Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label tsaqafah. Show all posts
Showing posts with label tsaqafah. Show all posts

Wednesday, August 10, 2011

Ramadhan 2011 Around the World...

Anak-anak berbuka puasa di Masjid King Fahad pada hari pertama bulan puasa Ramadhan di Culver City, Los Angeles, California 1 Agustus 2011. (Reuters)

Seorang pemberontak Libya membaca Al-Quran sebelum berbuka puasa di garis depan dekat kota Libya Zlitan, 160 km (100 mil) timur Tripoli, 1 Agustus 2011. (Reuters)

Para wanita mempersiapkan makanan untuk dijual di hari pertama bulan suci Ramadhan di distrik Utako ibukota Nigeria Abuja, 1 Agustus 2011. (Reuters)

Acara buka puasa massal di kota Istanbul, Turki (AA)

Seorang Muslim Nepal membaca Al-Quran pada hari kedua puasa di bulan suci Ramadhan di kota Kathmandu, 2 Agustus 2011. (Reuters)

Seorang pria membaca Al-Quran pada hari pertama Ramadhan saat berlindung dari hujan di trotoar kota Lahore, 2 Agustus 2011. (Reuters)

Muslim Kashmir melakukan pembersihan di sebuah masjid di Srinagar, ibukota musim panas Kashmir India, 1 Agustus 2011. (EPA)

Sebuah gambar yang menunjukkan Saleh Tayseer, salah satu pemimpin dari masjid Dar Al Salam menyambut jamaah yang berkumpul di dalam masjid untuk tarawih bersama pada malam bulan suci puasa Ramadhan di Budapest, Hungaria, 31 Juli 2011. (EPA)

Tembakan meriam polisi UEA, sebagai sinyal berbuka puasa di Dubai, Uni Emirat Arab, pada 1 Agustus 2011. (EPA)

Demonstran Yaman anti pemerintah berdoa sebelum berbuka puasa pada hari pertama bulan puasa Ramadhan, di kota Sanaa, Yaman, 1 Agustus 2011.

Source: www.eramuslim.com

Friday, November 05, 2010

"Kesungguhan": Bekal dalam Jalan Dakwah

Apa yang dikehendaki oleh Islam daripada penganutnya ialah membentuk umat yang saleh untuk menjadi khalifah dan memakmurkan muka bumi, supaya dengan itu ia menjadi umat yang terpelihara identitinya dan memuliakan diri menuju mercu jaya. Itu tidak akan dapat dicapai kecuali dengan sikap positif dan bersungguh-sungguh.

Ia hendaklah bermula dengan dirinya, kemudian berpindah posisi daripada kedudukan pengkritik kepada kedudukan penyumbang yang menggerakkan peristiwa dan mengepalai urusan dengan penuh keyakinan diri dan kebergantungan kepada Allah tanpa mengindahkan segala halangan atau terpengaruh dengan desakan orang awam.

Makna kesungguhan

Kesungguhan lawan kepada perkataan olok-olok, bermudah-mudah, lemah dna lembap. Ia bermaksud: 'melaksanakan tanggungjawab syarak dan dakwah serta-merta, cekal dan berterusan dengan menggunakan semaksimum mungkin kebolehan yang ada, tanpa mempedulikan halangan atau mencari alasan untuk tidak melakukannya.'

Lima syarat yang melengkapi kesungguhan

1. Melaksanakan tanggungjawab dengan serta-merta
Hal ini dapat dilihat dengan sempurna dalam peristiwa pengharaman arak (Al-Maaidah,5:90-91), perubahan kiblat (Al-Baqarah,2: 143) dan arahan supaya wanita bertudung, dimana para sahabat melakukannya dengan serta-merta tanpa berlengah walaupun melibatkan kerugian yang banyak kepada keluarga dan individu. Keteguhan iman...

2. Kekuatan dan keazaman
Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam pendirian Umar ketika berhijrah. Beliau dengan berani mencabar Quraisy: "saya akan berhijrah, sesiapa yang mahu melihat emaknya kehilangan anak, isterinya menjadi janda atau anaknya menjadi yatim sila halang aku..." tak seorang pun berani mengekorinya. Kisah kepahlawanan sahabat dalam perang Hamra' Al-Asad, keberanian Salamah bin al-Akwa' dalam peperangan Zi Qird, dan Ja'far bin Abi Talib mempertahankan panji Islam dalam peperangan Mu'tah, walaupun kudung kedua-dua tangannya.

3. Cekal dan berterusan
Hal ini dapat dilihat dengan jelas melalui peristiwa-peristiwa sepanjang sirah Rasulullah SAW bermula dengan zaman rahsia, dakwah diumumkan , melalui senang dan susah tanpa putus asa. Baginda pernah bersabda, "Jikalau mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk aku meninggalkan urusan ini, nescaya takkan aku meninggalkannya sehingga Allah memberikan kemenangan kepadaku atau aku binasa kerananya...".

4. Menggunakan kebolehan secara maksimum
Abu Bakar As-Siddiq membelanjakan hartanya semua sekali. Uthman r.a menanggung semua keperluan ketenteraan untuk tentera Islam dalam perang Tabuk dan Mus'ab bin Umair meninggalkan kehidupan yang mewah dan berpada dengan bekalan yang sedikit untuk menajdi duta dakwah di Yathrib. Dan beliau syahid dalam keadaan tidak cukup pakaian untuk mengapankannya.

