 950 tahun (Al Ankabut 14). Nabi Nuh selalu berda’wah siang dan malam tanpa kenal lelah (Nuh 5). Beliau juga menggunakan berbagai metode, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan (Nuh 8-9). Bahkan keluarganyapun juga tidak menyambut ajaran beliau. Kesabaran beliau ditunjukkan ketika mendapatkan wahyu Allah SWT untuk membuat kapal (Al Mu’minuun 27-28) dimana orang-orang kafir mengejek Nabi Nuh dan para pengikut beliau (Hud 11).

Kesabaran dalam berda’wah berbanding lurus dengan keikhlasan. Orang-orang yang ikhlash selalu bersabar dalam menghadapi ujian dalam da’wah. Namun, terkadang ada orang-orang yang ingin segera cepat-cepat menikmati hasil da’wahnya. Perilaku yang disebut isti’jal, dilakukan oleh orang-orang yang mengubah tujuan da’wahnya, dari da’wah murni kepada Allah SWT menjadi da’wah yang berorientasi kepada hasil. Ketika sahabat Khubaib bin al-Arat menanyakan kapan datangnya pertolongan Allah, Rasulullah SAW menjawabnya dengan ilustrasi kisah orang pada zaman terdahulu yang tetap bersabar walaupun harus menerima ujian disisir dari sisir besi. Di akhir, Rasulullah mengatakan (ولكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ) “Akan tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR Bukhari)

Berbuat yang ikhlash dan wajar ketika memimpin

Orang yang ikhlash karena Allah akan berbuat yang wajar, baik ketika memimpin di depan sebagai qiyadah maupun ketika berada di belakang sebagai jundiyah. Tidak ada perubahan dalam orientasi amalnya maupun sikap dan perbuatannya, baik ketika dikenal orang banyak, maupun ketika tidak dikenal. Dalam hal ini, sikap Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dapat menjadi teladan, ketika beliau tetap ikhlash berjuang meskipun diberhentikan dari panglima perang oleh khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Syaikh Yusuf Qaradhawy memberikan taushiyah mengenai (الفرح بكل كفاية تبرز ) dalam hubungannya dengan persoalan jama’ah. Beliau menyatakan, qiyadah yang ikhlash akan senang jika banyak orang-orang baik yang bergabung dengan jama’ah. Dia tidak akan terganggu atau dengki atau gelisah karena kehadirannya. Bahkan qiyadah yang ikhlash melihat, jika ada orang lain yang lebih baik dari dirinya dalam hal memikul tanggung jawab, ia dengan senang hati untuk mundur dan memberikan tanggung jawab kepada orang lain.

Beliau mengkritik orang-orang yang diberikan amanah namun selalu berusaha mempertahankan jabatannya, tidak mau mundur dan suka menekan orang lain. Padahal seiring dengan perjalanan waktu, keadaan akan berubah dan orang yang kuat akan menjadi lemah. Ada ungkapan (لكل زمان رجاله) , setiap zaman ada rijalnya. Beliau mengkritik pemimpin yang yang mati-matian mempertahankan kedudukannya dengan anggapan dialah yang paling mampu mengendalikan perahunya.

Syaikh Yusuf Qaradhawy juga menyatakan, aktivis dakwah tidak boleh menutup mata dan telinga ketika mendapatkan kritik dari orang lain. Beliau bahkan memperingatkan bahaya sebuah jamaah yang disusupi dari luar, kepincangan dalam berfikir dan beramal, tidak ada inovasi dan pembaharuan, sebagai akibat kerakusan satu atau dua orang yang terlibat di dalamnya.

Menghindari ujub.

Ujub (i'jab bin nafsi) adalah penyakit membanggakan diri sendiri, dengan tidak merendahkan orang lain. Walaupun tidak merendahkan orang lain, penyakit ini cukup berbahaya, karena berpotensi menuju ghurur. Ghurur adalah penyakit membanggakan diri sendiri disertai dengan merendahkan orang lain. Karena itu ghurur dikatakan sebagai syiddatul i'jab. Di atas ghurur adalah penyakit takabbur alias sombong. Takabbur dikatakan syiddatu syiddatil i'jab. Jadi pada akhirnya, ujub berbahaya karena menuju kepada takabbur. Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Aafatun ‘ala ath-thariq menjelaskan tentang bahaya penyakit ujub, ghurur dan takabbur.

Perang Hunain memberikan pelajaran besar akan bahaya penyakit ujub, ketika kaum muslimin merasa yakin akan mendapatkan kemenangan karena membanggakan jumlah yang besar. Allah SWT berfirman


لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (At-Taubah 25)

Lafazh (أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ) menunjukkan bahwa kaum muslimin berbangga dengan jumlah yang besar, pada akibatnya mereka bercera-berai.

Penyakit ujub juga dapat muncul ketika seseorang atau sebuah jama’ah merasa dirinya lebih baik atau lebih suci daripada orang atau jama’ah lain. Padahal Allah SWT berfirman

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“…Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (an-Najm 32)

Selayaknya, aktivis da’wah seperti halnya orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang gemar membersihkan diri (at Taubah 108). Sebab aktivis da’wah bukanlah orang yang bersih dari dosa. Taubat dan muhasabah adalah alat untuk mengevaluasi diri dan jamaah, sejauh mana kelurusan niat dan langkah dakwahnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

Bahan rujukan:

  • Al Quranul Karim
  • Imam Nawawy, Riyadhush Shalihin
  • Ibnu Hajar al-Atsqalany, Fathul Bari
  • Yusuf al-Qaradhawy, An-niyyat wal-ikhlash, http://www.qaradawi.net
  • Hasan al-Banna, Majmu’ah Rasail.

 

Text