5. Mengatasi halangan atau keuzuran
Kita melihat mereka berpegang kepada 'azimah (lawan rukhsah), sedaya upaya melaksanakan tanggungjawab dan menyertainya bersama tidak kira apa pun suasana. Amru bin Al-Jamuh ingin keluar berjihad, lalu dihalang oleh anak-anaknya kerana ia cacat. Rasulullah SAW memberitahunya beliau boleh mengambil rukhsah, tetapi ia menjawab, "Mudah-mudahan aku dapat melangkah ke syurga dengan kakiku yang cacat ini".

Subhanallah... Moga-moga jiwa-jiwa para sahabat ini makin menular dalan jiwa kita, insyaAllah...
Moga bermanfaat.
Wassalam

p/s: copied from a handout given by my murobbi.

Saturday, October 30, 2010

10 CIRI KADER ANDALAN

Ada ungkapan yang mengatakan, “yang tidak memiliki tak kan bisa memberi”.
Bagi seorang kader dakwah, ungkapan itu menggambarkan perlunya membentuk karakter yang memungkinkannya menjadi salah satu motor penggerak dakwah. Ini pula yang akan membedakannya dengan orang kebanyakan. Agar ia selalu bisa ’memberi’ di tengah kekacauan umat.

1. Salimul Aqidah (aqidahnya bersih)
Akidah adalah asas dari amal. Amal-amal yang baik dan diridhai Allah lahir dari aqidah yang bersih. Dari sini akan lahir pribadi-pribadi yang memiliki jiwa merdeka, keberanian yang tinggi, dan ketenangan. Sebab, tak ada ikatan dunia yang mampu membelenggunya, kecuali ikatan kepada Allah swt. Seorang kader dakwah yang baik akan selalu menjaga kemurnian aqidahnya dengan memperhatikan amalan-amalan yang bisa mencederai keimanan dan mendatangkan kemusyrikan. Sebaliknya, selalu berusaha melakukan amalan-amalan yang senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Aplikasi: Senantiasa bertaqorrub (menjalin hubungan) dengan Allah, ikhlas dalam setiap amal, mengingat hari akhir dan bersiap diri menghadapinya, melaksanakan ibadah wajib dan sunnah, dzikrullah di setiap waktu dan keadaan, menjauhi praktik yang membawa pada kemusyrikan.

2. Shahihul Ibadah (ibadahnya benar)
Ibadah, wajib dan sunnah, merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Allah swt. Kedekatan seorang hamba ditentukan oleh intensitas ibadahnya. Ibadah menjadi salah satu pintu masuk kemenangan dakwah. Sebab, ibadah yang dilakukan dengan ihsan akan mendatangkan kecintaan Allah swt. Dan kecintaan Allah akan mendatangkan pertolongan.
Aplikasi: Menjaga kesucian jiwa, berada dalam keadaan berwudhu di setiap keadaan, khusyu dalam shalat, menjaga waktu-waktu shalat, biasakan shalat berjamaah di masjid, laksanakan shalat sunnah, tilawah al-Qur’an dengan bacaan yang baik, puasa Ramadhan, laksanakan haji jika ada kesempatan.

3. Matinul Khuluq (akhlaqnya tegar)
Seorang kader dakwah harus ber-iltizam dengan akhlaq islam. Sekaligus memberikan gambaran yang benar dan menjadi qudwah (teladan) dalam berperilaku. Kesalahan khuliqiyah pada seorang kader dakwah akan berdampak terhadap keberhasilan dakwah.
Aplikasi: Tidak takabur, tidak dusta, tidak mencibir dengan isyarat apapun, tidak menghina dan meremehkan orang lain, memenuhi janji menghindari hal yang sia-sia, pemberani, memuliakan tetangga. Bersungguh-sungguh dalam bekerja, menjenguk orang sakit, sedkit bercanda, tawadhu tanpa merendahkan diri.

4. Qadirul’alal Kasb (kemampuan berpenghasilan)
Kita mengenal prinsip dakwah yang berbunyi ”shunduquna juyubuna (sumber keuangan kita dari kantong kita sendiri)”. Yang berarti setiap kader harus menyadari bahwa dakwah membutuhkan pengorbanan harta. Oleh karena itu setiap kader dakwah harus senantiasa bekerja dan berpenghasilan dengan cara yang halal. Tidak menjadikan dakwah sebagai sumber kehidupan.
Aplikasi: Menjauhi sumber penghasilan haram, menjauhi riba, membayar riba, membayar zakat, menabung meski sedikit, tidak menunda hak dalam melaksanakan hak orang lain, bekerja dan berpenghasilan, tidak berambisi menjadi pegawai negeri. Mengutamakan produk umat Islam, tidak membelanjakan harta kepada non-muslim.

5. Mutsaqaful Fiqr (pikirannya intelek)
Intelektualitas seorang kader dakwah menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah. Sejarah para nabi juga memperlihatkan hal itu. Kita melihat bagaimana ketinggian intelektualitas Nabi Ibrahim, dengan bimbingan wahyu, mampu mematahkan argumentasi Namrud. Begitu pula kecerdasan Rasul dalam mengemban amanah dakwahnya, sehingga ia digelari fathonah (orang yang cerdas).
Aplikasi: Baik dalam membaca dan menulis. Upayakan mampu berbahasa Arab, menguasai hal-hal tertentu dalam masalah fiqih seperti shalat, thaharah dan puasa, memahami syumuliatul Islam, memahami ghazwul fikri, mengetahui problematika kaum nasional dan internasional, menghafal al-Qur’an dan hadits, memiliki perpustakaan pribadi sekecil apapun.

6. Qawiyul Jism (fisiknya kuat)
Beban dakwah yang diemban para kader dakwah sangat berat. Kekuatan ruhiyah dan fikriyah saja tidak cukup untuk mengemban amanah itu. Harus ditopang oleh kekuatan fisik yang prima. Sejumlah keterangan al-Qur’an dan Hadits menjelaskan betapa pentingnya aspek ini.
Aplikasi: Bersih pakaian, badan dan tempat tinggal, menjaga adab makan dan minum sesuai dengan sunnah, berolahraga, bangun sebelum fajar, tidak merokok, selektif dalam memilih produk makanan, hindari makanan/minuman yang menimbulkan ketagihan, puasa sunnah, memeriksakan kesehatan.

7. Mujahidu Linafsihi (bersungguh-sungguh)
Bersungguh-sungguh adalah salah satu ciri orang mukmin. Tak ada keberhasilan yang diperoleh tanpa kesungguhan. Kesadaran bahwa kehidupan manusia di dunia ini sangat singkat, dan kehidupan abadi adalah kehidupan akhirat, akan melahirkan kesungguhan dalam menjalani kehidupan.
Aplikasi: Menjauhi segala yang haram, menjauhi tempet-tempat maksiat, memerangi dorongan nafsu, selalu menyertakan niat jihad, hindari mengkonsumsi yang mubah, menyumbangkan harta untuk amal islami, menyesuaikan perkataan dengan perbuatan, memenuhi janji, sabar, berani menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

8. Munazham fi syu’unihi (teratur dalam semua urusannya)
Seorang kader dakwah harus mampu membangun keteraturan dalam kehidupan pribadi dan keluarganya agar bisa menghadapi persoalan umat yang rumit dan kompleks.
Apalikasi: Memperbaiki penampilan, jadikan shalat sebagai penata waktu, teratur di dalam rumah dan tempat kerjanya, disiplin dalam bekerja, memprogram semua urusan, berpikir secara ilmiah untuk memecahkan persoalan, tepat waktu dan teratur.

9. Haritsun ’ala waqtihi (efisien menjaga waktu)
Untuk menggambarkan betapa pentingnya waktu, ada pepatah mengatakan ”waktu ibarat pedang”. Bila tak mampu dimanfaatkan maka pedang waktu akan menebas leher kita sendiri. Seorang kader harus mampu seefektif mungkin memanfaatkan waktu yang terus bergerak. Tak boleh ada yang terbuang percuma.
Aplikasi: Bangun pagi, menghabiskan waktu untuk belajar, mempersingkat semua urusan (tidak bertele-tele). Mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, tidak tidur setelah fajar.

10. Nafi’un Lighairihi (berguna bagi orang lain)
Rasul menggambarkan kehidupan seorang mukmin itu seperti lebah yang akan memberi manfaat pada lingkungan sekitarnya. Kader dakwah memberi manfaat karena setiap ucapan dan gerakannya akan menjadi teladan bagi sekitarnya.
Aplikasi: Melaksanakan hak orang tua, ikut berpartisipasi dalam kegembiraan, membantu yang membutuhkan, menikah dengan pasangan yang sesuai, komitmen dengan adab Islam di dalam rumah, melaksanakan hak-hak pasangannya (suami-istri), melaksanakan hak-hak anak, memberi hadiah pada tetangga, mendo’akan yang bersin.


source: deddy24.multiply.com/journal/item/6

Buah Manis dari Sebuah Kesabaran

Oleh Mira Kania Dewi

Aku mengenalnya empat tahun silam. Usianya terpaut empat tahun lebih muda dariku. Sebut saja Melati (bukan nama sebenarnya). Kami pertama bertemu saat bersama-sama melakukan tadabbur alam ke pantai Rayong bersama komunitas muslim Indonesia lainnya di Negeri Siam.


Melati menikah di tahun yang sama dengan pernikahanku (tahun 1995). Pernikahannya tergolong muda di jaman seperti sekarang ini. Aku menikah di usia 24 tahun, berarti tentunya Melati menikah di usia 20 tahun.


Sejak mengenalnya aku banyak belajar hal-hal baru yang tentunya bernilai positif. Banyak keunggulan yang dimiliki Melati sebagai seorang wanita sekaligus seorang istri. Walaupun usianya masih muda namun pengetahuannya sangat luas. Selain ia sudah menyandang gelar S2 dan menguasai berbagai bahasa asing, Melati juga pandai mengaji dan memiliki pemahaman yang baik tentang Islam. Tak heran, ia menjadi salah satu ustadzahku dalam menimba ilmu agama.


Tak hanya itu, Melati juga seorang yang sangat bersahaja, mandiri, dan seorang wanita yang kuat dalam menjalani hidup. “Tiada seorangpun yang dapat kita sandarkan termasuk suami, ayah, ibu atau kakak dan adik, kecuali Alloh,” sahutnya lirih kepadaku saat ia menghadapi cobaan hidup.


Persahabatan kami tak hanya seputar murid dan guru, Melati juga menjadi partnerku dalam bermain badminton di akhir pekan. Kami mempunyai tujuan yang sama, ingin menjaga kesehatan dan stamina tubuh.


Satu hal yang membedakan kami berdua, aku telah meraih gelar “ibu” sedangkan Melati masih berjuang mendapatkannya. Melati bercerita, berbagai ikhtiar telah dilakukannya sejak awal pernikahannya termasuk usaha bayi tabung. Namun akhirnya ia harus menelan kekecewaan saat mengalami keguguran di usia kehamilan satu bulan.


Entah satu dan lain hal yang aku sendiri tak tahu pasti, Melati berkata bahwa keguguran yang ia alami mengharuskannya menjalani operasi di perutnya. Maka sejak saat itu pula perutnya mengalami gangguan. Pihak rumah sakit di Negara Hitler tempat dahulu ia bermukim di sana, menyatakan bahwa Melati tak mungkin bisa hamil dan mendapatkan keturunan. Kejadian itu terjadi lebih dari 10 tahun silam. Melati berduka, pupus sudah asa menjadi seorang ibu dan menimang buah hati di pangkuannya. Namun ia tetap berusaha untuk tetap tegar dan selalu riang.


Seiring dengan kepindahannya ke Negeri Gajah Putih, suatu hari sempat aku utarakan kepada Melati agar ia mencoba untuk berobat lagi untuk mendapatkan keturunan.


“Setahuku, sudah cukup banyak lho orang-orang Indonesia yang berhasil mendapatkan keturunan di sini,” sahutku.


“Iya, sebetulnya aku sudah ada niat berobat lagi. Nanti deh kalau sedang agak longgar waktunya,” begitulah kurang-lebih jawaban Melati kepadaku. Tak sepertiku, Melati adalah seorang wanita karir yang bekerja di sebuah perusahaan besar sehingga hari-harinya sudah disibukkan dengan bekerja seharian di kantor. Sehingga akhir pekan menjadi sangat berharga baginya untuk melepaskan lelah sekaligus tetap mengurusi urusan rumah tangga lainnya. Jadwal yang cukup padat buat Melati.


Lama kami tak berjumpa. Dalam sebuah pengajian akbar di KBRI, aku bertemu lagi dengan Melati. Tiba-tiba di akhir acara, ia menghampiriku dan dengan sedikit berbisik ia berseru,” Mbak, aku hamil!”.


“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS 16 : 96)


Aku terharu mendengarnya. Subhanalloh! Sahutku sambil memeluknya. Mataku sedikit berair. “Jaga kesehatan ya, Melati,” lanjutku kemudian. Pernyataan dokter tentang ketidakmampuannya memberikan keturunan terbukti keliru. Memang, jika Alloh sudah berkehendak maka tak ada sesuatupun yang dapat menghalanginya.


Kegiatan bermain badminton di akhir pekan tak dapat lagi dilakukannya. Sejak saat itu kami menjadi lebih jarang bertemu. Melati harus menjaga kesehatan dan kehamilannya dengan baik. Belum lagi, ia harus berjuang melawan rasa mual yang menjadi-jadi di awal kehamilan. Namun itulah anugerah yang tiada terkita buat kami, para ibu. Ya, itulah kenikmatan yang hanya diberikan oleh wanita-wanita pilihan-NYA kala memegang amanah untuk menjadi seorang ibu.


Tak terasa empat bulan berlalu. Semua tampak lancar-lancar saja. Namun suatu siang, aku dikejutkan oleh berita via sms tentang kehamilan Melati. Melati mengalami pendarahan. Astagfirullohal’adzim, semoga Melati dan bayinya diberikan kekuatan, kesehatan, dan keselamatan, jeritku dalam hati.


Alloh Hafidz, bayi dalam kandungannya dinyatakan sehat wal’afiat. Melati boleh pulang ke rumah dengan syarat harus tetap bed rest (istirahat di tempat tidur). Tak terbayangkan bagaimana besarnya pengorbanan yang dilakukan Melati dan berjuta-juta wanita lainnya selama masa kehamilan. Maka sudah sepantasnyalah predikat “surga di bawah telapak kaki ibu” disandang oleh wanita-wanita pilihan termasuk Melati.


Dua hari kemudian aku menjenguknya di rumah. Rupanya Melati mengalami plasenta yang letaknya di bawah (plasenta previa) sehingga akan terjadi pendarahan jika ia melakukan suatu aktivitas. Kulihat Melati berbaring tak berdaya di atas tempat tidur. “Sabar ya, Melati. Beginilah kalau menjadi ibu. Harus siap berkorban kapan saja, di situlah letak surganya,” sahutku perlahan. Aku yakin, Melati pasti lebih paham tentang hal ini daripada aku.


“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)...” (QS 46 : 15).


“Do’akan kami ya, Mbak. Aku sangat bersyukur dan bahagia sekali sudah bisa merasakan hamil dan sampai ke tahap seperti ini,” ujarnya sambil berusaha tersenyum. Tanpa ia jelaskan, aku sudah mafhum betapa bahagianya ia menyambut buah hatinya. Foto-foto hasil USG (ultra sono grafi) dipajang di dinding kamar Melati bersebelahan dengan tempat tidurnya. Belum lagi, berbagai literatur yang dibaca Melati untuk mempersiapkan kehadiran jabang bayi.


Melati menceritakan kejadian yang telah dialaminya malam itu. Sekitar pukul 12 malam ia terbangun dari tidur dan terkejut menemukan seprai tempat tidurnya berlumuran darah segar. Meski takut dan bingung, Melati berusaha berjalan perlahan dituntun sang suami menembus gelapnya malam mencari sebuah taksi menuju rumah sakit.


Ah, sudah tiga buah taksi yang ia hentikan di pinggir jalan namun tak satupun yang mau mengantarnya ke rumah sakit. Melati panik dan gelisah. Melati lupa, bahwa hari itu adalah hari terakhir masih berlakunya jam malam akibat konflik politik yang sedang melanda Negeri Gajah Putih saat itu. Sesuai aturan yang berlaku, tidak boleh ada yang keluar rumah saat jam malam diberlakukan (24.00-04.00). Jadi itulah sebabnya mengapa beberapa taksi tak bersedia mengantarnya. Allohu Akbar!


Do’a seorang wanita hamil, diijabah oleh Alloh dan di’amin’kan oleh beribu-ribu malaikat. Alhamdulillah, Alloh Maha Penolong, akhirnya taksi ke-4 bersedia mengantarnya menuju rumah sakit.


Singkat cerita, empat bulan berlalu sejak aku meninggalkan Negeri Siam untuk berhijrah pulang ke tanah air tercinta. Tiga hari lalu, aku kembali dikejutkan oleh berita tentang Melati. Namun kali ini berita gembira yang aku dapat dari sms telepon genggamku. Alhamdulillah, Melati telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat wal’afiat melalui operasi caesar.


Melati, kuucapkan selamat atas kelahiran buah hatimu yang telah engkau dambakan dan engkau tunggu 15 tahun lamanya. Aku turut bahagia. Aku do’akan dari jauh, semoga anakmu menjadi anak yang sholeh, yang menjadi penyejuk hati ayah-bundanya.
Melati, akhirnya gelar “ibu” berhasil kau raih. Betapa mulianya derajat itu sehingga patut kita syukuri bersama. Tak semua wanita mendapatkan gelar yang indah itu. Kau layak mendapatkannya. Semua itu adalah buah manis dari Yang Maha Penyayang dari kesabaran dan keihklasanmu selama ini.


Melati, semoga suatu hari nanti kita dapat bertemu kembali dan berkenalan dengan permata hatimu. Kelak kau akan menyadari betapa nikmat dan bahagianya menjadi seorang ibu seperti yang aku rasakan.


Wallohua’lam bishshowaab.

(mkd/bintaro/19.10.10)


source: www.eramuslim.com

Wednesday, October 06, 2010

The Miracle Of Talking birds 1

The Physical Formation of Sound in Birds

You might assume that in order for a parrot to be able to imitate the human voice-to use a person's same spoken words, stresses and pronunciation-they must possess a larynx whose structure is similar to a human's. However, the structure of the human larynx bears no resemblance to these creatures' physical structures. The larynx, vocal cords, tongue, lips, palate and teeth that humans use in speech are completely different in birds, and some do not exist at all. But even though all birds lack these structures, still these species can reproduce phrases spoken by humans-and in the same tones. If we consider that a person without a tongue is unable to speak or that we lose our voice if the vocal cords are damaged, it's also worth considering that parrots, budgerigars, and mynahs, members of the crow family, have completely different physical characteristics which nevertheless enable them to talk in the same way as humans.

There are other differences between the systems that humans and birds use to produce vocal sounds. We produce most sounds d by expelling air from the lungs through the larynx. Different sounds are created, according to the degree of vibration of the vocal cords. The position of the tongue and lips and the flow of air through the mouth or nasal cavity are only a few of the many other factors affecting sound production. The pharynx, found in humans, lets the tongue divide the vocal tract above the larynx into two cavities with their own distinct resonances. Where these resonances occur, the overtones of the frequencies (or number of vibrations) from the vocal cords are amplified. Formants (from the Latin formare: to shape, or form) are resonant frequencies of the vocal tract, the natural shapes that air assumes in the vocal passage. When you make a consonant, for example, this has an effect on the formants of the neighbouring vowels, raising or lowering formants as the vowel sound gets closer to the corsonant. Experiments have shown that two formants are sufficient in order to differentiate speech sounds from each other. 5

Birds have no larynx similar to a human's, but do have a special vocal organ, known as the syrinx, that enables them to produce sounds. In birds, air from the lungs passes through this organ. In a sense, the bird's syrinx is the equivalent of our human larynx. One of the principal differences is that in humans, our vocal cords are positioned closer to the windpipe. So far, the fact that the bird's syrinx is deep inside the body has prevented scientists from obtaining a complete answer as to how birds produce sound. Scientists have filmed birds using infra-red and x-ray cameras, and have made close studies of their song and speech by means of fiber-optic microscopes inserted in their throats. Yet we still cannot explain the physical process by which birds produce song and imitate sounds.

Within the bird's breast, its vocal organ is like a branched instrument, located at where its voice box meets the two bronchial tubes. As shown on the adjacent page, one branch of the syrinx opens into one bronchus and the second branch into the other; and either one of these two bronchi can produce sound. Some birds can use either both sides of their voice organ simultaneously, or one of the two independently and, by this means, can produce two separate tones of the same frequency, at the same time. They can sing a high note with one side, while producing a low note with the other. And since the bird's vocal organ is situated at the juncture of the two bronchial tubes, it can produce sound from two different sources. This even allows the bird to produce two different notes simultaneously, and even to sing a duet with itself. To a great extent, sounds produced here are subsequently combined, giving birds the potential of creating rich melodies. While humans use only about 2% of the air they inhale to produce sound, birds have the ability to use it all.6

The syrinx is located in a pouch within the clavicle below the bird's throat. The membrane covering this pouch is sensitive to the air coming from the lungs, and its elasticity and complexity of the membrane are factors that determine the quality of sounds. The sound quality is also affected by the length of the windpipe, the constriction of the voice box, the neck muscles, structure of the beak, and their respective movements. In short, the complexity of the birds' syrinx determines the complexity of the sounds they produce. Its muscles affect the air flow and consequently, the quality of the sound. In parrots, budgerigars, and some songbirds, the syrinx has a greater number of muscles, and its structure is more complex.

Furthermore, the different techniques that parrots and budgerigars employ for imitating the human voice are most effective. Like humans, parrots have thick tongues that enable them to produce sounds resembling ours. Sound is produced by blowing air through two separate places in their syrinx, and at the same time producing the independent sounds required to produce consonants. The initial sound from the syrinx is shaped with the help of the throat, and then in the mouth with the tongue. In their research studies with grey parrots, Dianne Patterson and Irene Pepperberg reached important conclusions on vowel production: Due to the radically different anatomy of this parrot's vocal organ, even though they lack teeth and lips, they can produce sounds that closely resemble sounds produced by humans.7 Indeed, parrots and budgerigars can quite clearly imitate sounds such as "m" and "b," which we normally produce with the help of our lips.

Budgerigars, however, due to their small size, are not able to use the same technique as parrots. Using their syrinx to create frequencies from 2,000 to 3,000 Hz, they then add on a second vibration. This system is known as frequency modulation or FM, the principle behind the AM (amplitude modulation) radios to be found in practically every home. These days, many FM broadcasting stations add low transmitters to their signals which, in common with normal signals, are adjustable through a transmitter, but are of a very high frequency. While the frequency of normal signals varies from 20 to 20,000 Hz, the frequency of many low transmitters starts at 56,000 Hz. The main reason for using the FM system is to offset the major disadvantage of the AM system-namely, the interference of many natural or man-made radio sounds, called "parasites." Because the weak signals of AM radio are quieter than the stronger ones, differences in signal level are formed, which are then perceived as noise. AM receivers have no facility for cutting out these parasitic sounds.

To solve this problem, Edwin H. Armstrong invented a system for eliminating noise caused by the power of the waves. Instead of changing the transmission signal or the strength of the transmitter, he changed the frequency of sound waves per second. Thanks to this system, the amplitude of noise (strength of sound waves) could be reduced to a minimum. But scientists are still mystified how budgerigars manage to use this same system.
To solve this problem, Edwin H. Armstrong invented a system for eliminating noise caused by the power of the waves. Instead of changing the transmission signal or the strength of the transmitter, he changed the frequency of sound waves per second. Thanks to this system, the amplitude of noise (strength of sound waves) could be reduced to a minimum. But scientists are still mystified how budgerigars manage to use this same system.
Of course, no little budgerigar can possibly work out for itself from the time it is hatched how to apply a series of principles discovered by man only after long trials. In the same way, no parrot can know that it must produce auxiliary sounds in order to make consonants distinct or to develop systems in its throat to enable it to do so. Also, it's not possible for such a system to be the end product of a series of blind coincidences. All these complex systems we have seen are without doubt, the work of God, the Creator.

Birds' Sense of Hearing

For birds to display their talents in communicating by sound, song and in the case of some birds, words, they require excellent hearing. At critical times in their lives, their sense of hearing becomes particularly important. Experiments have shown that in order for birds to learn their species' song, they need an auditory feedback system. Thanks to this system, young birds learn to compare the sounds they produce themselves with the patterns of a song they have memorized. If they were deaf, it wouldn't normally be possible for them to sing recognizable songs.8

Birds' ears are well equipped for hearing, but they hear in a different way from us. For them to recognize a tune, they have to hear it in always the same octave (a series of seven notes), whereas we can recognize a tune even if we hear it in a different octave. Birds cannot, but can instead recognize timbre-a fundamental note combined with harmonies. The ability to recognize timbre and harmonic variations lets birds hear and reply to many diverse sounds, and sometimes even reproduce them.

Birds can also hear shorter notes than we can. Humans process sounds in bytes in about 1/20th of a second 9, whereas birds can distinguish these sounds in 1/200th of a second, which means that birds are superior at separating sounds that arrive in very rapid succession.10 In other words, a bird's capacity to perceive sound is approximately ten times greater, and in every note heard by a human, it can hear ten.11 Moreover, some birds are also able to hear lower sounds than we are. Their hearing sensitivity is so finely tuned that they can even tell the difference between pieces by such famous composers as Bach and Stravinsky.
Birds' extremely sensitive hearing functions perfectly. Clearly, each of this sense's components is created by special design, for if any one failed to work properly, the bird would not be able to hear anything. This point also disproves the theory that hearing evolved or emerged gradually, as a result of coincidental influences.

source: www.harunyahya.com

Thursday, August 19, 2010

Memory 1001 rasa...

Berseorangan di kedai dan mengulang-ulang nasyid “Elayka” cukup buat hati tersentuh. Sentiasa bermuhasabh diri, cukupkah bekalan diri ini untuk menghadap Zat Yang Maha Mencipta, Zat yang Memberikan Rezeki dan Hidayah…

Entah mengapa, ujian yang Allah timpakan akhir-akhir ni cukup buat hati sedikit tersentak dan kalaulah tidak kuat iman di hati, mahu sahaja lari… Astaghfirullah… rapuh sungguh jiwa. Rapuh sungguh tekad yang dibaja bertahun-tahun…

Kemahiran menganalisa dimanfaatkan waktu ini. Walaupun saya bukanlah penganalisa yang baik, tapi sekurang-kurangnya bila iman sendiri futur (Mutarabbi apatah lagi?) muhasabah diri di samping memanfaatkan ilmu tentang taqwa yang ditelaah drpd buku Tarbiyah Ruhiyah, tulisan Dr. Abdullah Nashih Ulwan. Ramadhan ni… apalagi? I’tikaf..i’tikaf…

Cukup… kalau terlalu larut dengan perasaan, natijahnya adalah lebih parah. Buku berlambak-lambak atas meja ni, perlu dimanfaatkan. Kini sedang mengulangkaji buku “Marilah berkenalan dengan Ahl-Sunnah wa al-Jamaah” tulisan Kapten Hafiz Firdaus Abdullah, yang juga suami kepada sahabat saya. Saya tak sempat lagi berterima kasih kepada sahabat saya yang menghadiahkan buku ni. Haritu baca, tak sempat khatam lagi. Teringin sangat-sangat-sangat bertalaqqi. Baca buku saja buat jiwa kering… betul kan?

Seronok juga menjadi business woman. Walaupun cabarannya tidak nampak dengan mata kasar, tetapi ia cukup menguji mental dan fizikal. Baru-baru bukak kedai ni, biasalah… keuntungan tak seberapa (eh, adake untung?) Belum lagi… tapi kena buat betul-betul. Dulu kat university amik course minor Management, 4 subjek yang saya rasa sangat bermanfaat, especially Accountancy, Operations Management dan Organizational Behavior. Oh, mungkin saya silap sebab tak amik Marketing. Subjek paling penting untuk application. Tapi tak mengapa, saya belajar marketing melalui orang-orang yang banyak pengalaman, insyaAllah. Sekarang saya kena buat target jualan sebulan dan misi saya adalah untuk mengejar target jualan tersebut. Caranya? Biarlah saya seorang yang tahu. Nak bantu? Alhamdulillah, belilah produk HPA daripada saya. InsyaAllah saya bleh usahakan pos =P

Rasa macam mimpi, sebab saya sekarang memegang gelaran akhawat pekerja… Subhanallah, 4 tahun yang berlalu dirasakan sangat cepat berlalu. Rasa seperti baru kelmarin masuk kilang F&N untuk latihan industry, pengalaman mencari sendiri rumah untuk diduduki. Pusing-pusing satu KL untuk cari jalan ke rumah. Bukan tahu jalan sangat, tapi Alhamdulillah waktu tu ayah ada kursus di KL dan saya ikut sekali. Ayah dok kursus, saya jalan-jalan. Dari KL, cari jalan ke Federal Highway, PJ, then pusing-pusing sebelum sampai Kelana Jaya. Sebelum tu memang dah dapat alamat rumahnya melalui internet. Banyak jugalah rumah yang saya call, tapi semuanya ada masalah. Yang teruk tu, ada satu rumah yang saya call, depa kata duduk antara non-Muslim, saya ok lagi, tapi dalam perjalanan ke rumah tu, dia bagitau bercampur pulak lelaki & perempuan, memang saya tak bleh toleransi la. Reject terus…

Alhamdulillah, saya sangat-sangat terharu dengan kurniaan Allah. Bila saya call satu rumah di Kelana Jaya, dan saya berjumpa dengan budak yang nak sewa sama dengan saya, dan kami setuju dengan deal masing-masing. Dia sebaya saya, belajar di kolej masakan kat KJ tu (saya tak ingat kolej apa)… dan kakak yang memang duduk rumah tu takda masalah dengan kedatangan saya. Mereka memang baik. Allahu Akhbar, Allah melindungi saya daripada orang-orang yang merosakkan dan mempertemukan saya dengan orang-orang baik. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah dan kebaikan yang banyak kepada Linda dan Kak Faz. Ameen. Doakanlah juga untuk mereka =)

Pengalaman duduk di KL memang memberi banyak hikmah kepada tsaqafah dan iman saya. [Alhamdulillah, dah cekap dengan jalan-jalan kat KL]… Dikelilingi masyarakat “red zone” – jauh dari tarbiyah dan penghayatan Islam, apatah lagi saya duduk jauh dari akhawat, jauh dari keluarga dan tak siapa pun yang saya kenal duduk berhampiran dengan saya. Subhanallah, memang ujian Allah mengenai tepat pada hamba-hambaNya… Mungkin sebab itu, saya sangat menghargai dan memegang kuat apa yang diamanahkan kepada saya. Halaqah mingguan, halaqah downline, program-program dakwah setiap weekend dan setiap waktu saya habiskan dengan perkara-perkara yang mengingatkan saya tentang Allah. Sukar nak digambarkan betapa saya sangat menghargai detik itu.

Di tempat kerja pula (PML QC), saya dikelilingi staf-staf melayu Muslim yang baik hati, majoriti lelaki. Kalo ikutkan F&N ni, Top Management majority adalah cina. Meka kuat kerja. Staf-staf di bawah banyak yang melayu, eksekutif pun ramai cina, melayu biasa-biasa saja. Mereka gelar saya ‘ustazah’ kerana penampilan saya. Tak kisah pun sebab mereka ni ramai pangkat pakcik-pakcik. Kadang-kadang kalo borak-borak layan jugaklah, untuk mengelak dikatakan ‘bodoh sombong’… Dalam keadaan begitu, kadang-kadang saya akan menyelitkan ‘tazkirah’ pendek. Macam cerita Palestin, kisah-kisah sirah. Walaupun tak banyak, tapi saya kira memadai dengan kesibukan mereka dan focus mereka. Bahkan kadang-kadang kalau bukan saya pun yang memulai, mereka yang akan mula dengan bertanya sesuatu… Dakwah masyarakat…bukan macam dakwah kampus atau sekolah, atau matrikulasi. Kena betul dengan gaya dan caranya. Saya belajar…

Kini saya memanfaatkan kelebihan yang Allah berikan dengan dakwah masyarakat di sini pula. Bukak kedai, makcik-makcik datang. Ajak datang rumah mereka untuk bertadarus. Ingatkan datang untuk belajar mengaji, tapi nampaknya saya yang mengajar mengaji…(adei)… Alhamdulillah, Allah membukakan jalan sedikit demi sedikit…

Wah…saya nak balik kampong!!……

……..

Wassalam…

Wednesday, May 05, 2010

Jadikanlah Allah sebagai Tujuan Utama Amal Kita

oleh Syaikh Muhammad Mahdi 'Akif

Segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Pada proses kelahiran atau persalinan biasanya terdapat rasa sakit. Namun pada saat yang sama hal itu merupakan pertanda akan datangnya sebuah kabar gembira. Pertanda hadir dan lahirnya sebuah kehidupan baru.

Umat Islam beberapa tahun terakhir merasakan berbagai macam rasa sakit dan penderitaan akibat ulah Firaun zaman modern. “Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 4)

Namun janji Allah SWT pasti akan tiba yaitu mereka yang tertindas oleh kekuatan Firaun akan diberi pertolongan. “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi, dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu .” (Al-Qashash: 5 - 6)

Wahai Umat Islam

Berbuatlah sesuai dengan realita. Kita memiliki modal untuk bangkit. Sikap keprajuritan adalah langkah awal kemenangan. “Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam tertipu.” (Al-Mulk: 20)

Hendaknya langkah awal kalian adalah kembali pada Allah SWT, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf; 96)

Wahai para Pemimpin

Sesungguhnya Hari Kiamat itu akan sangat dahsyat. Masing-masing manusia akan menghadap Allah SWT. “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Maryam: 95)

Kami khawatir akan beban berat yang kalian emban. “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban mereka, dan beban-beban di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Al-Ankabut: 13). Ingatlah akan rakyat kalian yang kalian pimpin, ini adalah amanah. Jnagn sampai pada hari kimat nanti ini akan menjadi penyesalan.

Pada para Kader Ikhwan

Ingatlah selalu syiar kalian. Jadikan Allah SWT sebagai tujuan utama dalam setiap aktifitas yang dilakukan. Bukankah Allah memberikan kabar gembira bagi mereka yang berniat tulus dan berhati baik. “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (Asy-Syuara: 89)

Jadikan Rasulullah saw sebagai teladan yang terus hidup dalam jiwa kalian yang akan membangkitkan semangat kalian. “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At Taubah: 128)

Berdoalah terus untuk Al-Aqsha. Dan jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kalian dan bekal dalam perjalanan juga sebagai landasan dalam bermuamalah dengan manusia yang lain.

Ingatlah bahwa siapa saja yang menginginkan kehidupan akhirat maka itu dapat diraih dengan pertolongan Al-Qur’an. Juga barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka juga dengan wasilah Al-Qur’an. Bahkan yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya, juga dengan Al-Qur’an.

“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu , maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakkal.” (Ali Imran: 160)

(disampaikan pada Risalah Ikhwan edisi Mei 2005)

Source & edited from: www.eramuslim.com
 

Text